Minggu 1

37 27 2
                                    

Kehidupanku yang biasa ini dimulai dengan keluargaku yang juga biasa-biasa saja. Aku merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Bersama dengan kakak perempuan dan kakak laki-lakiku, kami hidup berkecukupan di kota tempatku tinggal sebelumnya. Ayahku yang seorang pengusaha cukup handal dalam menjalani usahanya sehingga keluarga kami bisa mendapatkan apapun yang kami inginkan. Termasuk sebuah playstation yang menjadi awal penyebab aku menjadi seorang maniak game. Tapi kematian ayah saat aku masih duduk di kelas enam sekolah dasar yang disebabkan penyakit paru-paru, menjadi awal dari masalah demi masalah yang aku dan keluargaku akan alami.

Aku pernah menduga jika penyakit paru-paru yang dialami oleh ayahku itu adalah karena rokok-rokok yang sering dia hisap, dan hal itu membuatku ikut merasa bersalah karena akulah yang selalu disuruhnya untuk membelikan dia rokok, demi beberapa uang receh tanpa mempedulikan kesehatan ayahku. Dan gara-gara itu, sampai sekarang aku membenci dan menjauhi segala hal dengan benda sialan itu.

Setelah kematian ayah, ibuku mencoba mengambil alih dan melanjutkan usaha ayahku, tetapi gagal. Bahkan keluarga kami terlilit hutang yang sangat banyak, sehingga dua tahun kemudian, ibuku terpaksa menjual rumah yang telah diperjuangkan oleh ayah dan membawa kami pindah ke rumah nenek. Disana, aku melanjutkan sekolahku hingga aku masuk ke sekolah menengah atas, dan kedua kakakku-pun juga sudah mulai bekerja. Di saat kupikir kehidupan kami akan berjalan dengan normal, walaupun berbeda dengan sebelumnya, masalah lain kembali muncul.

Nenek mulai mempersoalkan keberadaan kami disana, bahkan dia sampai menggerutu bagaimana dia bisa mencukupi kebutuhan seorang janda yang tidak bekerja dengan seorang anak perempuan yang masih sekolah. Hal itu membuat ibuku sangat malu, dan membuatnya melakukan sesuatu yang tidak pernah kubayangkan akan dilakukannya, yaitu menikah lagi.

Aku sangat tidak ingin dia melakukannya. Aku sudah cukup dewasa untuk mengerti apa yang menjadi alasan dia berpikir untuk melakukan itu, tapi jika ibu melakukannya, bagiku itu berarti dia akan mengkhianati ayah yang telah berjuang begitu besar untukku, kedua saudaraku, dan juga untuk ibu. Tapi aku tidak bisa membuatnya menolak lamaran pria yang mencoba masuk ke dalam kehidupan kami, tidak ketika hanya aku yang tidak setuju. Dan pernikahan itu-pun terjadi, pernikahan yang bukan didasari cinta ibu kepada pria itu, tapi pernikahan yang terjadi demi diriku yang belum bisa apa-apa ini.

Aku dan ibu mulai tinggal di tempat pria itu. Dia memang baik, tapi itu tidak cukup membuatku mengakuinya sebagai ayah baruku. Kehidupan kami berlanjut tanpa ada masalah sampai aku selesai sekolah dan mulai bekerja, sehingga suatu ketika, pria itu mulai mengulangi hal yang sama seperti yang dilakukan oleh nenekku.

    Harus kuakui jika aku adalah perempuan yang pemalas. Jika tidak sedang bekerja, maka aku hanya akan menghabiskan waktuku dengan bermain game di atas kasur. Mungkin karena tidak suka melihatku bermalas-malasan, kadang pria itu mengatakan jika aku harus sedikit membantu. Aku tidak terlalu mengerti karena kupikir aku sudah sangat membantu dengan memberikan sebagian uang hasil bekerjaku, dan walaupun ibu sudah mengatakan jika aku begitu karena kelelahan sehabis berkerja, tetap saja hal itu tetap membuatnya berpikir jika aku hanya seorang pemalas. Sehingga suatu ketika, dia mengatakan sesuatu yang bisa diartikan sebagai tidak berguna kepadaku. Aku merasa segala usahaku sama sekali tidak dihargai, jadi kuputuskan untuk pergi dari situ dan hidup sendiri di sebuah kontrakan.

    Kehidupan baruku berjalan lancar, bahkan aku merasa jika seharusnya aku melakukannya sejak pertama kali mendapatkan upah pertamaku. Walaupun tidak ada lagi yang akan memperhatikanku seperti ibu di rumah, dan aku sendiri yang harus mencari makan serta mencuci bajuku, aku merasa cukup bahagia karena tidak akan ada lagi yang peduli dengan kemalasanku, serta aku bisa melakukan apapun yang kumau. Hidup sendiri dan mengurusi keperluanku sendiri tidak membuatku lupa dengan ibuku. Setiap awal bulan, aku selalu menjenguknya sambil tetap memberikan sebagian uangku. Dia selalu berkata jika aku sebaiknya kembali tinggal disana, dan ibu juga berkata jika suami barunya merasa bersalah dengan apa yang dia ucapkan. Tapi tidak. Aku memang ingin bersama dengan ibuku lagi, tapi aku juga merasa telah mendapatkan kehidupanku sebenarnya. Setidaknya itulah yang kupikirkan hingga menginjak umur dua puluh tahun.

Elli - The Adventure in Another World (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang