Ishikawa, pukul 9 malam

291 7 2
                                    

Terang, cahaya dari lampion gantung. Lampion yang cukup banyak, sempat terpikir olehku untuk menghitungnya, tapi itu hanya buang – buang waktu. Riuh orang juga ramai terdengar, mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka masing – masing. Bau amis dari ikan juga samar – samar tercium. Sedikit aku berjalan, dan aku mencium bau favoritku, bau dari cumi bakar. Tentu saja, aku langsung menghampirinya. Oh ya, ini adalah festival musim panas di kota kecilku, Ishikawa. Acara ini biasa diadakan di sekitar Juni hingga September. Aku sarankan kalian harus mencobanya sendiri ketika kalian datang ke negaraku ini.

Aku menuju ke kedai favoritku, kedai cumi bakar. Pemilik kedai ini adalah teman ayahku, paman Kimura, kurang lebih 10 tahun aku mengenalnya. Dulu kita adalah tetangga yang sangat dekat, waktu aku dan ayahku masih menyewa kamar apartemen, dia adalah orang yang tinggal disebelah kamarku. Sebenarnya sekarang masih, tapi karena kita saling sibuk, kami hanya sekadar menyapa satu sama lain.

"Sudah berapa lama kita tidak berbicara seperti ini, paman?"

"Aku tidak tahu, itu semua terjadi begitu saja semenjak kau masuk SMA. Bagaimana kehidupan sekolahmu?"

"Ah, biasa saja paman. Nilai yang pas – pasan, guru yang biasa saja, pelajaran juga tidak membosankan, tugas yang tidak begitu banyak. Dan masalah utamanya adalah, aku tidak memiliki kisah cinta yang spesial disini."

"Wajar, kau masih kelas satu, tunggu saja waktumu tiba. Orang – orang terkadang mengibaratkan cinta di masa SMA seperti bunga yang tumbuh di taman saat musim semi."

"Tapi bagaimana jika bunga tersebut layu?"

"Tunggu saja hingga musim semi berikutnya, kau memiliki tiga kali kesempatan musim semi. Tenang saja kawan, ini masih musim panas, waktumu mungkin sebentar lagi."

"Sebenarnya, aku menyukai seseorang di kelasku. Tapi sepertinya tidak mungkin untuk mendapatkan hatinya."

"Kau ini masih muda, tidak baik pesimis seperti itu." katanya dengan nada yang ingin melanjutkan omongannya tapi ada sesuatu yang menyela omongan kami. "Omong – omong, karena sudah lama kita tidak berbincang seperti ini ya? Ini, aku berikan dua tusuk cumi bakar untukmu agar kau semangat. Masa muda seharusnya kau jalani dengan semangat, bukan biasa saja seperti ini. Ayahmu bukanlah orang yang seperti itu, dulu kau sangat mengaguminya kan? Sekarang, buat ia bangga, aku sebagai sebagai teman ayahmu akan disini mendukungmu. Beritahu saja aku jika kau butuh apa – apa."

Setelah menerima cumi bakar dari paman Kimura, aku beranjak pergi. Melewati berbagai kedai dengan berjalan santai. Melirik ke kanan dan ke kiri, mencari apapun yang menarik. Setelah beberapa langkah, aku melihat seorang yang ku kenal dari arah pemancingan ikan. Hal itu membuatku tidak fokus, dan aku tidak sengaja menabrak anak kecil dari arah berlawanan yang memegang eskrim hingga terjatuh, dan eskrimnya pun jatuh di yukataku yang berwarna coklat. Tidak mau ambil pusing, aku memberinya beberapa sen untuk menukar eskrimnya. Pemandangan itu tidak asing, seperti aku biasa melihat itu di keseharianku. Di bawah terangnya lampion, terlihat wajah sampingnya itu, dengan sedikit helai rambut yang menjuntai melewati pipinya. Sedikit dia membuatku terpaku menatapnya dan aku sangat mengenal siapa orang itu, dia adalah salah seorang teman kelasku yang aku suka, Grace. Cantik sekali dia, dibalur dengan yukata berwarna putih dengan motif bunga sakura berwarna merah muda, dengan obi berwarna hijau. Rambut hitamnya yang hanya sepanjang bahu, gigi gingsulnya yang lucu, kulitnya putih bersih seperti sutra, dan aku yakin jika kau gandeng tangannya, ia akan selembut permen kapas. Dia duduk di bangku pendek, dengan sedikit menunduk karena ia sedang bermain pancingan ikan, hal biasa yang ada di festival musim panas. Serius sekali wajahnya, hingga aku ingin datang dan mencubit pipinya.

Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, aku menyadari ada seseorang yang ada di belakangnya. Sampai sini, memang aneh jika aku memandangi orang terlalu lama, tapi aku berada sekitar tiga sampai empat meter darinya, dan tertutup dengan keramaian, sehingga dia tidak sadar jika kupandangi. Dibawah terangnya lampion, asyik sekali mereka berdua memainkan pancingan itu. Lebih tepatnya, hanya Grace yang memancing, laki – laki itu hanya memeluk erat punggungnya dari belakang. Semua kejadian ini berlangsung cepat sekali, kurang lebih satu atau dua menit kupandangi dia, dan beberapa detik kemudian, laki – laki itu muncul.

Sedikit aku menunduk, dan kukira festival ini sudah tidak sama lagi. Aku  akhirnya beranjak dari tempatku berdiri tadi, berjalan menyusuri keramaian, hingga aku sampai pada ujung jalan festival. Sebuah jembatan, aku termenug memandang langit. Suara musik festival juga semakin tidak terdengar, tempat yang lumayan sepi di sini. Sate cuminya masih sisa satu, dan sudah dingin,  tapi tetap saja ku makan. Dipikir - pikir, memangnya aku siapa? Dia adalah orang terkenal di sekolah. Dia yang cantik dan berbakat, sering sekali tampil di panggung sekolah. Jika dilihat lagi, laki – laki yang bersamanya adalah seorang kapten di tim basket sekolah. Orang yang hebat memang harus bersama orang yang hebat pula. Jika aku nekat untuk mendekatinya, itu adalah tindakan bodoh. Jika kau bandingkan elang yang bisa terbang tinggi di udara serta bisa memangsa buruannya dengan beringas dengan seekor burung lusuh yang terbang saja masih terbata - bata untuk mendekati burung merak, kupikir adalah hal yang mustahil.

Ah, kembang apinya sudah mulai. Kenapa ini tidak terasa biasa saja? Atau memang kembang api memang seperti itu? Pikirkanlah lagi, itu semua hanyalah hal yang terjadi di masa lalu. Cahaya itu hanya indah sesaat, hanya bunga yang mekar sebentar, lalu menghilang dalam keheningan. Manusia memang begitu, suka sekali hidup dengan kepalsuan, seperti menyembunyikan perasaan sebenarnya. Perasaan macam apa ini? Terasa sesak sekali di dada, dan kurasakan pipiku ini basah, mungkin karena air mata atau air hujan, aku terlalu malu dan sedih untuk menyadarinya jika itu adalah air mata.

Aku merasa sangat mengenalmu, sungguh dekat, hingga tidak bisa kulihat. Bahkan, pacarmu itu tidak tahu jika kamu berjalan, rambutmu seakan menari, hanya aku seorang yang mengetahuinya. Aku juga tahu kalau kamu menyukai warna ungu, seluruh barangmu. Mulai dari telepon genggam, tempat bento, botol minum, saputangan, tas, atau apapun kesukaanmu. Aku juga tahu kalau kamu suka sekali mengeluarkan suara – suara aneh, bukan aneh, maksudku, kamu sering sekali bernyanyi pelan atau sekedar mengatupkan bibirmu untuk mengeluarkan nada – nada acak. Kupikir, itu adalah hal indah. Aku juga tahu jika kamu menginginkan stradivarius dan kau sudah bosan dengan milikmu sekarang. Jangan berpikir aku ini tukang menguntit orang, tidak, aku hanya kebetulan memiliki pendengaran yang tajam, lebih tajam lagi jika itu tentangmu. Aku juga tidak pernah menanyakan apapun tentang dirimu kepada orang lain, semuanya murni kudengarkan sendiri. Aku juga tahu jika kamu sangat ramah terhadap anak kecil. Semua hal itu, semua hal yang ku ketahui membuatku semakin menyukaimu. Oh ya, jika kamu ingat, ikatan rambut berwarna ungu yang kamu terima saat malam natal dan kamu tidak tahu siapa yang menaruhnya di lokermu, itu aku. Hingga saat ini, bahkan ketika kamu bersama pacarmu, kau masih mengenakannya seakan tidak terjadi apapun. Entah apa yang kau lakukan dengan suratnya, tapi ikat rambut itu masih kamu pakai, jadi tidak masalah buatku.

Kenapa kembang apinya ini tidak kunjung selesai? Menyedihkan! Aku ingin pulang, tapi aku tidak ingin melewatkan hal ini, melihat kembang api dari awal hingga selesai. Kau ingat, tadi aku bilang jika manusia selalu hidup dalam kepalsuan dan menyembunyikan perasaan sebenarnya? Hidup berpura – pura ini memang melelahkan, tapi terkadang itu perlu. Berpura – pura untuk tidak menyadari rasa sayang yang ada dari dalam lubuk hati diri sendiri.

Kembang api terakhir, akhirnya naik ke udara. Akhirnya aku bisa meninggalkan tempat ini. Itu semua berlangsung cepat sekali, mulai dari aku mengunjungi tempat ini, mendatangi paman Kimura, berjalan menyusuri festival, melihat Grace, dan akhirnya aku berhenti disini. Termasuk kembang api, hanya terbang ke langit, lalu mekar dalam kegelapan langit malam. Kukira, mungkin tahun depan aku tidak akan pergi ke sini lagi. Musim panas tahun ini, tidak seperti tahun – tahun sebelumnya. Tapi juga tidak seharusnya aku sedih seperti ini, seperti kata paman Kimura, aku masih memiliki kesempatan di musim semi besok, dan dua kali musim semi di tahun depan.

Lagipula, teman kelas juga sudah cukup, aku bukan seseorang yang pantas untuk bersamanya. Jadi untuk sekarang, aku akan fokus memantaskan diri. Toh, jika bukan dia, pasti aku akan mendapatkan lebih dari dia, atau setidaknya cocok buatku. Aku ini masih SMA, sebaiknya aku juga harus memikirkan masa depanku, karena hidup ini tidak selalu tentang cinta dan Gracia.

One Shot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang