Gayatri termenung di dalam kamarnya, ia memeluk lututnya erat-erat didinginnya lantai. Keheningan malam membuatnya sedikit takut karena tidak ada siapapun bersamanya. Ia sangat kesepian. Yu Melati bahkan tidak ikut tinggal di sini sebab Rama melarang.
"Sampai kapan Gayatri di sini?" gumam Gayatri muak, ia tidak sanggup beradaptasi.
Padahal, memang baru sehari keberadaannya. Tetapi, rasanya sudah seperti 3 bulan lebih.
Cek lek!
Suara pintu yang terbuka seketika membangkitkan tubuh Gayatri. Suaminya lah yang baru saja membukanya. Ia cukup kebingungan, namun segera merapikan penampilannya dan sungkem kepada sang suami.
"Kangmas membutuhkan sesuatu?" tanya Gayatri sopan.
"Ndak." Jawaban singkat Abi membuat Gayatri heran.
Jelas tidak mungkin pria itu datang untuk tidur bersamanya karena kemarin ia telah berjanji untuk tidak melakukan apapun.
Gayatri memilih tetap diam."Tadi saya terlalu kasar sama kamu," ujar Abi bermaksud minta maaf tanpa mengucapkannya langsung.
"Kangmas melakukan hal yang benar, saya masih belum bisa melakukan kewajiban saya dengan baik. Saya yang salah, mas," jelas Gayatri, tidak sama sekali mengangkat kepalanya.
Bagaimanapun juga, tidak sepantasnya ia menginjak-injak harga diri suaminya. Ia dididik supaya menurut, menjadi contoh wanita ningrat yang terhormat.
"Tidurlah! Sudah malam," suruh Abi tidak ada omongan lain.
Pria itu langsung keluar begitu saja, ya begitulah hubungan suami istri di antara mereka. Begitu canggung dan dingin. Gayatri lama-lama menjadi terbiasa.
***
Waktu baru menunjukkan pukul 3 subuh, suara langkah kaki sudah memenuhi sepanjang lorong. Kesibukan telah terdengar. Sementara, Abdi dalem perempuan, Yu Asri sedang menyisir rambut Gayatri yang baru selesai mandi.
Kantung mata Nyonyanya sangat terlihat tebal, ia yakin Nyonyanya tidak punya waktu tidur yang cukup semalam.
"Yu, setelah ini tolong ajak saya keliling ya! Mumpung masih pagi dan kerjaan saya belum ada," pinta Gayatri bosan kalau harus menunggu suaminya sampai bangun.
Yu Asri buru-buru mengangguk mengiyakan permintaan Nyonyanya. Setelah selesai berdandan, Gayatri segera keluar menelusuri rumah yang sama sekali belum terjamah semua sisinya.
Ia tahu jika tempat tinggalnya saat ini memanglah lebih luas dari yang sebelumnya. Ia bahkan takut tersesat kalau Abdi dalemnya tidak ada.
Yu Asri menuntunnya dari halaman depan yang di kelilingi pepohonan rindang. Hawa pagi hari yang sejuk begitu terasa di kulit Gayatri, meski memakai kebaya. Perlahan mereka menuju ke arah ruang tamu, entah kenapa Gayatri tiba-tiba berhenti untuk memperhatikan lukisan wanita yang terpajang di dinding dekat kursi kayu yang berjejer.
Tanpa ia bertanya pun, ia telah yakin gambar siapa itu. Begitu sederhana penampilan wanita tersebut dengan kebaya jadul berwarna putih gading, rambutnya disanggul rapi, kulitnya sawo matang, dan tatapannya sangat teduh. Wanita itu duduk di kursi kayu seorang diri.
"Apa dia sangat cantik? Sampai kangmas belum bisa melupakannya?" tanya Gayatri pada Yu Asri di sebelahnya.
Lirikan matanya tetap tertuju pada lukisan, ia tidak melepaskannya barang sedetikpun.
"Raden butuh waktu, ndoro."
"Sampai kapan, yu? Sepertinya saya akan menjadi perawan seumur hidup." Curhat Gayatri merenungkan takdirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri : Bukan Yang Pertama
RomancePernahkah kamu membaca sebuah cerita yang berakhir sad ending karena pemeran wanitanya meninggal? Kemudian, pemeran pria harus terus menjalani hidup tanpanya. Mungkin, ini kisah di mana pemeran pria akhirnya menikah kembali dengan wanita lain disaa...