Freak-Tective (Part 1)

184 5 6
                                    

"Ah, pintu bodoh, tak mau terkunci! Biarlah, lagipula sebentar lagi juga pagi. Hari apa ini? Untung saja ini akhir pekan, aku bisa tidur sepuasnya tanpa harus memikirkan sekolah. Persetan dengan si tua bangka Wijaya itu, biarkan saja dia mencariku, aku hanya ingin beristirahat sejenak." gerutu seorang pemuda yang baru saja sampai rumah.

Apa yang terjadi? Seorang anak muda aneh yang memarahi sebuah pintu. Dia baru saja menyelesaikan tugas berat, sudah hampir tiga hari dia terjaga, siang dan malam. Dia dan Polisi setempat baru saja menyelesaikan kasus pembunuhan berantai yang cukup rumit. Dia membuang mantelnya itu ke sembarang tempat, hanya sisa satu set kemeja putih berlengan panjang dengan rompi, celana dan sepatu kulitnya yang masih menempel di tubuhnya. Akhirnya, setelah sekian hari dia bisa merebahkan dirinya di atas ranjangnya. Waktu itu pukul sebelas malam, seharusnya sudah tidak ada orang berkunjung untuk berkonsultasi. Tapi kali ini tidak, ada seseorang yang mengetuk pintu.

"Client." gumamnya.

Dia tidak memiliki orang yang dekat dengannya, kecuali si Polisi, Inspektur Adiwijaya. Dia juga tidak memiliki teman dekat. Inspektur Adiwijaya sebagai satu - satunya orang yang dekat dengannya sekaligus sahabat karibnya akan menelepon bahkan jika itu penting. Mereka baru saja berpisah, serasa tak mungkin jika si Inspektur akan langsung menyusulnya untuk sesuatu yang penting. Biasanya, Inspektur itu akan menelepon jika keadaannya seperti ini. Berat baginya untuk beranjak dari ranjang, dia baru saja pulang, tapi keadaan seseorang bisa jadi darurat, jadi dia harus bekerja secara profesional. Langsung ia beranjak dari ranjangnya untuk menghampiri tamunya tersebut.

"Ya? Ada perlu apa? Silahkan masuk." seraya ia membuka pintu. "Silahkan duduk dulu. Pilihlah kursi yang kau suka di ruangan tamuku ini"

"Apakah aku boleh merokok? Aku sangat mengantuk malam ini." tanya si detektif.

"Silahkan saja, itu tidak menggangguku." jawab tamu itu.

"Ah, ternyata kau. Memangnya kau tak bisa mengatakannya di sekolah?" tanya Rico si detektif aneh.

"Tak bisa, ini-"

"Aku tahu, kau sedang diikuti oleh seseorang bukan?" detektif itu menyela pembicaraan.

"Bagaimana kau bisa tahu? Aku belum bercerita sama sekali." ucap si tamu itu dengan wajah yang kebingungan.

"Mudah saja, ditinjau dari banyak hal yang lebih mudah dikatakan daripada dijelaskan. Sekarang, tolong ceritakan secara detail, aku akan mendengarkan." Rico menyenderkan tubuhnya ke sofanya."

"Akhir-akhir ini, aku merasa jika aku diikuti seseorang. Kau pasti tahu maksudku. Jika kau ditatap terlalu lama oleh seseorang, pasti kau juga akan merasa jika kau diperhatikan. Aku merasakan itu setiap hari dan setiap saat. Hingga akhirnya..."

Tamu itu bercerita dengan terus terang kepada Rico. Malam yang sunyi itu pecah karena kehadirannya. Tapi suara itu tak berlangsung lama. Tak selesai client itu menjelaskan, rasa kantuk itu akhirnya mengalahkan Rico. Detektif itu akhirnya ambruk, menyisakan client yang sendirian di ruang tamu.

Matahari sudah menampakkan sinarnya. Malam yang sunyi itu tergantikan dengan suara hiruk pikuk orang-orang sekitar rumah susun. Semua sedang menjalankan aktivitas mereka masing - masing, tak terkecuali Rico dan tamunya itu. Masih di tempat yang sama, Rico akhirnya terbangun dari tidurnya. Rico terbangun di sofanya dengan posisi kedua kaki yang diletakkan di atas meja. Meja itu sedikit didorong agar menjadi satu dengan sofanya, membiarkan kaki Rico berselonjor agar sedikit terasa nyaman.

"Selamat pagi, tukang tidur. Aku juga menyiapkanmu teh hangat. Minumlah, kau terlihat pucat." sapa client itu.

"Apa kau tak ada acara di akhir pekan sehingga kau tidak pulang? Oh ya, kau diikuti seseorang, tak mungkin juga kau pulang dalam keadaan seperti itu, sangat berbahaya."

One Shot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang