PART《8

6.5K 340 10
                                    

Sebelum masuk ke dalam kamar membersihkan dirinya Vano terlebih dahulu ke ruang keluarga melihat Rainy yang sibuk dengan laptopnya.

"Papa.." panggil Una mengerucutkan bibirnya

"Iya sayang?"

"Mama natal," lapornya.

"Mama kenapa hmm?" tanya Vano mengusap puncak kepala putrinya sedang Rainy mendongak mengerutkan alisnya kearah Una.

"Mama aya-ayah ama Una," adunya lagi.

Vano melirik kearah Rainy yang sok sibuk dengan laptopnya padahal dia ketar-ketir diadukan oleh Una.

"Mama iyang Una nakna unda uwa, tang nakna mama," huwaaa ... kini Una menangis lagi ketika mengingat ucapan Rainy padi tadi.

Kembali Vano melirik kearah Rainy yang juga melihat kearahnya.

"Abisnya Una Nakal gak mau mandi, gak mau nurut sama Mama," Akhirnya Rainy membalasnya sebelum wajah Vano berubah menyeramkan.

Una masih menangis dipangkuan Vano yang kini sibuk membujuknya, belum juga lelahnya hilang kini bertambah lagi, melihat itu Rainy sedikit iba.

"Sepertinya Ayah kamu lelah, sini sayang sama Mama yuk,"

Tapi Una justru semakin menangis membuat Rainy mengira jika Una ngambek kepadanya.

"Tan Yah, Papa."

"Ooh iya lupa, sini sama Mama kasian Papanya lelah," bujuknya lagi.

Kini Una sudah berpindah kepangkuan Rainy, terlepas dari putrinya Vano beranjak masuk ke dalam kamarnya membersihkan diri.

"Kak!" panggilnya membuat langkah Vano berhenti di ambang pintu kamar.

"Ya.."

"Teteh kemana ya, dari semalam aku tidak melihatnya.

"Kamu tidak melihatnya masuk?"

Rainy hanya menggelengkan kepalanya sementara Vano melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamarnya.

Vano bukanlah pria yang datar sedatar tripleks bukan pula pria dingin sedingin kulkas tapi dimata Rainy sekarang Vano bahkan melebihi dari itu semenjak kehilangnya isterinya.

Rainy yang masih memangku Una beranjak menuju ke kamar Hulwa, ada yang ingin diselesaikan, bukan lagi ketukan pintu yang terdengar dari dalam kamar Hulwa tapi gedoran yang bertubi-tubi

"Woii, ngapain sih gedor-gedor" kesal Hulwa."

Rainy langsung saja masuk ke dalam kamar Hulwa tanpa menunggu ijin dari pemilik kamar.

"Teteh dari mana semalam?"

"Di rumah sakit, kenapa emang?" bohong Hulwa padahal semalam dirinya tertidur nyenyak setelah berbuat ulah.

"Nih, urusin anak teteh sendiri," ucapnya menyerahkan Una ke Hulwa.

"Ai, please deh Teteh lelah bangat dari semalam ga ada istirahat," kilah Hulwa memelas, yang untungnya juga Una mengeratkan pelukannya digendongan Rainy.

"Terus ngapain disini bukannya kamar ini sekarang milik aku ya, pindah gih di kamar suami Teteh, nyusahin aja sih kalian berdua," kesal Rainy.

"Lagian juga ngapain kamarnya dikunci?" lanjutnya lagi.
Seakan kehabisan kata, Hulwa hanya diam saja memikirkan alasan lagi.

"Gak bisa dibiarin nih berlajut kek gini, lama-lama aku stress, jujur nggak ya," batin Hulwa.

"Teh ..." lirih Rainy.

"Maksudnya apa sih ngelakuin ini semua ke aku? mengajari Una ini itu, yang nikah itu Teteh yang jadi isteri kak Vano itu Teteh, kenapa harus aku yang dipanggil Mama, kenapa harus aku yang tidur di kamar Kak Vano, sedang Teteh sendiri di kamar ini, tolong jelasin ke aku teh." ungkap Rainy.

TURUN RANJANG 2 "ENDING"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang