01. Kembali Ke Masa Lalu

126 11 4
                                    

Selama tiga puluh lima tahun hidupnya sebagai wanita, Sore tidak pernah menyangka sebatang penis akan tumbuh di selangkangannya. Kenapa bisa begini? Ini tubuh siapa?! Kenapa mendadak Sore bisa berada di toilet bau pesing ini?!

Belum sempat kekagetan Sore luntur, pintu kamar mandi digedor. Sebuah suara memanggil dari luar, "Ganda! Udah belom beraknya? Yang lain udah mulai pemanasan!"

Ganda? Mendengar nama itu, Sore refleks melirik dada kiri seragam yang melekat di badannya. Tanda pengenal bertuliskan nama Ganda tertera di sana. Berkat itu, fokus mata Sore pun ikut menangkap badge sekolah di lengan kiri seragam.

Eh? Sore terjebak di tubuh remaja SMA, dan sekolah ini adalah SMA-nya dahulu!

"Ganda, cepetan!" Tidak digedor lagi, pintu cubicle toilet bergetar kena tendang.

"I-Iyaaa, bentaaar!" Sore menjawab, tapi yang keluar adalah suara sember ala ABG baru baligh. Sore jadi menelan ludah.

Menyadari tubuhnya adalah tubuh anak di bawah umur, Sore segera waspada untuk tidak pegang-pegang sembarangan. Meski tidak tahu alasan kenapa ia terbangun di tubuh Ganda, Sore tetap tidak ingin dirinya terlibat pelanggaran undang-undang pelecehan terhadap anak di bawah umur. Tapi ... Ganda belom cebok!

"Eww! Ewwh! EWW!"

Suara peluit panjang terdengar dari kejauhan. Bersama itu, tempo gedoran pintu makin rapat. Sore buru-buru membersihkan diri, menarik celana abu-abunya, lantas membenahi seragam OSIS-nya. Sebelum kawan tak sabaran ini menjebol pintu toilet, Sore yang kesulitan bergerak dalam cubicle karena tubuh bongsor Ganda cepat-cepat keluar.

"Astagaaa .... Kenapa belom ganti baju? Udah ditungguin dari tadi juga! Pak Bagus udah niup peluit, tuh!"

Sore gagal memprotes panggilan tak sabar sebelumnya. Alih-alih kesal, kebingungan Sore bertumpuk hingga memberati rahangnya. Sore menganga.

"Wi-Widi ...? Kok kamu ...." Sore menatap sosok siswa yang sudah mengenakan seragam olahraga dan tampak berkeringat sudah pemanasan.

"Kok kamu balik jadi anak SMA?"

"Apaan, sih?" Widi mengerutkan kening, tak mengerti kenapa Ganda yang menatapnya naik turun.

Sore yakin benar, ia sedang bermimpi. Kalau tidak, mana mungkin ia berganti tubuh secara tiba-tiba begini. Lagipula, harusnya Widi sudah dewasa seperti Sore, bukan anak SMA.

Eh ... Jangan-jangan ... Sore sedang melompati waktu ke masa lalu!

"Aku duluan. Buruan ganti baju. Sesuai perjanjian, kalau hari ini aku yang mecahin rekora lari 100 meter, kamu yang harus nanggung makan siangku selama satu minggu."

Berlari kecil, Widi remaja meninggalkan Ganda yang lemas bersandar pada gawangan pintu toilet. Apa yang terjadi pada Sore?

***

2022, Present Day.

Thank God It's Friday. Sepertinya ungkapan itu tidak berlaku untuk karyawan Arsiteja minggu ini. Kalau biasanya mereka akan giat menuntaskan pekerjaan agar bisa terhindar dari lembur di akhir pekan, kali ini berbeda. Setiap divisi sibuk mengemas barang-barang mereka. Entah itu dokumen, barang elektronik, hingga meja, kursi, lemari arsip, dan furniture lainnya. Sejak pagi hingga matahari memekik di puncak langit, mobil bak terbuka yang biasa mengangkut material bangunan sudah sibuk mondar-mandir memuat barang-barang dari dalam kantor.

Sebagai firma Arsitektur, kontraktor, dan developer bangunan yang sudah beroperasi puluhan tahun, Arsiteja cukup sibuk. Seiring dengan lingkup pekerjaan yang mulai banyak, karyawan Arsiteja makin berjubel pula. Gedung tua itu sudah mencapai batas kapasitasnya. Syukurlah, pertengahan tahun kemarin Arsiteja sudah bisa membangun gedung kantor baru. Bangunan tiga lantai yang cukup besar itu berjarak lima ratus meter saja dari gedung lama. Tepat di depan perumahan yang banyak ditempati karyawan Arsiteja, salah satunya Sore.

Undo Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang