KISHIGA MENATAP DENGAN KOSONG.
Lengan kirinya tidak berdaya sewaktu Gaki menancapkan kukunya semakin dalam. Ia tidak lagi berusaha menggapai bayonet di pinggang. Tubuhnya pun sudah menyerah. Ia hanya bisa memandangi saat belalai dari mulut Gaki itu menyambar tepat ke arah keningnya.
Saat itulah tiba-tiba terdengar sebuah dentuman. Suara itu bergemuruh menyerupai guntur, membahana dan meretakkan udara. Kishiga bergeming. Ia mengira bahwa suara itu benar-benar raungan yang datang dari langit. Namun, sesaat kemudian ia terkejut.
Cengkeraman Gaki terlepas. Iblis itu terjengkang ke belakang. Ia terlentang di tanah, lalu bergeleparan seolah-olah dilanda rasa sakit yang 'tak tertahankan. Kishiga berusaha mengangkat tubuhnya bangkit, beranjak dan menilik Gaki itu dengan heran. Sebagian dari kepala Gaki itu hancur. Sebuah lubang menganga, memperlihatkan daging yang terkoyak-koyak di dalamnya.
Angin kencang bertiup menyibak debu dan asap yang menyelimuti tempat itu. Samar-samar tercium pula aroma cordite.
Kishiga tersentak, tersadar bahwa barusan bukanlah bunyi gemuruh guntur. Seseorang, entah dari mana, telah menolongnya dengan menembak kepala monster itu.
Kishiga berjalan dengan tergopoh-gopoh menghampiri jūseiba yang tergeletak di tanah, meraihnya sembari menahan rasa menyengat di bahu. Ia mengatur napas, lalu mendekati Gaki yang masih menggeliat-geliut menahan sakit. Dengan mencurahkan seluruh tenaga, Kishiga menghunjamkan pedangnya ke dalam perut iblis tersebut. Ia mengirisnya, membuat sayatan lebar diiringi suara "rrrttt!" dari daging dan kulit yang terbelah.
Titik paling fatal pada Gaki adalah perutnya yang menggembung. Tusuk sedalam-dalamnya, iris sekuat-kuatnya. Itulah satu-satunya cara untuk "membunuh" Gaki.
Begitu Kishiga berhasil membelah perutnya, Gaki itu menegang dengan tubuh melengkung menjauhi tanah. Ia mendesis panjang, nyaris seperti sebuah erangan yang melengking, sebelum akhirnya terkapar. Diam dan kaku.
Sementara itu, Kishiga merasakan tenaga yang tadi meluap-luap dalam dirinya tiba-tiba saja padam, seolah-olah sambungan daya dalam dirinya terputus. Pandangannya semakin redup dan Sang Kapten rebah di sisi Gaki itu. Yang terdengar hanya denyut nadi yang bergejolak di pelipis, serta embusan napasnya yang kepayahan.
Dalam keadaan terombang-ambing di antara ketidaksadaran, Kishiga mendengar derap langkah mendekatinya. Kemudian, ia merasakan seseorang mengangkat bahunya dan menyeret tubuhnya. Terdengar pula suara beberapa orang, tetapi segala sesuatu seperti diredam, berangsur-angsur menjauh dan menghilang dari pendengarannya. Lalu, semua menjadi hitam.
***
HARI TELAH MALAM sewaktu Kishiga beranjak dari tempat tidur. Ia tersentak, sehingga membuat ranjang tempatnya terbaring berderit. Suara terkejut terselip dari bibirnya ketika mendapati dua orang prajurit yang ia kenal ada bersamanya di ruangan itu.
"Matsunaga? Sasaki?"
Letnan Matsunaga meletakkan kaleng makanannya dan beranjak menghampiri Sang Kapten. Kapten Sasaki tetap duduk memandangi dari tempatnya. Sebuah perban melingkari kening hingga menutup mata kirinya.
"Kalian masih di kota ini? Bagaimana dengan Sadayuki? Bagaimana yang lain? Kalian bertemu dengan mereka? Apa yang terjadi dengan tempat ini?" Kishiga menghujani mereka dengan pertanyaan.
Matsunaga memegang bahu Sang Kapten dan dengan perlahan mendorong tubuhnya agar kembali berbaring. Sebelum menjawab serbuan pertanyaan itu, ia terlebih dahulu mengangguk pelan, lalu berkata, "Aku sempat bertemu dengannya. Aku percaya mereka sudah berangkat menuju Kota Iwamurada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghoul's Realm
AventuraMakhluk-makhluk yang bengis dan kelaparan, membinasakan siapa pun yang mereka temui. Mereka adalah Gaki (餓鬼). Satu-satunya harapan terletak pada seorang gadis empat belas tahun, seorang pelukis sutra dari Izumo. Demi membawa gadis itu dengan selamat...