Pagi hari, aku terbangun sekitar pukul lima pagi. Jika aku tak salah ingat, kami berdua harus sampai sekolah kurang lebih pukul tujuh lebih sekian, waktu yang cukup lama untuk bersiap. Keberangkatan bis sekitar pukul delapan. Kutemukan Enrico sedang tertidur di meja kerjanya. Kubiarkan dia tidur sebentar lagi, akan kubangunkan setelah aku siap, karena dia sendiri tak butuh waktu lama untuk bersiap. Kulanjutkan dengan menghangatkan makanan semalam untuk sarapan, lalu aku pergi mandi. Aku menggunakan sweater berwarna biru sebagai luaranku, karena kudengar tempatnya lebih dingin daripada Jakarta. Tak lama kemudian, Rico bangun dari tidurnya, dia menyapaku saat melewatiku, dan langsung menuju ke kamar mandi. Sambil menunggu, kuhabiskan waktuku dengan sarapan dan memainkan ponselku. Seperti yang aku bilang, belum selesai aku sarapan, dia sudah siap dengan semuanya, hanya tinggal sepatu saja yang belum ia kenakan. Ia menggunakan kaos hitam dengan jaket putih, lalu celana jeans hitam panjang.
"Selamat pagi!"
"Ceria sekali wajahmu hari ini, ada apa?" tanyaku.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Lanjutkan sarapanmu."
Waktu sudah menujukkan pukul tujuh. Kami berdua bersiap dengan barang masing-masing. Enrico memanggilku ke dalam kamar untuk memberitahuku apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
"Jadi, apakah regulasinya berubah?"
"Tidak, tapi aku akan melonggarkannya sedikit. Beberapa hari yang tegang, kau berhak untuk bersantai sesekali. Aku juga sudah bersantai, terimakasih. Beberapa hal yang harus kau lakukan adalah selalu hidupkan fitur lokasi pada ponselmu. Tak boleh sesekali kau matikan, ponselmu juga harus selalu aktif agar bisa kuhubungi atau kau menghubungiku. SIlahkan pergi dengan teman - temanmu, nikmatilah hari hari ini. Waktu seperti ini tak berlangsung selamanya."
"Kau benar, terimakasih atas kelonggarannya. Aku pasti akan menghubungimu jika ada apa - apa. Aku juga berjanji untuk menjaga ponselku selalu aktif. Tapi kau akan terus melindungiku kan, Enrico?"
"Pasti. Itulah yang harus kulakukan. Sekali lagi, nikmati harimu."
"Aku akan membawakanmu macam - macam suvenir. Apa kau suka gelang? Ya, aku akan membelikanmu gelang. Tunggu saja." aku tersenyum.
"Oh ya, satu lagi, berikan tanganmu."
"Untuk apa?"
"Berikan saja, percaya padaku."
Kuulurkan tangan kananku, dan ternyata ia mengalungkan sebuah jam tangan yang biasa ia pakai.
"Apa ini?"
"Bisa kau lihat sendiri, ini adalah jam tangan. Jaga ini baik-baik, aku percaya padamu. Ini adalah barang yang spesial bagiku."
Aku merespon semuanya dengan senyum. Tanpa sengaja, aku malah pergi ke dekapannya, mengarahkan kedua tanganku untuk memeluknya erat. Kurasakan tangannya juga membelai lembut rambutku.
"Rambutmu bagus." katanya.
Selesai dengan itu semua, aku memesan taksi dari ponselku agar kita tak perlu membawa kendaraan dan tak perlu susah membawa barang. Akan repot jika harus menggunakan kendaraan umum dengan membawa semua ini. Sesampainya di sekolah, aku langsung menghampiri ketiga temanku. Saat di bis, aku duduk bersama Marsha. Dalam perjalanan, dia banyak mengajakku untuk memainkan game. Tapi karena perjalanan yang lama, kami akhirnya tertidur.
Sampai di penginapan, kami semua sibuk mencari kamar yang sudah ditentukan. Aku membantu Marsha membawakan barang bawaaannya. Aku sekamar dengan ketiga temanku. Setelah sampai kamar, Kathrina yang paling muda di antara kami adalah orang yang tidak bisa diam. Meskipun kami bertiga sangat lelah dalam perjalanan, dia sudah merengek untuk mengajak kami keluar meskipun kita baru saja sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot Collection
FanfictionCuma oneshot gabut doang. Kalo ada kaya inspirasi, langsung dituangin kesini. Entah Fanfiction, atau sekedar cerita yang sekelebat lewat di otak. Enjoy!