Part 2 | Sebuah Takdir

324 18 0
                                    

"Kalau misalnya aku tetap ngejauh gimana?" tanya Vanila lagi.

"Aku tetap bakal berjuang.

"Kalau aku benci ka–"  Reflek Denan memeluk Vanila "Aku akan tetap menyukaimu Vanila."

Vanila terdiam, ia mematikan kamera. Ada kesedihan yang bisa gadis itu rasakan dari kalimat yang Denan lontarkan.

"Jangan pernah berkata seperti itu, aku membencinya," desis Denan membelai rambut Vanila yang terurai di punggung.

"Nggak akan, aku nggak akan berhenti menyukaimu, sampai akhir hayatku." Vanila memeluk erat Denan, menenggelamkan wajah di pundak pria itu.

Denan merasakan mobil terombang ke samping kanan dan kiri, "Ada apa, Pak Somad?" tanyanya khawatir.

"Banyak batu kerikil di depan, Pak, saya juga melihat ada truk besar."

Dari depan Truk itu melaju cepat, mengambil alih jalanan tidak memberi peluang bagi pengendara lain untuk lewat, punggung truk terlihat hampir kehilangan keseimbangan, mobil yang dikendarai Pak Somad mencoba untuk menghindar.

Tentu saja itu membuat Vanila dan Denan panik dari dalam mobil.

"Pak Somad kumohon berhati-hatilah," ucap Vanila mengenggam tangan Denan.

"Nyonya Vanila tenang saja," ujar Pak Somad.

Mobil terombang ke kanan, lalu ke kiri, truk dari depan semakin terlihat jelas melaju lebih cepat dari sebelumnya, Pak Somad menekan rem, memutar kemudi ke samping kanan, untuk menghindar. Namun ....

Bruk!

Genggaman Vanila terlepas dari Denan perlahan. "Aku mencintaimu, De–nan."

Para warga yang melihat insiden itu, berlari menghampiri mobil hitam Avansa yang kini berasap usai menabrak tiang listrik, sementara truk bermuatan ton itu terguling ke jurang, ikut mengeluarkan asap.

Salah satu warga bergegas menelpon nomor darurat pemadam kebakaran, guna menangani insiden tersebut.

Tak lama mobil Ambulance datang, turun beberapa perawat membawa tandu, setelah asap dari mobil berhasil padam begitupun api yang menjalar dari truk ikut padam.

***

Denan membuka mata perlahan, melihat di sekelilingnya dibatasi dengan tirai, ia melihat di pergelangan tangannya diinfus dengan cairan, ada sesuatu di keningnya, Denan menyentuhnya sangat mudah ditebak itu perban yang melilit di kepala pria itu.

"Vanila, di mana Vanila." Denan melihat di sekeliling hanya ada ia seorang diri, dan nakas di samping ranjang.

"Apa yang terjadi, aw!" ia memegangi kepala, yang terasa berat.

Denan menarik tirai di sisi kanan, nampak seorang gadis berkulit putih susu tertidur dengan infus yang sama di pergelangan tangannya.

"Vanila ...."

Denan beranjak dari tempat tidur, ikut menggeser infusnya yang tergantung, ia duduk di kursi menghadap Vanila, mengenggam tangan gadis itu, "Seharusnya itu tidak terjadi." Ia membelai rambut Vanila.

Tiba-tiba tirai terbuka dari belakang, Ratna datang langsung memeluk Denan, "Syukurlah, kau tidak apa-apa, Nak."

Dari belakang, Adijaya datang bersama Admawijaya dan Sinta.

Admawijaya langsung mencium kening Vanila, ia begitu menghawatirkan putri semata wayangnya, sementara Sinta mengenggam tangan Vanila mengelus pucuk kepala putri kecilnya.

"Bagaimana ini bisa terjadi, Denan?" tanya Adijaya.

"Itu hanya kecelakaan yang tak di sengaja, Pa."

"Lagipula pelakunya mungkin sudah ditangani, pihak berwajib," perjelas Denan.

Imamku Jenderal Tentara : Denan & VanilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang