[2]

822 79 10
                                    

Malam semakin larut. Saat ini Hinata sudah berada di kamarnya. Setelah menjenguk ayahnya, Hinata dan Hanabi diperintahkan agar kembali pulang dan beristirahat. Ayahnya besok sudah boleh pulang, jadi bukan masalah besar jika dia tidak menginap di rumah sakit. Tentu saja semua itu berkat Tsunade dan obat-obatan khas Hyuga.

Hinata membuka jendela kamarnya. Dilihatnya salju masih turun, meskipun tidak lebat. Mungkin musim salju akan segera berakhir. Pikirannya saat ini sedang berkecamuk. Ini baru beberapa jam setelah peristiwa di bulan itu. Harus apa dia setelah ini? Bagaimana dia menghadapi Naruto? Situasinya sangat canggung.

Tok tok tok.
Hinata terkejut mendengar seseorang mengetok pintu kamarnya. Siapa yang ingin menemuinya di tengah malam seperti ini? "Siapa?"

Hanabi membuka pintu kamar kakaknya. "Ini aku, nee-sama."

"Hanabi? Mengapa belum tidur? Ada sesuatu?" Tanya Hinata pada Hanabi yang menghampirinya.

"Malam ini aku ingin tidur bersama nee-sama, apakah boleh?" Ujar Hanabi. Hinata terkesiap. Dia menampilkan seulas senyum hangat dengan mata yang teduh.

"Em. Tentu saja. Baiklah, mari kita tidur," ucapnya kepada Hanabi yang duduk di samping tempat tidurnya. Mata Hanabi membola. Sudah lama sekali dia tidak tidur dengan kakaknya. Tapi malam ini bukan hanya itu tujuannya menghampiri kakaknya. Hanabi merasa gelisah pada sikap kakaknya yang tidak biasa. Sebagai adik, dia ingin menjadi tempat sandaran bagi kakaknya.

Hinata menutup jendela di dekat tempat tidurnya. Setelahnya dia mematikan salah satu lampu temaram, menyisakan satu lampu yang masih menyala. Cahaya itu sangat tipis, jadi tidak mengganggu tidur. Hanabi sudah membaringkan diri, lalu disusul Hinata.

Sudah 10 menit mereka berusaha tidur. Hanabi menengok ke arah kakaknya. Dia tahu, Hinata belum tertidur. "Nee-sama, apakah kamu baik-baik saja?"

Hinata terkejut mendengar pertanyaan Hanabi. Dia menengok ke arah adiknya itu. "Tentu saja, mengapa kamu bertanya seperti itu?"

"Tidak apa-apa. Hanya memastikan." Setelah itu hanya ada keheningan. Hanabi sungguh kikuk berhadapan dengan kakaknya itu. Dia bingung harus memulai pertanyaan dari mana. "Nee-sama, apakah kamu dan Naruto-nii sudah menjadi kekasih?"

Pertanyaan menohok itu langsung tepat sasaran. Hinata yang sudah memejamkan mata seketika membuka lebar matanya. Bagaimana bisa adiknya bertanya hal seperti itu? "Hanabi, mengapa kamu berpikiran seperti itu?" Jika Hanabi dapat mengira bahwa dia dan Naruto telah bersama menjadi kekasih, lalu bagaimana dengan orang lain yang berada di sana waktu itu?

"Tidak apa-apa. Nee-sama dan Naruto-nii tampak seperti sepasang kekasih. Bukankah begitu?" Tanya Hanabi yang sedang memancing Hinata.

Hinata diam beberapa saat. Dia pusing harus menjawab apa pada adiknya. Hanabi masih kecil, seharusnya dia tidak memikirkan hal yang seperti itu. "Hanabi, aku dan Naruto-kun hanyalah rekan. Kami berada di misi yang sama, hanya itu saja."

Hanabi sudah menduga, memang itulah yang mengganggu pikiran kakaknya. "Tapi bukankah nee-sama menyukai Naruto-nii?"

"Tak perlu dipikirkan, Hanabi. Aku baik-baik saja. Malam sudah larut, tidurlah. Besok kita harus menjemput Tou-sama," ucap Hinata mencoba memberi pengertian kepada Hanabi. Sedangkan Hanabi masih diam memandangi kakaknya itu.

Hinata mencoba mengabaikan perhatian Hanabi. Dia tidak mau adik kecilnya ikut kebingungan mengurusi perasaanya, merasa bahwa selama ini dirinya sudah sangat merepotkan banyak orang. Hanabi masih terlalu kecil untuk memahami hal ini. Hinata masih diam, hingga tiba-tiba tangan Hanabi menggenggam tangannya.

"Nee-sama, apakah Naruto-nii melukai perasaanmu? Maksudku, saat itu kamu ingin menyampaikan perasaanmu pada Naruto-nii. Aku khawatir padamu, Nee-sama." Hanabi mencoba memulai pembicaraan lagi. Dia tahu kakaknya selalu memendam masalahnya seorang diri, selama ini dirinya hanya diam akan hal itu. Tapi tidak kali ini, dia ingin tulus berperan sebagai adik, ingin menjadi rumah bagi Hinata kala menghadapi badai.

Trust Me, Hinata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang