"Kami menemukan luka dalam bagian kepalanya, tapi tenang saja kami sudah menangani itu, ia membutuhkan waktu istrahat cukup untuk pulih," perjelas Dokter Marvel.
"Vanila sudah sadar?" tanya Denan.
Dokter Marvel menggeleng, "Ia belum siuman, itu lebih baik, dengan begitu Nona Vanila mampu mengistrahatkan tubuh."
"Sampai kapan?" tanya Denan lagi.
"Kami tidak bisa perkirakan secara tepat, tapi kemungkinan besar selama dua pekan lamanya."
Denan menghela berat, Ratna yang berada di sisinya mengelus pundak sang anak. "Yang sabar ya, Nak."
***
Hari-hari terus berlalu, Denan sudah pulih. Ia menjalani hari seperti biasa, tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang Tentara ia tidak pernah melihat jabatannya sebagai Jendral, tapi mengingat apa sumpah dan janji yang telah diucapnya untuk mengabdi pada negara.
Datang pagi ke kantor, pulang malam ke rumah sakit menjaga Vanila, saat pagi sampai sore yang menjaga Vanila adalah Ratna dan Sinta, jika malam tiba yang menggantikan mereka ialah Denan.
Setiap hari sebelum berangkat kerja, Denan membersihkan wajah, kedua telapak tangan dan telapak kaki sang istri dengan tissue basah, setelahnya ia akan mencium kening gadis itu.
Asal tahu saja, akhir-akhir ini Denan seringkali menyibukkan diri dengan pekerjaan, hatinya dilanda kekosongan.
Makan tidak teratur, begitupun tidurnya, setiap hari Denan menunggu Vanila membuka matanya lalu kembali mengenggam tangannya, ia rindu dengan gadis itu.
***
Pagi ini Denan harus terlambat ke kantor. Sebab Dokter Marvel memanggilnya, ada hal penting yang ingin ia bicarakan dengan Denan, ini menyangkut Vanila.
Denan berdiri dari duduknya, saat Dokter Marvel baru saja ke luar dari ruang rawat.
"Bagaimana kondisi Vanila? Apa ada yang salah, Dokter?" tanya Denan, nampak kerutan di kening.
Dokter Marvel menunduk, terlihat menghela pelan, lalu menatap Denan, "Nona Vanila sudah sadarkan diri." Ia tersenyum.
"Namun di sisi lain, saya harus mengatakan Nona Vanila mengala–" belum selesai Dokter Marvel berbicara, Denan sudah masuk duluan.
Denan menghampiri Vanila, keduanya saling adu pandang.
Denan melengkungkan senyum, menyentuh kening Vanila mengusapnya lembut dengan jempol kanan. "Bagaimana perasaanmu sekarang?" terdengar hangat dan lembut.
Vanila mengerutkan kedua alis, memandangi Denan bingung dan penuh pertanyaan.
Denan tersenyum kecil, mendekatkan bibir menyentuh kening Vanila, "Aku sangat merindukanmu." Vanila membulatkan kedua mata, reflek mendorong Denan. "Lancang sekali anda mencium kening saya!"
Denan terdiam di tempat mendengar penuturan itu.
Vanila mencoba membangunkan tubuh dengan segenap tenaga, melihat itu Denan mendekat. "Berhenti disitu! Jangan bergerak!" Vanila mencoba memperbaiki posisi duduk, walau kepalanya terasa berat, gadis itu menyenderkan punggung ke belakang.
Denan terdiam di tempat, memandangi Vanila. Berpikir apa ada yang salah dengan dirinya? Waktu berlibur di Swiss bulan kemarin, ia rasa tidak melakukan kesalahan apapun yang menyakiti Vanila. Lalu apa yang salah.
Sementara Dokter Marvel hanya diam di ambang pintu, memperhatikan keduanya, "Saya harap ini tidak menyakiti, Pak Denan," gumamnya, melipat kedua tangan depan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imamku Jenderal Tentara : Denan & Vanila
HumorUsaha Denan-Jendral muda dalam mengembalikan cinta sang istri yang mengidap amnesia. Kekanak-kanak'an Vanila yang hanya mengingat dirinya ialah gadis remaja berusia 17 tahun, membuat Denan harus mendisplikan Vanila dengan berbagai aturan ketat. Ada...