Anak-anak melihat kedatangan Rengga dari jauh dan langsung menghampiri dengan kegirangan. Gayatri dibuat cemburu akan kedekatan mereka yang sangat lengket.
Tanpa banyak omong, ketiga keponakannya segera menyeret Pamannya pergi, meninggalkan Gayatri di belakang.
Sesekali Rengga menoleh kepada Gayatri takut gadis itu tiba-tiba menghilang.
"Kalian pasti seneng toh punya Ibu seperti Gayatri," goda Rengga mencubit pipi Arum yang dari tadi sibuk mengekorinya.
Gayatri sempat terdiam setelah mendapatkan reaksi datar dari ketiga anak tirinya. Namun, ia mencoba bersikap santai agar tak menimbulkan kesalahpahaman.
Sikap bersahabat yang ditunjukkan oleh Rengga benar-benar berbanding terbalik dengan Abi, ia lebih lembut dan tidak sedingin Abi. Anak-anaknya bahkan bersemangat sekali ketika Pamannya itu bertamu.
"Mbak ayo ke sini! Kenapa jauh-jauh?" tanya Rengga heran.
Gayatri kemudian cepat-cepat menyusul. Kehadirannya di tengah mereka sangat tidak dipedulikan. Ia berasa menjadi angin.
Sementara, mereka sibuk bercerita banyak hal pada Rengga di teras.
"Galih jangan tarik-tarik blangkon! Ndak sopan." Larang Rengga sambil memegang tangan usil Galih di kepalanya.
Galih pun merengut dan menjauhi pamannya. Rengga jadi merasa bersalah, lalu membujuknya cepat.
"Anak lanang ndak boleh merajuk begitu!" tegur Gayatri resah dengan sikap kurang ajar anak itu.
"Galih masih kecil, mbak. Gapapa," balas Rengga membela keponakannya.
"Justru karena masih kecil, makanya dia harus belajar," jelas Gayatri tak sadar telah lancang pada adik suaminya.
Buru-buru ia meminta maaf, tata kramanya mendadak hilang seperti itu sangatlah tidak terpuji. Seharusnya, ia bisa menenangkan dirinya.
"Tidak masalah, perkataan mbak benar. Saya terlalu memanjakan anak-anak. Ini bukan pertama kalinya saya ditegur, Rama dan Ibu juga sering mengingatkan saya."
Gayatri semakin bersalah atas penjelasan Rengga. Ia jadi canggung mengatakan sesuatu. Beberapa saat kemudian, Galih menggandeng tangan pamannya, mengajak bermain di sekitar taman.
Ratna lalu memberi salam pada Gayatri, mengecup punggung tangannya dengan sopan. Sedangkan, Arum acuh dan menjauh. Kehadiran Gayatri masih asing bagi anak tersebut.
Tetapi, Ratna yang merupakan anak sulung paham bagaimana harus menghormati Ibunya. Meskipun, ia sendiri belum bisa menyukai Gayatri.
"Ibu dengar status kamu sudah dipingit. Apa benar?" tanya Gayatri memulai topik.
Ratna mengangguk singkat, "Nggih, Bu." Tentu jawabannya membuat Gayatri memikirkan berapa usia anak tirinya itu.
Seusai menemani Rengga bersama anak-anak, Gayatri memilih pergi ke dapur untuk membantu memasak, walau jika ketahuan itu bisa menimbulkan masalah besar.
"Yu, umur Ratna berapa?" Gayatri bertanya pada Yu Asri saat diperjalanan.
"Ndoro Ajeng Ratna baru umur 14 tahun, ndoro."
Gayatri terbelalak mendengar jawaban Yu Asri, itu artinya selisih dirinya dengan Ratna hanya 2 tahun. Bayangkan ia lebih mirip menjadi kakak dibanding seorang Ibu bagi Ratna. Entah apa perasaan ini juga ada di benak putri sulungnya itu? Makanya ia sulit menerima keberadaannya.
"Yu, seharusnya saya jadi teman Ratna, bukan Ibu kalau begini," ujar Gayatri tidak habis pikir.
"Tetapi ndoro, ini sudah beda cerita. Raden Abimana telah menikahi ndoro. Ndoro Ratna harus tetap memanggil Ibu." Penjelasan Yu Asri hanya diangguki singkat oleh Gayatri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri : Bukan Yang Pertama
RomancePernahkah kamu membaca sebuah cerita yang berakhir sad ending karena pemeran wanitanya meninggal? Kemudian, pemeran pria harus terus menjalani hidup tanpanya. Mungkin, ini kisah di mana pemeran pria akhirnya menikah kembali dengan wanita lain disaa...