14. Perlindungan

2 2 0
                                    

2022, Present Day.

"Harus banget kamu bikin keributan kayak begini?" duduk di kursi penumpang, Sore mendesah jengah, tapi tak bisa apa-apa. Di tangannya, terputar video singkat yang menampakkan Petra di depan rumah Sore.

Klakson mobil HiAce menyalak-nyalak, membubarkan kerumunan wartawan yang memenuhi jalan di depan rumah Sore hingga depan basecamp. Sopirnya, Petra, parkir sembarangan dengan moncong mobil nyosor ke pedestrian. Lantas turun dengan cuek, membuka kunci pagar.

Wartawan langsung mengerumuni lelaki berkulit cokelat dengan rambut nanggung ber-highlight itu. Pertanyaan bertubi tentang siapa Petra, apa hubungannya dengan Sore, ada kepentingan apa di rumah Sore, dan apakah Petra tahu menahu tentang hubungan gelap Sore dengan Widi, membuat Petra meneriaki wartawan.

"Bubar! Orangnya nggak ada di sini!" begitu teriak Petra kesal, lalu masuk rumah.

Sore meringis. Adik tirinya ini memang agak rebel. Tapi ia tak menyangka Petra akan seceroboh ini di depan media. Lihat saja kolom komentar unggahan video itu. Semuanya langsung menghujat kelakuan buruk Petra.

"Nggak kakaknya, nggak adeknya, sama-sama nggak punya adat," begitu kata mereka.

"Salah sendiri nutupin jalan," dengus Petra.

Lelaki dua puluh delapan tahun itu tak peduli. Matanya tetap tajam, konsentrasi melihat jalan di depan. Melihat tingkah tak peduli Petra, Sore hanya bisa mendesah pasrah. Menyandarkan punggungnya ke jok mobil, menahan keluhan untuk dirinya yang tak bisa pulang ke rumah sendiri malam ini.

***

Petang tadi, mobil model minibus berkapasitas 17 penumpang itu juga merongrong gerbang kantor Arsiteja. Untunglah Satpam sudah kenal dengan wajah Petra sebagai adik Sore. Petra diperbolehkan masuk dan langsung meluncur ke parkiran basement. Sore nyaris saja pulang naik mobil pickup bersama Banyu, andai Petra tak melompat dari dalam mobil dan mencegahnya.

"Mau ngumpanin Sore ke wartawan, ha?" Petra memelototi Banyu.

"Aku habis dari rumahmu. Di sana ramai wartawan, nggak beda sama di sini. Pulang ke rumah. Barang-barangmu sudah kuangkut."

"Nggak mau. Aku mau pulang ke rumahku," tolak Sore.

"Nurut aja kenapa, sih?! Kalau pulang ke rumah kamu, terus mau ngapain?! Sendirian ngeringkuk di rumah sementara di depan rumah banyak orang kayak begitu?! Pulang ke rumah Papa! Naik ke mobil sekarang!"

Tanya yang ketakutan melihat perdebatan itu, langsung nemplok di lengan Banyu. "Katanya adik tiri .... Tapi kenapa sama galaknya begitu?"

Banyu merunduk, membalas bisikan ketakutan Tanya, "Mereka minum air sumur yang sama."

"Oh, kalau minum air sumurnya sama bisa jadi bisa nular galaknya gitu?"

"Kamu percaya omonganku?"

Plak!

Tanya memukul lengan Banyu, menggigit bibirnya kesal. Sedang tegang begini, masih sempat saja orang ini ngelawak.

"Bilang sama atasanmu, Sore nggak berangkat kerja besok!" Petra menunjuk Banyu.

"Kenapa jadi kamu yang ngatur, sih?!" Sore memukul punggung tangan Petra.

Banyu cepat-cepat menengahi, "Sudah, sudah. Kalau situasinya nggak aman, sebaiknya Mbak Sore nggak usah berangkat ke kantor dulu. WFH aja dulu. Kalau misal tiba-tiba ada pekerjaan mendesak yang mengharuskan Mbak Sore datang, nanti aku jemput."

"Kok kamu jadi nurut sama Petra, sih, Nyu?!" protes Sore.

Banyu menghela napas panjang. Ia melangkah mendekat, meraih kedua bahu Sore, lalu membalik tubuh wanita itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 12 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Undo Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang