06. Adu nasib momen🧦

47 38 162
                                    

"Woy monyet kenapa muka lo ditekuk begitu heh kenapa? Skuy cerita sapa tahu dapat solusi."

Yanto bingung mengapa orang di sekitarnya nampak sedih dan murung, virus apakah yang menjangkiti mereka semua? Apakah virus-virus cinta mematikan? Entahlah. 

"Gini ya babi gue di ghosting huaaaahhh." tangisan Cahaya menjadi-jadi sedih menyayat kalbu, Senja datang menawa bahagia tanpa di minta pergi tampa aba-aba kaya setan memberikan luka kepedihan.

"Dia ngetik pakai jari, ngomong pakai mulut kenapa baper kalau belum pernah ketemu?" Cahaya merenung apa yang Ara katakan sangat benar, tidak seharusnya dia gundah gulana sedih sampai guling-guling di aspal segala.

"Itu gebetan online apa dedemit hobi kok ngilang mendadak," cerocos Ucup seraya menyeruput teh hangat tanpa gula.

Menurut Ucup Rasenggan anaknya Bapak Markojang dan Mantan Janda paling aduhai sesekali kita harus menikmati teh tanpa gula agar tahu bahwasanya hidup bukan hanya pahit, manis, asin, pedes tatapi juga sepet.

"Namanya juga Senja, wajar saja jika dia menghilang." Cahaya rindu Senja, tatapi belum tentu Senja membalas rindunya

Merindukan seseorang sama sekali tidak perduli akan keberadaanmu memang sangat menyakitkan.

Seperti halnya beli pulsa satu juta lupa matikan data seluler, nyesek bukan maen.

"Tetapi senja selalu menepati janjinya untuk kembali lagi, jangan galau Aya. Kalau Cahaya dan Senja jodoh pasti akan bertemu." Yanto mencoba menangkan Cahaya, usahanya berhasil gadis itu berhenti menangis.

Yanto beranggapan Cahaya hanya ingin di dengar, dia butuh teman yang mampu mengerti perasaannya.

🧦🧦🧦

"Kalian anak tua diem dulu gue bocil kelahiran 2015 sedang merasakan pahitnya hidup. " Maemunah merasa sok paling menderita, sebab lagi berak malah disuruh beli bakso.

Pahit bangat kenyataan hidup yang harus dijalani oleh Maemunah.

"Sok bangat iya lu Munah, lihat noh abang lo disuruh mendaki gunung buat mencari bunga abadi dia tidak mengeluh." Ucup sebagai kakak malu memiliki adik seperti Maemunah.

Ralyn sebagai ibunya Ucup dan Maemunah sedang mengandung bayi mungil dalam perutnya. Terkadang minta yang aneh-aneh salah satuya ngidam susu kuda liar rasa soto ayam.

"Kalian kan bersaudara udahlah jangan ribut." terkadang Ara merasa iri sebab ia tak punya saudara jadi tidak pernah bertengkar dengan adik maupun kakaknya.

"Sedih bangat hiks masa gue di siram pakai air bekas cucian piring cuma karena enggak mau belikan Bakso buat Mama, kenapa sih mereka enggak mau mengerti bahwasanya perut gue mules bangat."  Maemunah mengutarakan isi hatinya.

"Lo enggak sendiri anjir gue malah disuruh kawin sama aki-aki, orang tua gue enggak paham jikalau gue cuma sayang sama Senja."

Senja ... Senja ... Tai kucing.

Yang hanya didalam serta pikiran Cahya selalu Senja, cowok itu ngontak terlalu lama dalam benaknya. Kesal sendiri jadinya, kemana harus mencari Senja? Memang sejak awal seharusnya Cahaya tidak berharap dengan orang yang tak pasti.

"Makannya cari gebetan itu yang nyata, bisa dipeluk, bisa di cium, diolah diajak jalan-jalan. Virtual doang baper, lemah bangat perasaan lo," ucap Yanto seraya menggali harta harun alias ngupil.

"Lah mending Aya cinta sama virtual daripada elo sama kambing hahaha." Ara meledek Yanto.

Semua orang menertawakan Yanto, cowok itu sudah gilaaaaa banget ciuman sama kambing.

Perempuan banyak, anak gadis banyak, janda banyak, Yanto malah menjalin hubungan dengan Juleha kambingnya Pak Ujang. Tidak habis pikir.

"Lo cinta sama mahluk fiksi hahaha." Yanto balik meledek Ara.

"Karena makhluk fiksi enggak akan bikin sakit hati, mahluk fiksi enggak akan ninggalin, ya meskipun mustahil untuk dimiliki. Yoi enggak Aya?"

"Setuju bangat."

Yanto layaknya tokoh Reanza Pahlevi yang selalu berhasil membuat Swara bahagia, senang, sedih, sakit hati dalam waktu bersamaan. Namun dibandingkan Rean, Yanto lebih gila.

Kegilaannya sudah kelewat batas.

"Munah kita pulang yuk, pembicaraan anak tua enggak bisa kita pahami, pusing." Ucup mengajak adiknya untuk pulang.

***

"Lihatlah betapa susahnya hidup gue, pengen beli nasi padang enggak ada duit cuma mampu makan pakai nasi campur minyak bekas goreng ikan asin." Curahan hati seorang Lily sangat membuat semuanya jengkel.

"Mukul anak orang dengan sejuta kerinduan dosa kaga seh?" Yanto gemas sendiri dengan tingkah laku Lily.

Iya lah ... Makanan yang Lily makan sangat sederhana tetapi minuman yang ia konsumsi mahal harganya.

"Menyusahkan diri sendiri lo mah, daripada beli minuman gituan mending beli nasi padang minumnya es jeruk paling habis empat puluh ribu, hadeh." Cahaya yang mampu beli es teh seribuan hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Biarin yang penting gaya." kelakuan oh kelakuan, emaknya di rumah makan lauknya ikan asin doang anaknya malah kebanyakan gaya.

"Starbucks mahal Ly, kasihan Emak lo banting tulang cari duit lo malah begini." Ara sedih kadang dengan matanya sendiri ia melihat orang tua Lily kekalahan berkerja tanpa istirahat semuanya demi anaknya hidup enak, eh anaknya enggak tahu diri.

"Justru gue menghargai kerja keras mereka, gaya dikit enggak apa-apa kali daripada kalian hih kampungan!!!" Duh mulutnya Lily jahat, untung Yanto, Ara, maupun Cahaya enggak waferan.

"Etdah anak sapa sih lo." Yanto memukul kepala Lily saking gemasnya. Kalau ada karung sudah dikarungin tuh bocah lumayan buat dijual ginjalnya.

"Anaknya Marpuah Mellysa Indriana Safitrialaya. Mahmud paling cakep dikampung ini." Lily tersenyum bangga memamerkan foto Mamanya pada Ara, Yanto dan Cahaya.

****

"Ara gue enggak pernah melihat orang tua lo, mereka kemana?" Cahaya bertanya.

"Turu untuk selamanya heran gue, di rumah kasur empuk mereka malah memendam diri dalam tanah, mereka enggak mengerti perasaan gue mereka ninggalin gue, padahal mereka yang janji enggak akan pergi hm."

Menyakitkan memang Ara berusaha selalu tegar, jika bukan diri sendiri yang mengerti lantas siapa lagi, sesulit apapun hidup tetaplah putus saja, masih banyak ujian yang belum di cobain.

Tetaplah hidup meskipun tidak ada gunanya ...

Sebab jengkol balado masih enak.

"Lu masih mending lah gue."

"Masih mending apanya Yanto?"

"Enggak apa apa kok Ara Cayang."

Mungkin Ara tidak seberuntung orang lain yang sedari kecil dilimpahkan kasih sayang tulus kedua orang tuanya, sebab sebelum orang tuanya tiada Ara tak pernah mendapatkannya. Namun orang lain jika berada di posisinya belum tentu mampu bertahan, belum tentu sekuat Ara.

🧦To be continue🧦

𝑆𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑎𝑚𝑢 𝐵𝑜ℎ𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 || 𝑻𝒂𝒎𝒂𝒕 ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang