22年 10月 14日
14 Oktober, Tahun ke-22 Tenshō. 1915.
Pagi Hari.——————————
LANGIT BERWARNA KEEMASAN. Bayang-bayang memanjang menuju barat, meregang seperti kue mochi berwarna hitam. Hujan rintik-rintik membasahi Kyoto, dan mengeluarkan desis ketika bersentuhan dengan nyala api yang membara.
Api menyelimuti atap dan dinding bangunan "Sakiori". Asap membubung tinggi.
Sebuah truk kecil mendekati Kishiga, Kutabe, dan Samebito, kemudian berhenti tepat di pinggir jalan. Sisi kanan berada di sisi yang berlawanan dari mereka. Terdengar suara pintu yang terbuka dari sisi tersebut, lalu seorang lelaki berlari mengitari truk itu untuk menjumpai mereka bertiga. Seorang lelaki tua.
"Kapten Kishiga?" tanya lelaki itu.
Kishiga menoleh dan berdiri, lalu mengangguk pelan.
Lelaki tua itu baru menyadari keberadaan tubuh Kapten Ōyama yang duduk terkulai, karena ia sejenak terhenyak sambil memegangi dada. "... Apakah ini ...."
Kishiga kembali berpaling kepada mayat Kapten Ōyama. Ia berdesah pelan. Tetesan hujan menggenangi rambutnya, mengalir melalui wajah dan lehernya.
Sementara itu, Kutabe melangkah menuju bak truk yang ditutupi oleh kain kanvas. Ia menyingkap kelopak penutup belakang. "Kapten. Kurasa kau harus ke sini," ungkapnya. Kutabe bertubuh pendek, sehingga ia harus melihat ke dalam dengan sedikit mendongak.
Mendengar ucapan tersebut, Kishiga berjalan menghampiri Kutabe. Apa yang ia temukan di dalam sana adalah sekelompok orang. Mereka menatap balik kepada Kishiga dengan raut yang beragam: seorang wanita yang duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan mulut bak, mengerutkan tubuhnya dengan sedikit ketakutan. Pria yang duduk berseberangan dengan wanita itu memandangi Kishiga sembari membungkuk. Ia berusaha tenang, meskipun ketegangan terpancar darinya. Seorang gadis muda mengintip dari ujung barisan.
Kira-kira, semua terdiri dari tujuh orang.
"Ada baiknya mulai sekarang Anda mengenali orang-orang ini, Kapten." Kutabe mundur selangkah, memberi ruang bagi Kishiga.
Tidak diragukan lagi, orang-orang tersebut adalah para pelukis kain sutra dari Izumo, yang harus ia kawal dengan selamat hingga tiba di Edo. Kapten Kishiga mengamati mereka satu per satu. Kesan pertama yang tercetus dalam benak Kishiga adalah sesuatu yang terkesan asing.
Para pelukis kain sutra adalah golongan yang terpandang. Mereka memegang peran penting dalam berbagai upacara kerajaan Dinasti Kiku. Konon, para kaisar dan kesatria terdahulu meminta petunjuk mereka sebelum menentukkan rencana perang. Para pelukis kain sutra, meskipun menempuh hidup yang hampir serupa dengan biarawan, memiliki posisi politik yang berpengaruh. Banyak dari mereka diangkat menjadi pegawai Dinasti Kiku dan tinggal di istana-istana. Pakaian yang mereka kenakan selalu terbuat dari sutra.
Namun, orang-orang yang ada di hadapan Kishiga itu tidak menyiratkan kesan pelukis kain sutra yang ia kenali selama ini. Pakaian mereka usang. Debu berwarna cokelat cerah menempel pada celana dan sepatu mereka. Penampilan orang-orang itu lebih menyerupai pengungsi perang.
"Barangkali, itu bagian dari penyamaran," pikir Kishiga. "Saat ini keberadaan mereka diperebutkan dan nyawa mereka sewaktu-waktu bisa terancam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghoul's Realm
مغامرةMakhluk-makhluk yang bengis dan kelaparan, membinasakan siapa pun yang mereka temui. Mereka adalah Gaki (餓鬼). Satu-satunya harapan terletak pada seorang gadis empat belas tahun, seorang pelukis sutra dari Izumo. Demi membawa gadis itu dengan selamat...