Persiapan Pernikahan (Bagian pertama)

140 9 2
                                    


Keesokan harinya, Charlotte duduk sambil makan sarapan dan menatap sepiring roti dengan selai stroberi, dan secangkir teh hangat. Sebenarnya sebuah tradisi di keluarga Rutledge seluruh anggota keluarga menyantap sarapan pagi. Charlotte duduk di salah satu sisi meja panjang yang terbuat dari kayu gelap. Evander duduk di sampingnya, ayahnya duduk di kepala meja dan Ibu nya duduk di ujung meja. Ruangan terang karena paparan sinar matahari melalui jendela rumah Charlotte.

Charlotte menunduk menatap hidangan sarapannya dan mempertimbangkan bagaimana ia akan memberitahu keluarganya mengenai kesepakatannya dengan Duke of Wolverton.

"Aku sangat menikmati pesta semalam." 

Charlotte berkomentar. Viscountess Rutledge, Sophia mengunyah sambil merenung beberapa saat.                   

"Menurutku season kali ini berjalan dengan baik."

"Omong-omong soal itu..." Charlotte berdeham.

Ia tidak mungkin menemukan percakapan pembuka yang lebih baik dari ini. Sebaiknya cepat-cepat harus ia katakan.

"Ada sesuatu yang ingin kukatakan pada kalian."

"Ya, Sayang? Viscount Rutledge sedang memotong telur setengah matang di piringnya dan tidak mendongak.

Charlotte menghela napas dalam dan mengatakannya dengan terus terang, karena sejujurnya, sepertinya tidak ada cara lain untuk melakukannya. Tangan kirinya berada di pangkuan.

"Duke of Wolverton dan aku kemarin membuat kesepakatan, Kami akan menikah."

Viscount Rutledge menjatuhkan pisaunya.

Evander kakaknya tersedak teh hangat yang diminumnya.

Charlotte mengernyit, "Kupikir kalian harus mengetahuinya."

"Menikah?" tanya Viscountess Rutledge

"Dengan Duke of Wolverton? Eugene Masen Craven?" Evander mempertanyakan kembali seolah-olah ada Duke of Wolverton lain di Eathocheaton.

"Ya."

"Ah." Viscount Rutledge menatap istrinya. 

Sophia tak bisa berkata-kata. Harry Rutledge berpaling pada Charlotte.

"Apa kau yakin? Mungkin saja kau salah paham menanggapi ekspresi atau..?"

Ucapan ayahnya terhenti begitu saja. Mungkin cukup sulit memikirkan sesuatu yang bisa disalahpahami sebagai lamaran pernikahan.

"Aku yakin, Dad." 

Charlotte berkata pelan tapi jelas. Ucapannnya tenang, meskipun jantungnya menjerit di dalam dada.

"Duke of Wolverton bilang akan menemuimu besok untuk membicarakan masalah ini, Dad."

"Aku mengerti." 

Viscount Rutledge menatap telur setengah matang rebusnya dengan cemas. 

"Kalau begitu aku akan mengirim pesan untuk memberitahu His Grace, aku akan menerimanya dengan senang hati."

"Terimakasih, Dad"

"Selamat atas pernikahan mu dengan His Grace, Charlotte kau akan menjadi seorang Duchess." Ucap Evander.

"Nah sekarang aku permisi, karena banyak yang harus kupersiapkan untuk kedatangan sang duke besok."

Charlotte meninggalkan meja, sepenuhnya sadar begitu ia keluar ruangan, Ayah dan Ibu serta kakaknya pasti akan membicarakan masalah ini.

Kekagetan mereka sudah bisa Charlotte duga, sejak nama Charlotte terlihat di kolom gossip sebagai orang yang tidak menarik perhatian siapa pun. 

Tentu saja Viscountess khawatir,  satu-satunya putri yang ia punya tidak dapat menarik pria bangsawan mana pun. 

Namun, kali ini takdir Charlotte berbeda, ia akan menjadi seorang Duchess. 

The Wallflower DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang