CHAPTER 46 |. PENGHALANG

62 4 1
                                    

Happy reading...

Jalanan terasa sepi tak ada kendaraan yang lalu lalang dan hanya diterangi lampu jalan yang redup akan cahaya. Frael menghentikan laju motornya menatap arus sungai yang mengalir begitu tenang tanpa ada yang mengusiknya.

Frael pun turun dari motor lalu mengambil batu kecil yang ada dipinggir jalan, tak berselang lama batu itu ia lemparkan ke sungai sehingga menimbulkan gelomban kecil. 

Mirip seperti kehidupan yang pada awalnya terasa ternang seperti air yang mengalir tenang namun akan berubah saat ada sebuah guncangan atau lebih tepatnya sebuah masalah yang menghampiri.

Tangan Frael menggenggam erat palang pembatas. '' Apa gue bisa ?'' gumam Frael dengan mata menatap lurus keujung sana.

Sekarang tanggug jawab yang Frael miliki sangat banyak, Arviver sekarang menjadi tanggung jawabnya disusul 3 geng motor lain yang berada di genggaman Arviver, tak cukup itu semua rasa untuk kembali lagi mulai dari awal bersama keluarganya yang amat ia takuti menjadi momok terbesar dan Frael masih sama takut akan perubahan yang slalu menghampiri terutama rasa kehilangan untuk kedua kalinya.

Angin malam yang amat dingin tak mengendahkan Frael untuk beranjak, jaket kulit yang ia kenakan sama sekali tak memberikan sebuah bantuan kehangatan yang amat ia butuhkan. Matanya memejam sejenak, berusaha semaksimal mungkin menetralkan perasaan yang ada karena perasaan yang tak tenang bisa mempengaruhi akan kesehatannya.

Suara dentuman keras terdengar seperti sebuah gesekan antara aspal dan sebuah benda keras lainnya. Suara itu memekik telinga sehingga  Frael menolehkan esitensinya ke sumber suara.

Darah bercucuran memberikan warna baru di aspal yang kebanyakan di dominasi warna hitam gelap.

Frael langsung berlari dan berjongkok menghampiri pengendara yang mengalami kecelakaan tunggal, nafasnya memburu dengan gerakan sigap Frael memanggil ambulan dan menekan pendarahaan yang ada di kepala dengan jaket miliknya.

Bibirnya ia gigit dalam dalam rasa khawatir menyeruak di hati, ia bingung harus apa selagi menunggu dan menahan darah yang semakin banyak keluar dan satu hal yang ia harapkan dalam situasi seperti ini adalah penyakitnya tak kambuh .

" Please gue mohon Lo harus bertahan."

****

Langkah Frael lunglai, pandangannya kosong sungguh sangat mengenaskan dengan baju putih yang ia kenakan penuh dengan rona warna darah.

Nuansa rumah yang gelap tanpa ada pencahayaan membuat rasa takut yang Frael tahan semakin bergejolak tak karuan. Nafasnya memburu dengan gerakan cepat Frael melangkah menuju kamarnya dan menutup pintu kamarnya rapat rapat.

Tubuhnya merusut kelantai, tangannya bergetar tak karuan, tak berselang lama tangis pun pecah, Frael sungguh takut ini sangat mengingatkannya kembali pada peristiwa itu.

" Mama... Maaf." Rintih Frael.

Dan tak berselang lama suara gaduh memenuhi telinganya, Frael tak lagi bsa mengntrol itu semuanya sehingga Frael memilih menyerah dan hanyut dalam kegelapan yang kembali memeluknya dengan erat.

*****

" Oi." Panggil Gatra

Frael memutar matanya malas. Hei dia itu punya nama kenapa dipanggil oi. Sungguh ia ingin merobek robek mulut Gatra sekarang juga. 

'' To the points.'' ketus Frael yang tak ingin basa basi. 

Gatra mendengus. '' Ye.'' ucapnya tak kalah ketus dan menarik kursi didepan Frael disusul tangannya yang  langsung menyambar minuman milik Frael sampai kandas tak tersisa.

FRARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang