🌼 LESSON - 08

802 81 5
                                    

Kim Minju menatap lekat mata Ryujin yang berubah sendu. Bahu kokoh yang Minju suka jadikan sandaran itu pun terlihat melemah. Senyum yang selalu nampak di wajah tampan Ryujin juga menghilang. Minju tersenyum tipis, dia tahu jika Ryujin sedang mengawatirkan sesuatu.


Maka ia mengeratkan pelukannya pada Ryujin lalu meletakkan kepalanya di dada bidangnya. Menikmati degup jantung sang empu yang selalu membuat Minju merasa tenang dan aman. "Kamu enggak usah khawatir soal itu Ryujin. Sampai kapanpun aku nggak akan kembali sama dia." Minju mendongak, tangan halusnya bergerak mengelus wajah Ryujin dan sedikit merapikan rambut sang suami yang kaku akibat suhu udara yang dingin.



"Tenang aja, itu nggak akan terjadi. Selamanya aku tetap milik kamu, aku ga akan pergi dari kamu. Aku ini Kim Minju, Ryujin. Aku cuma cewek biasa, bukan cewek yang ada di drama ataupun sinetron yang di sakiti sama cowok masih mau balik sama dia. Aku enggak gitu."




"Sekarang aku udah punya kamu, suami aku. Apapun yang terjadi, aku ga akan kembali sama dia sekalipun aku lagi mengandung anak—"




"Anakku!" sela Ryujin cepat. Pemuda itu tidak terima jika Minju menyebut bayi di kandungannya adalah anak Yujin. Ryujin merasa dia lah yang lebih berhak atas gelar Ayah dari bayi itu daripada Yujin. Dimana Yujin sendiri tidak mau menerima kehadiran bayi itu dan justru menyuruh Minju untuk menggugurkannya. Berbeda dengan Ryujin yang sangat menginginkan bayi itu.




"Dia anakku Minju. Yujin hanya menanam bibit tanpa menginginkannya. Jadi aku lebih berhak menjadi Ayah atas bayi ini karena aku yang merawat dan menantikan kehadirannya."




Mata Minju memerah, ia ingin menangis mendengar ucapan Ryujin yang mengharukan. Ya memang benar, Ryujin lah yang lebih berhak menjadi Ayah dari bayi ini. Karena semenjak bayi di dalam perut Minju hadir, Ryujin lah lelaki yang selalu merawat, menjaga, dan memenuhi semua kebutuhan nutrisinya. Bahkan Ryujin rela mengorbankan masa mudanya hanya untuk menjadi Ayah dari bayi malang ini.



Minju mengangguk, dan detik berikutnya air matanya meluruh. Ia menangkup kedua pipi Ryujin dan menatap mata pemuda itu nanar. "I-iya, dia anakmu. Bayimu Ryujin, dan kamu adalah ayahnya." Minju mengusap air matanya pelan. "Dan aku adalah ibu dari anak kamu." Minju tersenyum lagi. "Jadi kamu tidak usah khawatir, aku tidak pergi dari kamu."



Ryujin mengusap bibir Minju dengan jempolnya kemudian ia kecup bibir kering itu. "Iya, terimakasih. Semoga kita selalu seperti ini. Selalu bersama merawat anak-anak kita kelak. Maaf, sudah mengorek luka kamu lagi." ujar Ryujin ia bawa kembali tubuh Minju ke dalam dekapannya.



"Iya gapapa, tapi ini yang terakhir ya? Asal kamu tahu, setiap hari aku berdoa kepada Tuhan semoga takdir selalu berpihak baik kepada kita."



"Aku juga..."




***


Pagi-pagi sekali, Ryujin sudah mondar-mandir ke setiap penyimpanan. Baik itu lemari, laci-laci, dan juga kulkas. Pemuda itu merasa cemas karena bahan-bahan kebutuhan sudah habis, termasuk susu kehamilan untuk Minju.



"Kamu kenapasi dari tadi mondar-mandir terus??" pekik Minju. Alisnya mengkerut melihat semua pintu tempat penyimpanan terbuka. "Terus kenapa itu lemari, laci-laci sama kulkas pintunya pada kebuka??"




"I-ini sayang, bahan makanan kita udah abis. Termasuk susu kamu. Aku mau bikin sarapan jadi ga bisa." pemuda itu kembali melongok isi kulkas berharap disana ada bahan makanan yang bisa ia masak pagi ini. Namun hanya tersisa dua botol air mineral dan juga satu ikat seledri.




"Kita butuh stok gandum, sayuran, buah dan juga susu kehamilan buat kamu. Oh ya, bahkan garam sama gula juga udah mau habis juga. Dan oh ya aku juga baru ingat, kamu harus ganti gula pasir dengan stevia yang mengandung glukosa lebih rendah, itu baik buat kamu. Aku juga harus membeli kopi dan juga creamer untuk aku minum sepanjang musim dingin ini. Kita juga perlu coklat untuk kita membuat coklat panas. Dan oh ya—"



LESSON [Ryujin x Minju]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang