Dua hari setelah kejadian itu, Tika akhirnya membuka matanya, orang pertama yang dia lihat adalah sosok suaminya yang bersandar di kursi dengan mata terpejam sambil menggenggam tangannya. Merasakan ada pergerakan, Vano terbangun dari tidur singkatnya.
"Sayang, kamu sudah sadar? apa ada yang sakit?" Vano kembali memeriksa keadaan isterinya, meski terselip rasa sedih, rasa takut dan khawatir sebisa mungkin tidak menampakkannya di depan isterinya.
Tika hanya menggelengkan kepalanya membalas suaminya, Tika mengangkat tangan lemahnya mengelus wajah suaminya, masih ada rasa sesak yang dirasa, namun dia menyadari dirinya tidak akan bertahan lama kecuali mendapat mukjizat dari Allah.
"Mas minta maaf atas semuanya. Semua tidak seperti yang kamu pikirkan, memang Wita mengajak aku balikan dan meminta untuk dijadikan yang kedua, tapi aku menolaknya mentah-mentah. Tidak ada perasaan lagi untuk dia selain rasa kasihan saja, dia selalu mencari cela bagaimana agar aku bisa menemuinya. Tapi aku berani bersumpah demi Allah dan anak-anak kita sayang, hanya kamu yang Mas cintai hanya kamu dihatiku, Mas tidak mungkin dan tidak akan pernah mengkhianati kamu.
Vano berusaha menjelaskan semuanya meski masih ada setitik keraguan. Tika berusaha mempercayai suaminya dan merasakan kelegaan, hanya satu yang terpikirkan sekarang yaitu anaknya.
"Apakah anak kita selamat?" tanyanya dengan suara lemahnya.
"Alhamdulillah, dia terselamatkan. Sekarang di ruang NICU."
Decit suara pintu terdengar terbuka langkah kaki memasuki ruang ICU itu.
"Kamu sudah sadar Tik?" tanya Ainun yang menggenggam tangan sahabatnya. Tika hanya membalasnya dengan anggukan dan senyum kesedihan.
"Diluar ada Zaza dan Alby juga keluarga kamu Ayah dan Ibu, Hulwa dan Rainy yang baru saja tiba dari Bandung bersama Paman Bibimu, Oiya kedua mertuamu juga bersama mereka sekarang," jelas Ainun.
Pandangan Tika beralih menatap suaminya seolah meminta sesuatu, entah mengapa kali ini Vano cukup peka.
"Kamu mau apa sayang? apa yang bisa Mas lakukan untukmu."
"Aku ingin pindah di ruang perawatan." pintanya lemah.
"Sayang!"
"Please Mas." mohonnya menggenggam tangan suaminya.
"Baiklah, Mas akan memindahkanmu." setelah mengucapkan itu, Vano keluar dari ruang ICU mencari beberapa orang perawat untuk membantunya memindahkan semua alat-alat bantu dan juga isterinya ke ruang VVIP. Sebenarnya Vano ingin memindahkan Tika ke ruangannya tapi dia ragu akan keadaan isterinya yang sewaktu-waktu kembali kritis dan ICU cukup jauh dari ruangannya.
Kini mereka bisa masuk semuanya melihat keadaan Tika, dan inilah maksudnya mengapa dia ingin dipindahkan, juga ada sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada keluarganya.
Sang anak yang sebentar lagi berusia dua tahun itu mengulurkan tangannya ke ibunya, dia SHEIKA LUBNA.
"Sini sama Ayah sayang, Bunda masih sakit," bujuk Vano, tapi si anak tetap menolak dan memberontak digendongan Opanya.
"Ndaaa..." panggilnya memekik.
"Mau sama Aunty?" tawar Hulwa yang kini air matanya sudah mengembun.
"No! au Unda." tolaknya mengibaskan tangannya.
Tika hanya bisa meringis melihat anaknya, ada rasa perih tak terpatri, tak rela meninggalkan anak-anaknya.
"Ayah, Ibu. boleh aku meminta sesuatu?" tanyanya masih dengan nada yang lemah, setelahnya pandangannya tertuju kepada kedua mertuanya orang tua dari Vano. "Pak, Bu." lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TURUN RANJANG 2 "ENDING"
RomanceSetelah Alby yang menikahi adik iparnya sendiri kini kejadian itu terulang kembali kepada sang sahabat, Turun ranjang. Menikahi adik iparnya sendiri demi sebuah permintaan meski terkesan memaksa. dr. Vano, mau tidak mau menikahi adik iparnya sendiri...