23. Tidak Pernah Berubah

144 14 1
                                    

"Apa ini?" tanya Reva saat membuka pintu kamar di lantai empat saat mendengar suara ketukan pintu.

Lantai empat yang sudah direnovasi, kini benar-benar menjadi hunian yang sangat nyaman bagi Reva. Saat melihat untuk pertama kalinya lantai yang sudah direnovasi tersebut, tentu saja Reva merasa terkejut. Ia bisa merasakan niat tulus dan upaya Dario untuk menyediakan tempat yang sangat nyaman untuknya. Ada begitu besar perhatian yang Dario curahkan pada hal tersebut, dan membuat Reva measa sangat tersentuh.

Salah satu hal yang berubah di lantai empat tersebut adalah, kini kamar Reva benar-benar tertutup. Tidak menyatu dengan bagian ruangan lain dengan dapur atau pun ruang makan. Jadi, saat ada orang yang masuk ke lantai empat, tidak akan segera melihat ruang atau tempat tempat tidur Reva. Karena itulah saat Axel mengunjungi lantai empat dan menemui Reva pun, ia harus mengetuk pintu terlebih dahulu.

Axel kini meletakkan setumpuk buku-buku tebal yang judulnya saja sudah membuat pelipis Reva menegang. Lalu Axel pun berkata, "Ini semua buku yang dikirim oleh Sony untuk Anda, Nona. Sony berkata jika semua buku ini harus Anda baca, sebab sudah sewajarnya seorang dokter magang membaca lebih banyak buku dan menambah pengetahuan."

Reva yang mendengar hal itu pun mendengkus. "Aku bukan dokter magang lagi," gumam Reva terlihat kesal.

"Ah, Sony juga menitipkan pesan tambahan ketika Nona mengatakan hal tersebut. Sony berkata, jika Nona memang kini sudah tidak lagi magang. Tapi, Nona kini bekerja di bawahnya, di mana harus patuh panya atas perintahnya sebagai senior yang sudah lebih dulu bekerja di rumah hiburan ini. Ia tidak ingin ada malpraktik, karena itulah Nona harus belajar lebih keras," ucap Axel masih dengan nada formalnya.

Reva mengernyitkan keningnya semakin dalam karena merasa kesal. Selain kesal karena tingkah Sony yang seenaknya, ia juga kesal dengan Axel yang kini berubah bertindak sangat fomal padanya. Reva tahu jika hal tersebut terjadi karea Axel ingin menghormatinya sebagai kekasih dari tuannya. Sebenarnya perlakuan Axel tersebut tidak memberikan kerugian padanya. Hanya saja, hal tersebut sungguh membuat Reva tidak merasa nyaman.

"Baiklah, aku mengerti," ucap Reva pada akhirnya. Lalu Axel pun undur diri dari ruangan tersebut. Lalu Reva yang tengah libur dari pekerjaannya pun beranjak untuk membereskan buku-buku yang dikirim Sony padanya.

Namun, di tengah itu, Reva mendapatkan telepon dari Dario. Beberapa hari yang lalu, Dario memang memberikan sebuah ponsel untuk Reva. Agar mereka bisa melakukan komunikasi ketika mereka berada di tempat yang berjauhan. Hanya saja, saat ini mereka hanya terpisah satu lantai, tetapi Dario menghubunginya seperti ini. Membuat Reva mau tidak mau tersenyum, merasa tingkah Dario ini sangat menggemaskan.

"Ada apa?" tanya Reva.

"Apa? Kenapa kau bertanya seperti itu padaku? Apa mungkin, kau tidak suka saat aku menghubungimu seperti ini?" tanya Dario terdengar seperti rengekan.

Mau tidak mau, Reva pun tersenyum saat mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja Reva merasa senang dengan apa yang Dario lakukan ini. Namun, ia malah berkata, "Bukannya aku tidak senang, tetapi bukankah terlalu berlebihan meneleponku seperti ini? Padahal kita hanya dipisahkan satu lantai saja."

"Tapi tetap saja. Saat ini aku merindukanmu dan ingin menghubungimu. Hanya saja, aku tidak bisa segera menemuimu karena ada sebuah pekerjaan yang tidak ada habisnya ini. Apa lebih baik aku tinggalkan semua pekerjaan ini dan menemuimu saja?" tanya Dario membuat Reva mengernyitkan keningnya.

Hubungan mereka memang semakin membaik dari waktu ke waktu. Mengingat mereka saling mengerti dan memahami satu sama lain. Reva merasa jika Dario memperlakukannya dengan sangat baik. Dario selalu menjadikan dirinya sebagai prioritas, seperti apa yang tengah ia lakukan ini. Hal itu, mau tidak mau membuat Reva merasa jika dirinya memang bisa mempercayai Dario. Hingga Reva bahkan berpikir untuk mengungkapkan identitasnya yang asli pada Dario. Hanya saja, dirinya memang mencari waktu yang tepat untuk membicarakan hal tersebut dengan sang kekasih.

"Tentu tidak boleh. Selesaikan saja pekerjaanmu itu. Setelah semuanya selesai, tentu saja kau bisa datang menemuiku dan menghabiskan waktumu denganku," ucap Reva menenangkan Dario agar tidak memutuskan meninggalkan pekerjaannya dan menghampirinya seperti ini.

"Aku sudah memperkirakan jika kau akan mengatakan hal ini padaku. Kalau begitu, aku akan menyelesaikan pekerjaanku ini. Ah, iya. Gina akan datang untuk mengisi lemari pendingin kita dengan bahan-bahan makanan. Jika kau membutuhkan bantuannya, kau bisa memintanya untuk melakukan apa yang kau perlukan," ucap Dario membuat ekspresi Reva berubah drastis.

Tentu saja Reva tidak memiliki keinginan untuk bertemu dengan gadis satu itu. Mengingat hubungan mereka memang pada dasanya sangat buruk. Mereka tidak menyukai satu sama lain. Seharusnya memang mereka tidak saling bertemu atau bersinggungan karena hal itu hanya akan membuat suasana hati mereka memburuk. Namun, di permukaan dirinya berusaha untuk bersikap baik-baik saja.

Reva berkata, "Baiklah. Aku mengerti."

Setelah itu, sambungan telepon pun terputus dan Reva yang berada di kamar pun mendengar suara lift dan langkah kaki di area lantai empat tersebut. Membuat Reva bergegas ke luar dari kamar dan melihat Gina yang tampak susah payah mengangkat dua kantung belanjaan besar. Lalu saat melihat Reva, Gina menjatuhkan dua kantung itu begitu saja dan beranjak menuju sofa untuk duduk dengan santai di sana. Bahkan Gina menyilangkan kakinya, seolah-olah dirinya yang berkuasa di sana.

Reva yang melihat hal itu pun melipat kedua tangannya di depan dada dan bertanya, "Apa yang tengah kau lakukan sekarang? Bukankah seharusnya kau menyelesaikan pekerjaanmu?"

Gina yang mendengar pertanyaan tersebut pun mendengkus, penuh ejekan dan berkata, "Berhenti bertindak seolah-olah kau berkuasa di sini. Lebih baik sekarang kau bersiap berkemas saja. Karena tak lama lagi, Dario pasti akan membuangmu, sebab kau tidak labih berguna."

Reva sontak mengubah ekspresinya menjadi sangat serius. "Sepertinya semua peringatan dan pelajaran yang kuberikan padamu masih belum cukup. Sebaiknya, kau yang berhenti. Sebab kini kau sudah terlalu melewati batas yang ada," ucap Reva tampak sangat kesal.

"Astaga, aku hanya memberikan sebuah nasihat. Aku takut kau pada akhirnya menangis ketika benar-benar dibuang oleh Dario," ucap Gina tampak senang karena berhasil memancing emosi Reva.

Lalu Reva pun berkata, "Sekalipun Dario benar-benar membuangku, itu sama sekali bukan urusanmu. Jadi berhenti ikut campur, dan urus saja urusanmu sendiri."

Gina berdecak dan menggelengkan kepalanya sembari melemparkan tatapan penuh dengan ejekan pada Reva. "Sungguh, aku merasa kasihan padamu. Kau seharusnya tidak terlalu percaya pada Dario, walaupun saat ini dirinya benar-benar menyatakan rasa cintanya padamu. Sebab bagi Dario, tidak ada hal yang lebih penting dibandingkan harta dan kekuasaan," ucap Gina terlihat mengejek Reva dengan terang-terangan.

Reva terlihat terdiam, karena jelas apa yang dikatakan oleh Gina saat ini mengingatkan dirinya dengan perkataan Fiona sebelumnya. Tepatnya perkataan Fiona yang menjelaskan sifat Dario sebelum mengenal Reva. Di mana Dario hanya memikirkan bagaimana caranya memperluas bisnisnya dan menambah pundi-pundi kekayaannya. Hingga dirinya hanya memikirkan keuntungan, dan tidak memiliki sedikit pun ruang dalam hatinya untuk memiliki seorang kekasih.

Gina yang melihat keterdiaman Reva pun bergegas bangkit dari posisinya. Lalu dirinya pun berdiri tepat di hadapan Reva sebelum mencondongkan wajahnya agar mendekat ke telinga lawan bicaranya itu. Sebelum berbisik, "Aku sangat mengenal Dario. Kami tumbuh besar bersama, dan aku yakin jika Dario tidak pernah berubah. Sejak dahulu, bagi Dario yang terpenting adalah uang dan kekuasaan. Hingga kau tidak memiliki tempat di dalam kehidupan Dario. Tinggal menunggu waktu baginya untuk mengusirmu."

Seratus Hari Bersama Pria SeksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang