10. Drama Nasib Buruk

10 3 1
                                    

2022, Present Day.

"Pagi, Re."

Sapaan Widi di muka pagar membuat Sore melongok dari dalam mobilnya di carport. Memicing sejenak, ia menemukan Widi yang sudah rapi dalam balutan kemeja biru melambaikan tangan ke arahnya.

"Hai, Wid! Tumben jalan kaki?" komentar Sore sambil mematikan mesin mobil VW Beetle warna cream-nya. Bukannya menutup pintu mobil dan berangkat ke kantor, Sore malah turun dan mengunci pintu mobil dari luar.

"Pengen aja," jawab Widi singkat. Ia mengurungkan diri untuk melanjutkan langkah melihat Sore yang tampak sudah siap berangkat. Widi ingin jalan kaki bersama Sore saja.

"Sengaha nggak bawa mobil, biar ada alasan nggak disuruh berangkat ke lapangan, ya?" sindir Sore, bercanda tentu saja.

Tapi bagi Widi, ucapan Sore malah memberinya ide. "Bener juga. Kalau ada apa-apa di lapangan hari ini, biar Wen yang berangkat."

Sore tertawa lebar, menyetujui ucapan Widi. Dari pagar, Widi memperhatikan Sore yang melangkah kembali ke teras, memastikan ulang pintu rumahnya sudah terkunci. Lalu tangannya sibuk memasukkan dua folder dokumen ke dalam totebag. Setelah merapikan blazer warna beige yang ia padukan dengan blus biru muda lewat pantulan jendela, Sore berbalik.

"Nungguin?"

"Iya. Mau dibantu bawain?"

Sore nyengir senang. Kedua kakinya yang dibalut celana high waist senada dengan warna blazer dan sepatu sneaker putih, berlari kecil ke arah Widi yang sudah mengulurkan tangan. Melihat langkah riang Sore, Widi terkekeh dan menerima uluran totebag dari Sore.

"Girang amat, Bu Project Manager ...?" komentar Widi saat Sore menutup pagar dan menguncinya.

Sore memutar tubuhnya cepat. Jarinya secara dramatis menyisihkan sisi rambutnya dan memamerkan telinganya, "I got this new ear cuff. Cute, ya?"

Widi memperhatikan telinga Sore. Anting berwarna emas tampak merambat di tepian daun telinga Sore. Aksen ukiran bunga melati putih yang kecil dan manis menghiasi sulur emasnya.

"Mother of Pearl?" tebak Widi, menduga ukiran bunga itu terbuat dari kulit kerang.

Sore menggeleng, "Tulang sapi."

Melihat bagaimana Sore memamerkan telinganya, lalu tersenyum bangga dan berbinar-binar di pagi hari hanya karena memakai perhiasan baru, membuat Widi tertular senyum itu. Widi mengangguk-angguk.

"Looks good on you, Re. Manis ...."

"Kan?" Sore menaikkan kedua alisnya bangga. Cekikikan dan mulai melangkah.

Widi tertawa kecil, lalu mengekor langkah Sore yang sudah melambung menuju kantor. Menatap punggung Sore, Widi tiba-tiba menyadari sesuatu. Lelaki itu melirik celana yang dikenakannya.

"Beige .... Shit ...," maki Widi dalam hati.

Widi tahu ini kebetulan. Tapi kalau mereka muncul di kantor dengan setelan warna senada begini, mereka pasti jadi bahan ledekan lagi. Apalagi mereka berangkat jalan kaki bersama. Hah .... Padahal mood Sore sedang bagus. Bayangan kemarahan Sore tempo hari, saat Widi tak menganggap ledekan di kantor dengan serius, membuat Widi jadi terlalu awas dengan kebetulan semacam ini.

"Ada apa?" Sore berbalik, menyadari langkah Widi yang tertinggal.

"Ah, enggak," Widi tersentak. Matanya cepat mencari-cari alasan lain. Tanpa sengaja, fokus matanya hinggap pada VW Beetle Sore yang tadi cuma dipanasi mesinnya tanpa dipakai.

"Itu .... Sekarang kayaknya kamu jarang bawa mobil kamu ...."

Tanpa Widi duga, pengalihan topik tadi malah membuat raut wajah Sore tampak kaku samar-samar. Seperti terkejut dan murung mendadak, tapi segera disembunyikan.

Undo Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang