6

17 3 3
                                    

Jenna membawa Rakanarja ke ayunan kayu di halaman samping.

"Gue selalu ada buat lo. Lo bisa cerita ke gue." El mengucapkannya dengan kaku.

Ia takut kalau-kalau Jenna terus memendam penderitaannya, rasa sakitnya dan segala yang dirasakannya itu pasti akan berakibat pada kondisi mentalnya.

Menghela napas...

"Semuanya bilang gitu." Suara aneh orang yang habis menangis berlebihan terdengar tak enak.

El menatap Jenna penuh arti.

"Ya lo punya banyak orang yang mau diajak berbagi cerita-"

"Tapi gak semuanya bisa mengerti." 
Memotong cepat ucapan El. Jenna menatap cowok itu sendu.

"Banyak orang yang bisa dengerin cerita...
Tapi gak semuanya bisa memahaminya.
Mereka cuma mendengarkan bukan merasakan. Mereka gak tau gimana rasanya."

"Tapi mereka pasti berusaha ngertiin lo-"

"Kalau gak?"

.

"Negatif dua puluh lima."

"Salah."

Jenna menunduk.. jawaban yang dilontarkannya salah, rasa kecewa menyelimuti hatinya. Jika hanya salah satu tak apa tapi, ini sudah ketiga kalinya Jenna salah menjawab pertanyaan.
Dia tidak belajar semalam padahal sudah tahu bahwa hari ini akan diadakan ulangan matematika lisan.

"Kenapa Jenna? gak biasanya kamu kayak gini."
Feni, guru matematika yang sangat baik perhatian dan tidak cerewet.

Jenna hanya diam tatapannya masih menunduk kebawah.

"Mikirin nyokapnya tuh Bu!"

"Iya lagian masih dipikirin aja!"

"Lo bisa fokus gak sih?"

"Nyokap lo udah mati ngapain masih lo pikirin? Kalo kangen nyusul mati aja sana!"

Brakk...

"LO GAK TAU RASANYA! LO GAK NGERTI GIMANA PERASAAN GUE KARENA NYOKAP LO MASIH ADA!
LO BAYANGIN AJA GIMANA RASANYA PAS DITINGGALIN SAMA WANITA YANG BERTARUH NYAWA NAHAN SAKIT CUMA BUAT NGELAHIRIN LO, YANG CAPEK NGURUSIN LO, CAPEK NGEDIDIK LO!"

"PARAHNYA LAGI, SELAMA DIA HIDUP DI DUNIA LO BELUM SEMPET BIKIN DIA BANGGA! LO BELUM NUNJUKIN KESUKSESAN LO.
ATAU BAHKAN SELAMA DIA MASIH HIDUP... LO MALAH NYUSAHIN DIA!"

"LO TAU RASANYA?! KALO LO GAK TAU APA-APA MENDINGAN LO DIEM AJA!"

Jenna pergi keluar meninggalkan kelas beserta seisinya yang terdiam gugup.

Feni meneteskan air matanya melihat Jenna yang sudah banyak meneteskan air mata sejak mendengar ucapan siswa-siswa yang menusuk.

"KALIAN GAK SEHARUSNYA BILANG GITU KE JENNA!"

Feni ikut meninggalkan kelas yang harusnya ia tinggalkan satu jam lagi.

Seisi kelas terdiam semua, saling bertatapan satu sama lain dan tak ada yang membuka mulut.

Gebrakan meja yang lebih keras lagi-lagi terdengar nyaring di ruangan kuning biru itu.

Biru PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang