"Aku pulang," ucap seorang gadis cantik yang tampak begitu kelelahan saat tiba di rumahnya yang cukup besar dan mewah.
Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangannya dan berkata, "Selamat datang, Nona. Anda pasti merasa sangat lelah karena baru pulang, Nona ingin makan malam dulu? Jika iya, saya akan membawakannya ke kamar."
Namun, nona muda tersebut menggeleng dan berkata, "Tidak perlu Bibi Margaret. Aku rasanya hanya ingin mandi dan tidur. Aku terlalu lelah hanya untuk sekedar mengunyah makanan."
Mendengar hal itu Margaret menatap cemas pada nona muda yang bernama lengkap Reva Elvia Garth yang tahun ini berusia dua puluh lima tahun itu. Margaret sudah bekerja di kediaman Garth bahkan semenjak Reva belum lahir. Jadi, secara alami ia yang sudah berusia lanjut ini memiliki kasih sayang yang begitu besar pada Reva. Walaupun memang mereka tidak memiliki hubungan darah sedikit pun.
"Baiklah, Nona. Kalau begitu, selamat beristirahat," ucap Margaret dengan lembut membuat Reva ikut tersenyum dan mengangguk.
Reva pun beranjak ke kamarnya. Seperti yang ia katakan sebelumnya, ia pun membersihkan diri dan berniat untuk beristirahat. Ia tidak menemui kedua orang tuanya terlebih dahulu, karena ia yakin keduanya pasti tengah sibuk mengurus bisnis walaupun sudah malam seperti ini. "Ugh, perutku masih terasa mual saat mengingat luka-luka para pasien hari ini," ucap Reva merasa mual.
Tahun ini adalah tahun pertama bagi Reva magang di sebuah rumah sakit besar. Mengingat dirinya memang menempuh pendidikan di jurusan kedokteran yang terkenal sulit dan bergengsi, bahkan ia berhasil untuk mendapatkan tempat di perguruan tinggi elit yang terkenal sulit untuk dimasuki. Ia bekerja keras untuk menempuh pendidikan yang sulit untuk menjadi seorang dokter, walaupun sebenarnya dokter bukanlah cita-cita yang ia dambakan. Itu semua adalah keinginan orang tua Reva. Benar, selama ini Reva hidup dengan menuruti setiap perkataan dan keputusan yang ditentukan oleh orang tuanya.
Reva pun segera berbaring dan benar-benar mengistirahatkan tubuhnya yang terasa begitu lelah. Ia tertidur lelap, bahkan tanpa mengisi perutnya sama sekali. Hanya saja, tidurnya tersebut tidak berlangsung terlalu lama. Sebab dirinya terbangun ketika merasa begitu haus. Namun, saat dirinya akan minum, ia menghela napas karena gelas yang selalu ia simpan di atas nakas sudah kosong.
Mau tidak mau, Reva pun turun dari ranjangnya. Menyeret langkahnya dengan berat hati menuju lantai pertama. Atau tepatnya menuju ruang makan untuk mengambil air minum dingin. Saat dirinya akan menuruni tangga, ia melihat lampu ruang kerja ayahnya masih menyala. Cahaya itu ke luar dari celah pintu yang ternyata tidak tertutup dengan sempurna. Entah mengapa Reva pun tergerak untuk mendekat menuju ruangan tersebut.
Reva sebenarnya tidak berniat menguping, tetapi pada akhirnya ia pun menguping pembicaraan keduanya. Mengingat namanya disebutkan dalam pembicaraan keduanya. Reva selalu memiliki firasat buruk ketika kedua orang tuanya tengah membicarakan sesuatu mengenai dirinya seperti ini. Sebab setelah pembicaraan itu, beban yang Reva tanggung akan semakin bertambah dan ia akan semakin tertekan dari waktu ke waktu.
"Kau yakin akan menerima tawaran itu? Setidaknya, mari dengarkan pendapat putri kita terlebih dahulu."
Reva mendengar suara ibunya yang terdengar cemas. Namun, sesaat kemudian Reva mendengar suara ayahnya yang berkata, "Tidak perlu. Sebagai seorang putri, ia hanya perlu menuruti kita saja."
Reva menggigit bibirnya, tiba-tiba merasa sesak. Sebab berpikir jika sejak awal, ayahnya memang tidak pernah memikirkan dirinya. Hal yang ia pikirkan hanyalah membuat putrinya mematuhi perkataannya dan mewujudkan semua yang ia inginkan. Selama ini, Reva memang tidak ubahnya menjadi sebuah boneka. Di mana dirinya hanya hidup untuk kedua orang tuanya. Tidak pernah sekali pun Reva hidup bagi dirinya sendiri.
"Tapi tetap saja. Ini berkaitan dengan masa depannya. Ia akan menikah, dan bahkan orang yang akan menikah dengannya adalah seorang pria yang lebih tua dua puluh tahun darinya," ucap Helga yang tak lain adalah ibu Reva.
Perkataan ibunya tersebut benar-benar membuat Reva terkejut bukan main. Tidak hanya mengatur jurusan kuliah, gaya hidup, bahkan pertemanannya, kini kedua orang tuanya juga mengatur pernikahannya dengan pria yang usianya bahkan terpaut sangat jauh dengannya. Reva tentu saja ingin menerobos masuk ke dalam ruang kerja ayahnya tersebut. Namun, ia sadar, amukan atau tangisannya sama sekali tidak bisa mengubah keputusan ayahnya tersebut.
Reva semakin yakin, ketika dirinya mendengar Jayson—ayahnya—berkata, "Percaya saja padaku. Reva pasti akan hidup bahagia jika menikah dengan Tuan Trenton. Ia akan dimanjakan dengan kekayaan dan semua fasilitas mewah yang diberikan oleh suaminya itu."
Reva melangkah mundur ketika dirinya mendengar nama calon suami yang dipilihkan oleh sang ayah. Tuan Trenton, adalah seorang pemimpin dari keluarga Trenton yang kaya raya dan masih memiliki garis kebangsawanan. Di kota ini, tidak ada yang tidak mengenal sosoknya. Reva juga mengetahuinya, jadi dirinya sangat tidak bisa menerima fakta tersebut. Mengingat, jika Reva menikah dengan Tuan Trenton, maka Reva akan menjadi istri ketiga baginya.
Reva pun bergegas untuk kembali ke kamarnya. Lalu Reva pun mengambil tas mengemas beberapa pakaian, barang berharga, sekaligus uang tunai yang memang selalu Reva simpan untuk berjaga-jaga untuk menghadapi situasi yang tidak terduga. Reva mengganti pakaiannya dan mengenakan jaket tebal untuk melawan hawa dingin malam. Reva mengetatkan rahangnya
"Tidak. Aku tidak mau lagi hidup untuk orang lain. Aku lebih baik hidup menderita demi melakukan apa pun yang aku inginkan," ucap Reva lalu dirinya menggunakan topi dan ke luar dari rumahnya melalui balkon kamarnya menggunakan tali yang memang ia sembunyikan di belakang lemari pakaiannya.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Reva ke luar dari rumahnya secara diam-diam. Ia beberapa kali ke luar untuk bertemu dengan temannya di tengah malam. Namun, kali ini berbeda. Reva tidak ke luar untuk bertemu dengan teman atau hanya untuk melepas stress sesaat. Reva ke luar untuk sepenuhnya melepaskan diri dari ikatan yang selama ini terasa membuat dirinya hidup terikat bak hewan peliharaan yang harus sepenuhnya patuh pada majikannya.
"Maafkan aku, Ayah, Ibu. Aku tidak lagi tahan hidup dengan cara itu. Aku akan hidup dengan caraku sendiri dan melakukan semua hal yang aku inginkan. Aku harap, kalian tidak perlu mencariku lagi. Karena aku tidak pernah berniat untuk hidup dalam kekangan kalian lagi. Selamat tinggal," ucap Reva sembari menatap dinding kediaman keluarganya. Sebab dirinya ke luar dari pintu samping yang biasanya digunakan oleh para pelayan.
Setelah itu, Reva pun menurunkan topi yang ia kenakan dan bergegas pergi dengan membawa tasnya. Reva pun menghilang di ujung jalan. Tanpa tahu jika langkah yang ia ambil tersebut akan membuat keluarganya kacau, dan Reva pun tidak tahu jika langkahnya tersebut akan membawanya menemui sebuah takdri yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seratus Hari Bersama Pria Seksi
RomanceReva masih bisa menahan diri ketika hidupnya terkekang dan sepenuhnya berada di bawah kendali kedua orang tuanya. Namun, Reva tidak lagi bisa menahan diri ketika dirinya mengetahui bahwa orangtuanya akan menjodohkan dirinya dengan pria yang belum pe...