4. Menyelamatkan

486 33 1
                                    

"Aku tidak memiliki uang sepeser pun. Aku benar-benar miskin. Lalu ke mana aku harus pergi?" tanya Reva lalu menangis semakin keras, hingga membuat Dario kehilangan kata-kata.

Reva menggigit bibirnya saat dirinya sudah lebih tenang. Tentu saja dirinya malu bukan main karena dirinya sudah menangis dan mengatakan hal yang memalukan di hadapan pria bernama Dario itu. Saat ini, Reva tengah berada di kamar yang diberikan untuk dipergunakan sementara oleh dirinya. Reva juga mendapatkan pakaian ganti yang jelas lebih nyaman dibandingkan dengan pakaian yang sebelumnya ia kenakan.

Reva mematikan pintu kamarnya terkunci sebelum berbaring di ranjang yang nyaman. Lalu ia pun menatap langit-langit kamar yang tampak tinggi dan elegan. Mau tidak mau, Reva pun mengingat semua hal yang terjadi. Di mulai dari dirinya yang melarikan dari rumah, hingga berakhir dikhianati oleh Esther. Semuanya berawal dari usahanya untuk memberontak dari kedua orang tuanya.

"Apa lebih baik aku kembali saja?" tanya Reva pada dirinya sendiri.

Namun, sesaat kemudian dirinya menggeleng menolak ide itu. Sebab Reva merasa jika itu hanyalah ide yang sangat buruk. Jika dirinya kembali sekarang, bisa-bisa ia segera dikirim oleh ayahnya menuju pria tua yang memang akan dinikahkan dengan dirinya. Memikirkannya saja sudah membuat Reva merinding bukan main. Lalu pikiran Reva beralih pada sosok Dario.

Pria yang disebut sebagai tuan besar itu sungguh menawan. Walaupun memiliki pekerjaan di bidang dunia malam seperti ini, ia memiliki sebuah kebijakan yang tidak bisa diabaikan. Dario tidak memaksanya untuk menjadi wanita malam, dan malam membiarkannya pergi saat tahu jika ada bawahannya yang sudah melakukan kesalahan. Dario saat ini bahkan memberikan tempat untuk bernaung untuk sementara waktu. Namun, memang Dario tidak bisa memberikan bantuan berupa memberikan sejumlah uang pada Reva.

Reva ingat betul apa yang dikatakan oleh Dario padanya. Pria itu berkata, "Aku tidak bisa memberikan uang secara cuma-cuma padamu. Namun, aku bisa memberikan pekerjaan sementara padamu. Jika memang kau ingin mendapatkan uang untuk bekalmu pergi, kau bisa bekerja sebagai pelayan. Maka kau bisa menemui Axel untuk mendapatkan pekerjaan itu."

"Karena aku membutuhkan uang, maka aku harus menerima tawarannya. Setidaknya aku harus bekerja beberapa saat di sini, sebelum benar-benar pergi sejauh mungkin," ucap Reva memutuskan untuk menerima tawaran Dario untuk bekerja di rumah hiburan tersebut.

Toh, Reva tidak akan bekerja sebagai wanita penghibur. Ia malah akan bekerja sebagai seorang pelayan. Walaupun pada kenyataannya, Reva juga tidak bisa meremehkan pekerjaan seorang pelayan. Terlebih mengingat dirinya yang memang tidak memiliki pengalaman bekerja. Karena terlalu diatur, Reva memang tidak memiliki banyak pengalaman dalam hidupnya. Termasuk pengalaman dalam berteman atau bahkan bekerja part time.

"Sekarang aku harus tidur. Setidaknya aku harus bangun lebih pagi untuk bekerja," ucap Reva terlihat bertekad. Ia tidak ingin menyesali keputusan yang sudah ia ambil. Karena itulah, kini dirinya hanya berusaha untuk menjalani semuanya dengan usaha terbaik yang ia miliki.

"Ya. Aku tidak akan kembali ke rumah yang tidak pernah terasa seperti rumah itu," ucap Reva lalu memilih untuk memejamkan matanya. Berusaha untuk tidur di tempat asing tersebut.

***

"Kau sudah mengerti?" tanya Axel pada Reva yang kini sudah mengenakan seragam pelayan rumah hiburan. Reva yang mendengar pertanyaan tersebut pun mengangguk.

"Sudah. Tapi aku tidak yakin, apa aku bisa melakukannya dengan benar. Aku tidak memiliki pengalaman," jawab Reva jujur membuat Axel frustasi.

Axel ditunjuk oleh Dario untuk mengurus Reva. Sungguh, Axel sendiri tidak mengerti mengapa tuannya itu memberikan kebaikan yang berlebihan seperti ini untuk Reva. Selain melepaskan Reva agar tidak menjadi wanita malam di sana, Reva juga diberikan kamar serta pekerjaan. Kebaikan yang tidak pernah Dario tunjukkan sebelumnya. Namun, Axel tidak bisa berkomentar apa pun pada Dario, selain patuh. Sebab kepatuhan adalah hal yang nomor satu di sini.

Axel pun berkata pada Reva, "Kau harus bekerja dengan baik. Ingat, Tuan Besar sudah berbaik hati memberikan tumpangan sekaligus pekerjaan untukmu. Setidaknya bekerja dengan baik selama satu minggu ini. Lalu setelah itu, kau bisa angkat kaki dari sini, dan jangan membuat Tuan Besar kembali repot mengurusmu."

Mau tidak mau, Reva mengangguk. Ia juga tidak ingin berada di tempat itu terlalu lama. Sebab Reva merasa jika tempat tersebut terlalu berbahaya baginya. Tidak hanya menyediakan tempat hiburan, tempat ini juga menyediakan ruangan privat untuk pertemuan rahasia. Jelas Reva bisa menebak bahwa ada hal besar yang terlibat dengan tempat tersebut.

Waktu satu minggu baginya cukup untuk mendapatkan uang. Sebab gaji dihutung perhari, dan Axel berkata bahwa Reva bisa menerima gajinya setiap minggu. Jadi, hitungan satu minggu kerja, akan cukup dan sesuai bagi dirinya. Reva saat ini menggunakan identitas sebagai Iris. Tentu saja ia tidak ingin meninggalkan jejak di sana, jadi lebih baik dirinya menggunakan nama samara. Toh, ternyata Esther juga tidak menyebutkan nama aslinya ketika menjualnya ke tempat hiburan malam tersebut.

Setelah pengarahan, Reva dan beberapa pelayan lain bekerja dengan baik. Reva sendiri mendapatkan tugas untuk melayani dan membersihkan di lantai ketiga. Lantai di mana ruangan VIP berada, dan banyak ruangan privat yang disediakan untuk disewa dengan berbagai kegunaan. Reva dan beberapa rekannya ditugaskan untuk menyajikan minuman ke sebuah ruangan yang paling besar.

Untungnya, Reva yang cepat belajar memang bisa beradaptasi dengan sangat baik. Jadi, dirinya sudah bisa mengerjakan tugasnya dengan baik, di mana dirinya bertugas untuk menyajikan minuman. Ia bahkan bisa membawa nampan berat tanpa terlalu sulit. Kini Reva dan rekan-rekannya memasuki ruangan. Namun, karena Reva berada di belakang barisan, jadi ia belum sempat melihat kondisi apa yang terjadi di ruangan privat tersebut.

Ia lebih dulu mendengar suara pecahan kaca disusul dengan jeritan teman-temannya. Lalu Reva pun memanjangkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi. Lalu dirinya pun terkejut bukan main saat melihat seorang pria yang tertusuk pisau tepat pada dadanya. Darah jelas tercecer di sana. Salah satu rekan Reva terlihat akan mencabut pisau tersebut karena orang yang terluka tampak meminta untuk dibantu mencabut pisau tersebut.

Saat itulah Reva beteriak, "Jangan dicabut! Atau pendarahannya akan semakin parah!"

Lalu Reva bergegas mendekat untuk memeriksanya, dan mengabaikan apa yang terjadi di sekitarnya. Reva pun berskonsentrasi untuk membantu, hingga tidak menyadari bahwa Dario dan Axel sudah tiba di sana dan terkejut dengan penanganan yang diberikan oleh Reva. Gadis yang kemarin masih menangis dan memohon untuk dilepaskan, kini tampak berbeda ketika meminta beberapa kain bersih dan kotak P3K untuk penanganan darurat.

"Tangannya sepertinya terampil," ucap Axel mengamati gerakan tangan Reva yang sama sekali tidak canggung menangani seseorang yang saat ini jelas terlihat mengalami pendarahan hebat tersebut.

Reva berusaha untuk memperkirakan bilah pisau tersebut melukai titik apa saja. Lalu pada akhirnya Reva menggeleng. "Ini tidak akan berhasil. Kita harus segera memanggil ambulans," ucap Reva.

Saat itulah Dario berkata, "Tidak ada ambulans di sini. Tidak boleh ada siapa pun yang menghubungi ambulans."

Reva yang mendengarnya tentu saja menatap Dario dengan kening mengernyit. "Jika tidak segera mendapatkan penanganan lanjutan, ia akan mati karena pendarahan. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, atau setidaknya panggil dokter yang bisa menanganinya," ucap Reva.

Namun, Dario menggeleng. "Tetap tidak bisa. Kejadian ini tidak boleh diketahui oleh pihak luar. Sebenarnya ada dokter khusus yang kukenal dan bisa menangani ini. Namun, kini ia tengah berada di tempat yang jauh. Jadi, sekarang pilihannya hanya satu. Jika kau ingin menyelamatkannya, maka kau sendiri yang harus menyelamatkannya," ucap Dario membuat Reva terkejut.

Reva tidak bisa berpikir dengan jernih hingga spontan berkata, "Aku tidak bisa melakukan apa pun di saat aku tidak memiliki alat yang tepat untuk menyelamatkan nyawanya."

Dario pun tersenyum dan menunjuk dua tas di tangan Axel. "Tidak perlu cemas. Kami sudah selalu bersedia untuk situasi seperti ini. Semua alat yang kau butuhkan pasti ada di dalam ta situ. Jadi, kau bisa menggunakannya dan selamatkan pasienmu itu," ucap Dario membuat Reva menggerutu dalam hatinya.

"Sial, kenapa aku terlibat dalam masalah ini?" tanya Reva.

Seratus Hari Bersama Pria SeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang