🌼 LESSON - 10

596 70 3
                                    


"Astagaaa bayinya mirip sekali dengan Ryujin..."

Mata Ryujin tidak pernah lepas dari bayi mungil yang tengah menghisap sari-sari makanan dari dada ibunya. Dadanya mengembang tiap kali Ryujin melihat wajah bayi kecil itu. Ya benar sekali dengan apa yang barusan dikatakan ibunya, jika bayi yang sedang Ryujin tatap saat ini memang mirip sekali dengannya. Mulai dari bentuk kepala, mata, jidat, hidung, bahkan bibirnya pun sangat mirip dengan Ryujin. Ryujin juga merasa heran kenapa bayi itu sama sekali tidak mirip dengan ayah kandungnya yaitu Ahn Yujin.


Ryujin tersenyum tipis lantas menoel pipi tembam sang bayi. "Tentu saja dia mirip denganku bu. Kan dia anakku."


Nafas Minju sedikit tercekat, rasanya dia ingin menangis saat ini juga mendengar ucapan Ryujin barusan, namun disini sedang ada ibu dan ayah mertuanya sehingga ia menahannya saja. Minju tidak ingin membuat mereka khawatir.



"Iyakan sayang?"


Mata Minju mengerjap, ia tersenyum manis lalu mengangguk. "Iya, dia anakmu Ryu. Jadi pantas jika dia mirip sekali denganmu."



Ryujin tersenyum, ia langsung mengecup pipi putranya lalu beralih ke pipi Minju. Ryujin terkekeh mengingat tadi dia dan Minju sempat berdebat kecil mengenai panggilan untuk mereka. Minju ingin mereka memanggil pakai Mama Papa, namun Ryujin menolak mentah-mentah permintaan Minju dan menyarankan untuk memanggil Daddy dan Mommy saja karena saat ini mereka tinggal di Belanda.




"Oh iya, tadi kelas laktasi gimana?"



Tadi pagi Minju menemui seorang konselor laktasi untuk berkonsultasi mengenai cara menyusui yang baik. Konsultasi itu sangat penting bagi Minju, mengingat dia tidak punya pengalaman apapun sebelumnya.




"Berjalan dengan lancar Ryu..."




"Daddy... Jangan dibiasakan memanggil nama jika didepan anak." ujar Ryujin membenarkan panggilan Minju.




Minju terkekeh lalu menepuk lengan Ryujin pelan. Ia merasa malu karena menjadi bahan ledekan oleh ibu dan ayah mertuanya. "Iya daddy Ryuu..."




Ryujin tergelak merasa lucu melihat Minju yang malu-malu. Ia berdehem dan kembali menatap sang bayi yang masih saja betah mengempeng di dada ibunya. "Woah rasanya seperti mimpi." Ryujin tersenyum lebar menatap Minju. "Aku masih tidak percaya jika sekarang aku sudah menjadi seorang ayah."



Hyunjin yang sudah terlelap langsung dilepas oleh Minju. Bayi mungil itu tertidur dengan posisi mulut yang terbuka sedikit. Hal itu tentu saja membuat Ryujin semakin merasa gemas. Ryujin menoel hidung sang bayi lalu mencium pipinya yang merah.



"Ish! Pelan-pelan nanti Hyunjin bangun." protes Minju melihat Hyunjin yang menggeliat setelah dicium oleh Ryujin.



"Hehe kan gemes sayang..."



"Kan kasian Ryu.. dia juga butuh tidur." Nasehat Mina yang sedari tadi melihat kemesraan anak dan menantunya.




Bibir Ryujin mengerucut. "Perasaan tidur mulu. Bangun-bangun juga paling nyusu sama buang air doang. Kan aku juga pengen ngajakin Hyunjin main Ma..."




Minju tertawa kecil melihat ekspresi sang suami yang seperti anak kecil. Sekarang, Minju merasa akan merawat dua bayi sekaligus. Satu bayi yang berada di gendongannya dan satu bayi besar yang saat ini tengah duduk di sampingnya.



"Kan Hyunjin baru lahir, dia masih belum bisa ngapa-ngapain. Paling diumur 3 bulan baru kamu bisa ngajakin dia main karena mulai aktif. Dulu kamu juga gitu kok pas baru lahir, hobinya tidur sama nangis mulu."



"Duh kok lama sekali, harus nunggu 3 bulan dulu." Rutuk Ryujin, ia beralih memainkan kaki mungil Hyunjin. "Daddy Ryu pengen main sama Hyun baby..."



Ryujin langsung kegigarang melihat sang bayi menarik kedua sudut bibirnya dan tertawa kecil meskipun matanya masih terpejam. "Astaaagaa Hyunjin kenapa kamu lucu sekali. Cepat besar sayangnya Daddy... " ujar Ryujin seraya mencium kaki Hyunjin.




