BAB VIII

6 2 0
                                    

HATI-HATILAH LISANMU!!

Wanita itu terbaring lemah di kasur. Sesekali ia akan berteriak kesakitan sembari memegangi tenggorokannya. Sesekali pula ia akan mengerang kepanasan dan memanggil suami atau pembantunya, atau memanggil siapapun yang bisa ia panggil di rumah tersebut.

Tubuhnya semakin hari semakin kurus. Wajahnya pun semakin terlihat pucat. Rambut panjangnya tak kalah kusut, sekusut kulitnya. Mata itu begitu sayu dan cekung, persis orang tidak tidur bertahun-tahun. Ada seperti lingkar hitam pada dua mata tersebut.

"Air?! Ambilkan air!" seru wanita itu sembari mengerang tak keruan, menggelinjang ke kanan dan ke kiri. "Tolong ...? Panas ...! Air ...!"

Jika sudah demikian, sang suami yang paling sigap dan selalu setia menemaninya pun segera berlari menghampiri istrinya. Diambilkannya segelas air, kemudian diminumkannya kepada sang istri.

"Ah, sakit ...! Tenggorokanku sakit sekali. Dada dan perutku seperti ditusuk-tusuk. Sakit sekali."

"Istighfar, Mah. Jangan berhenti istighfar ...."

"Air ...," pinta sang istri lagi.

Seolah tiada bosan. Wanita itu terus meminta air untuk diminum. Bahkan, ia sampai tak ingin makan apapun. Diberi bubur tak mau, nasi dan sup tak mau, roti dan makanan apapun dia tak mau. Wanita itu terus meminta air. Bahkan seringkali, tiba-tiba air minum tersebut ia guyurkan sendiri ke wajah, rambut, atau tubuhnya.

"Makan sedikit, ya, Mah," bujuk sang suami sabar.

"Nggak mau! Nggak nafsu! Ah, Mas, ini panas banget. Panas ...."

"Sabar, Mah. Istighfar ...."

"Istighfar, istighfar! Aku sudah berkali-kali istighfar, Mas! Aku cuma mau sembuh!"

Sebut saja namanya, Rini. Wanita berusia 35 tahun, memiliki dua orang putri, dan sebelumnya merupakan manajer di sebuah bank swasta. Suaminya sendiri adalah seorang guru di sebuah sekolah dasar.

Rini sudah menderita sakit yang aneh selama tiga bulan lamanya. Sudah dibawa ke rumah sakit, dan dokter mengatakan bahwa Rini hanya terkena tifus akibat kelelahan dan pola makannya yang kurang teratur. Bahkan sudah dilakukan pemeriksaan lewat CT-SCAN, Rontgen, dan lain-lain. Hasilnya, dokter mengatakan organ tubuhnya normal.

Sungguh aneh. Hingga kemudian, atas usul keluarga, Rini dibawa ke paranormal. Dan paranormal tersebut mengatakan bahwa Rini terkena guna-guna atau semacam santet.

Keluarga Rini sendiri adalah orang-orang terpelajar, rata-rata lulusan universitas. Mendengar hal itu, tentu saja mereka agak kurang percaya, atau percaya tidak percaya. Namun, dikarenakan kondisi Rini yang semakin hari semakin menyedihkan, mereka pun membiarkan sang paranormal untuk melakukan tindakan demi menyembuhkan Rini.

Paranormal tersebut memberikan semacam air berwarna merah, tetapi baunya wangi seperti bunga atau minyak, entahlah. Rini diminta meminumnya. Sebelum mereka pulang, sang paranormal meminta agar mereka membawa Rini kembali pada hari yang disebutkan, dan membawa beberapa persyaratan yang katanya diperlukan sebagai media atau ritual penyembuhan.

Sayangnya, pada hari itu, ketika mereka datang kembali ke rumah paranormal, kabar mengejutkan terjadi bahwa sang paranormal sudah meninggal dunia pada malam hari tepat pukul dua belas malam, pada hari ketika Rini beserta keluarganya datang pertama kali.

Keadaan Rini semakin hari semakin parah dan mengerikan. Sebulan kemudian, Rini stroke. Mulutnya masih dapat berbicara tetapi tidak jelas. Tubuhnya pun bak tulang dibungkus kulit.

Atas saran Pak Haji yang mengatakan ada seorang kyai yang terkenal di sebuah daerah dan kabarnya bisa merugyah, menyembuhkan orang-orang yang terkena gangguan jin, santet, dan semacamnya. Maka dibawalah Rini kepada kyai tersebut.

Dari Hati Untuk HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang