Insiden kecelakaan tiga pekan lalu masih tergiang-ngiang dibenak Denan, walau itu sudah lama peristiwa tersebut masih menyayat hatinya.
Hari ini Vanila akan pulang, seperti rencana yang telah ia susun kemarin bersama ibu dan ke dua mertuanya, sandiwara dan berbagai drama akan di mulai. Bagaimana pun misi untuk mengembalikan cinta seorang Vanila dari Denan akan bermula, mari kita lihat sampai mana perjuangannya.
Denan menyilang kedua kaki menaruh kaki kanan di atas, ia mengotak-atik handphone mencari design kamar untuk gadis, sebentar lagi istrinya akan pulang ia ingin memberi kenyamanan pada wanita itu.
Denan akan membawa Vanila pulang itu pasti!
Ia tahu Vanila tidak ingin satu kamar dengannya, ia paham kondisi istrinya itu, makanya jauh-jauh hari persiapan Denan untuk memberi kejutan pada Vanila harus matang, walau itu tak tersampaikan langsung.
Wajah Denan seketika murung, ia menghentikan jemarinya yang tadi bergerak cepat, ada serpihan dalam hati pria itu, jika suatu hari nanti ia harus menelan pil kebencian Vanila akan dirinya.
***
Vanila turun dari mobil mengenakan ransel kuning, ia dibantu Shinta untuk berjalan, sementara Admawijaya mengeluarkan semua barang dari bagasi mobil.
"Bi Ina!" teriak Shinta dari luar.
Pintu terbuka, "Non Vanila sudah pulang, toh," sambut Bi Ina, wajahnya nampak begitu senang, kabarnya ia tidak bisa ke rumah sakit menjenguk gadis itu, karena Shinta menyuruhnya untuk menjaga rumah saja, padahal Bi Ina begitu menghawatirkan Nona kecilnya sepanjang Vanila berada di rumah sakit.
"Nyonya istrahatlah, Nona Vanila biar saya bawa ke kamarnya."
Mendengar itu Shinta mengangguk, ia memberi genggaman tangan Vanila pada Bi Ina.
Beberapa pekan terakhir Shinta memang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit ke banding di rumah, sehingga waktu tidur yang ia peroleh tidak cukup, kadang wanita itu hanya curi-curi waktu ketika Vanila sudah tidur saja, sisanya ia habiskan untuk merawat putri semata wayangnya.
Ke dua alis Bi Ina nampak berkerut, ia mengedar pandangan mencari seseorang, "Tumben Non Vanila ngga bareng, Deng Denan?"
Vanila yang sudah membawa satu tangan di pundak Bi Ina, ikut mengerutkan alis. "Maksudnya?"
Shinta berbalik, ia memberi kode keras dengan sorot tatapan tajam pada wanita bertubuh bulat itu, "Bi Ina? Bawa Vanila ke kamarnya, lalu ke kamar saya. Ada yang mau saya bicarakan."
Bi Ina membungkuk, ia kemudian menutup mulut rapat, berpikir apa mungkin tadi ada yang salah dengan perkataannya.
"Maksud Bi Ina tadi, Denan? Denan siapa?" tanya Vanila ulang.
Dari kejauhan Shinta masih memantau, Bi Ina bisa melihat sorot matanya yang masih menajam, setajam silet! Sejujurnya ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana mungkin Vanila lupa akan suaminya sendiri, dan apa maksud dari Shinta yang menatapnya seperti itu setiap kali ia menyebut nama 'Denan'
Bi Ina tertawa, "Ah, maaf Non. Bi Ina suka rindu ponakan di kampung, namanya Denan. Jadi suka ke bawa-bawa."
Vanila memajukan bibir, percaya pada omongan wanita di sampingnya, ia mengangguk.
"Mari Non saya antar ke kamar."
Bi Ina menggeleng pelan, sepertinya memang ada yang salah.
Setiba di kamar, Bi Ina memilih ke luar sebentar untuk mengambilkan susu dan beberapa cemilan, sekaligus ke kamar Shinta, ia jadi penasaran apa yang ingin dibicarakan Nyonyanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imamku Jenderal Tentara : Denan & Vanila
HumorUsaha Denan-Jendral muda dalam mengembalikan cinta sang istri yang mengidap amnesia. Kekanak-kanak'an Vanila yang hanya mengingat dirinya ialah gadis remaja berusia 17 tahun, membuat Denan harus mendisplikan Vanila dengan berbagai aturan ketat. Ada...