Minju tersenyum kecil. Dia bisa melihat betapa tulusnya cinta Ryujin terhadap Hyunjin. Namun, di satu sisi Minju juga merasa bersalah, ia kembali merasa tidak enak terhadap Ryujin dan keluarganya karena harus menanggung tanggung jawab besar atas kesalahan Minju. Bagaimana jika di masa depan ibu dan ayah mertuanya tahu jika Hyunjin bukanlah cucu kandung mereka. Minju tidak bisa membayangkan se-mengerikan apa jika hal itu benar terjadi.



"Jangan dipikirkan. Aku sudah bilang berkali-kali padamu. Hyunjin itu anakku, bukan anak lelaki lain. Kamu tidak usah khawatir Minju. Semuanya akan baik-baik saja, jangan terus merasa bersalah. Lupakan saja masa lalumu. Lebih baik sekarang kita fokus saja terhadap masa depan kita dan terutama Hyunjin, anak kita." ucap Ryujin tulus seraya menggenggam tangan sang istri ketika ia menyadari ada raut ganjil di wajah cantik sang istri.




Minju mengangguk dan sedikit menangis kecil. Benar, lebih baik sekarang Minju fokus saja terhadap masa depan dan terutama untuk Ryujin dan Hyunjin. Tidak ada gunanya juga memikirkan masa lalu yang mana selalu membuat Minju merasa tidak percaya diri sebagai istri Ryujin.


***


Hyunjin sudah menangis sedari pagi. Bayi berusia dua minggu itu selalu rewel setiap kali Ryujin pergi ke kampus. Awalnya Minju selalu menelfon Ryujin jika Hyunjin menangis, akan tetapi sekarang Minju tidak mau melakukan hal itu lagi karena Minju tidak ingin membuat buah hatinya manja.




"Ututututu sabaar sayang, sebentar lagi daddy pulang kok." Ucap Minju sambil menggoyangkan tubuh Hyunjin yang berada di gendongannya mencoba menenangkan sang bayi.



Namun, nampaknya usaha Minju sia-sia karena tangisan Hyunjin semakin kencang bahkan tangisannya terdengar sesak seperti orang kesakitan. "Sayang... Daddy sedang ada praktek di kampus, jadi tidak boleh diganggu. Nanti daddy dimarahin dosennya loh kalo ketauan mainan hp." Minju terus berusaha untuk menenangkan Hyunjin. Dia berjalan menuju box bayi dan membaringkan Hyunjin disana. Minju memutar mainan yang digantung diatas box mencoba mengalihkan perhatian Hyunjin. Namun lagi-lagi usaha Minju sia-sia karena Hyunjin langsung menjerit keras dan wajahnya semakin memerah.




Air mata Minju ikut meluruh tidak tega melihat bayinya menangis seperti ini. Sambil terisak Minju meraih ponselnya dan segera menelepon Ryujin.




"Hallo sayang... Ada apa??"




Sungguh aneh, tangisan Hyunjin seketika reda begitu mendengar suara Ryujin meskipun melalui telepon. Bahkan bayi itu tertawa kecil mendengar sang ayah memanggil namanya.




"Mommy kenapa menangis??"




Minju hanya diam. Ia kembali terisak dan sedikit tertawa melihat sang putra yang menatapnya dengan senyum gembira sampai gusinya terlihat.




"Anak kamu tuh aneh banget. Kenapasi dia manja banget sama kamu, padahal aku ini ibunya loh."





Di seberang sana Ryujin terkekeh. "Haha karena Hyunjin tau Daddy nya ini keren dan tampan selalu bikin kangen."




Minju mencebik mendengar jiwa narsis sang suami mulai kumat. "Iyaaa Daddy memang selalu bikin kangen, ga cuma Hyunjin aja yang kangen, Mommy juga kangen sama Daddy."





"Haha baiklah jika begitu, aku sambung praktek lagi ya sayang. Hyunjin, jangan rewel yaaa nak, kasian Mommy loh kalo denger Hyun rewel, Daddy janji cepat pulang."




Minju mengangguk dan memberi virtual kiss pada Ryujin sebelum sambungan telepon mereka terputus. Minju menunduk dan kembali memasang wajah sok kesalnya kepada Hyunjin. "Bagaimana sayang? Kamu sudah puas kan mendengar suara Daddy barusan heem??"




Hyunjin kembali tertawa seolah mengiyakan ucapan sang ibu. Jari-jari mungil Hyunjin bergerak naik memainkan dagu sang ibu. Minju pun tergelitik geli dengan tingkah laku anaknya. "Dasar Shin Hyunjin." Minju berjalan menuju kamar berniat untuk menidurkan sang bayi ketika matanya mulai terlihat sayu, Minju tau jika putranya sudah kelelahan setelah menangis cukup lama.




"Ayoo sekarang kita tidur dulu ya baby sambil menunggu daddy pulang."








LESSON [Ryujin x Minju]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang