Tombstone

50 19 8
                                    

.

.

Hantu itu...

Tidak ada—

.

.

Tapi...

Aku melihat mereka.

.

.

Ika zordick

.

The first horror story

.

TOMBSTONE

Gelap—

Jeongin—lelaki manis itu hanya bisa mendeskripsikan sekelilingnya dengan kata itu. Gelap. Tapi ia bisa melihat. Bisa melihat batu batu berserakan di sekelilingnya. Batu batu yang dia tak mengerti batu apa itu. Batu yang di atasnya bertuliskan sesuatu—tapi ia merasa samar membacanya.

Dua orang berdiri tak jauh darinya. Seorang laki laki dan yang satunya lagi adalah wanita. Jeongin melihat mereka, melihat dengan jelas dan mencoba merekam dalam memori otaknya. Ia mencari kata yang tepat untuk mendeskripsikan keduanya.

Seorang lelaki dengan rambut merah oranye seperti warna api, bola matanya yang berwarna coklat cerah dan pakaian yang—ia tak bisa menjelaskannya. Padahal ia melihatnya, tapi ia merasa ia samar untuk mengingatnya. Apakah otaknya tidak bisa diajak berkerja sama? Sementara wanita itu, wanita yang sangat cantik dengan ukiran wajah yang begitu sempurna.

Bak bangsawan Inggris abad ke Sembilan belas. Itu menjelaskan segalanya. Rambut hitamnya tergerai, agak ikal, wajahnya yang begitu rupawan dengan hidung mancung mungil dan bibir merah maroon serta mata yang terlihat—kesepian. Jeongin tak mengerti, mata kirinya mengeluarkan air mata tepat ketika bulir bening itu jatuh di kedua kelopak mata wanita cantik itu.

Mereka berdua diam. Tidak ada yang berkata sepatah katapun tapi Jeongin merasa ia akan baik baik saja, meski ia adalah orang penakut.

Jeongin kembali melihat ke sekelilingnya. Ia baru menyadari batu batu itu, mereka berbentuk seperti puzzle. Jeongin bukan seseorang yang pintar, tapi ia merasa ia tahu bagaimana cara menyusunnya. Batu batu yang bertulisan itu.

Ini mimpi.

Jeongin meyakinkan dirinya sendiri. Tapi batu batu itu terasa begitu berat. Ia tak bisa mengangkatnya. Ia menatap pada lelaki di sebelah wanita cantik yang berdiri tak jauh darinya—mencoba meminta bantuan. Lelaki itu tersenyum, senyuman yang terlihat sinis.

"Kau bisa mengangkatnya," dia menatap dalam. Jauh ke dalam bola mata Jeongin, hingga Jeongin bisa melihat di bola mata coklat terang itu pantulan dirinya sendiri. Seperti cermin.

Terangkat—

Jeongin bisa mengangkatnya, meski masih terasa berat. Jeongin mulai menyusun satu persatu batu itu. Batu batu yang di atasnya terdapat nama nama yang tak asing di benaknya.

Siapa?

Nama siapa?

Ia tersenyum ketika menyadari tinggal satu batu lagi yang harus ia susun dan puzzle itu akan menjadi lengkap. Ia mengangkat batunya dan—

Mata Jeongin terbuka, napasnya terdengar memburu dan ia menatap ke sekelilingnya. Ini bukan tempat gelap dengan batu batu tadi. Ini kamar Changbin.

Ia melihat ke samping kanannya, ada Changbin di sana. Tertidur dengan sangat lelap. Jeongin menghela napasnya, ia akan tertidur kembali. Tubuhnya terasa sangat lelah.

GHOST [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang