C5. Hospital

3 2 0
                                    

RUMAH sakit terkadang tak selalu menjadi hunian ternyaman bagi setiap orang yang sedang dalam kondisi memperbaiki fisik maupun sekedar meredam lelah. Mereka yang mengalami hal ini pasti akan berpikir untuk secepat mungkin mangkir dari sana, walaupun harus kembali bertemu dengan semua hal yang monoton.

Itulah yang berada di dalam benak Amel ketika mendengar siapa yang akan bertanggung jawab atas insiden ini. Rasanya ingin melarikan diri, kalau pun bisa, ia ingin menghilang begitu saja dengan mantra Harry Potter, tanpa harus repot-repot bertatap muka dengan siapapun diluar sana yang sedang menunggu kesadarannya.

Pertanyaan-pertanyaan singkat dari dokter dan pergerakan tangan putih mulus itu terasa lebih cepat dari apa yang Amel harapkan, entah itu hanya pikirannya atau memang begitu adanya?

Tiba-tiba tanpa diduga, pintu terbuka begitu saja dengan desakan khawatir, memunculkan seseorang dari balik sana dan saat itu juga Amel segera menjatuhkan kembali kepalanya ke bantal, menutup mata, dan berpura-pura mati. Tidak! mungkin lebih lebih baik pingsan saja, untuk sementara.

“Amel!..”

Dokter yang bertanggung jawab atas ruangan itu pun agak bingung mendapati pergerakan spontan pasiennya, ditambah lagi dengan orang asing yang lancang masuk ke dalam ruangan itu sebelum pemeriksaan yang ia lakukan selesai seperti semestinya.

“Dokter..”

“Maaf pak, pemeriksaan belum selesai. Anda harus bersabar menunggu di luar ruangan!” Tidak ada sedikitpun keketusan dari suara itu, tapi dengan tempo dan nada yang tepat, membuat kalimat yang keluar terdengar amat tegas dan sulit untuk dibantah.

Suster wanita yang mendampingi dokter pun mengambil alih, orang lancang itupun segera memberi anggukan kecil pada sang suster, lalu menutup pintu kembali dan membuat ruangan itu hening seperti semestinya. Dalam beberapa detik pasien kembali membuka mata dengan satu tarikan nafas panjang dan berat, seolah nafasnya juga ikut ditahan selama matanya terpejam.

“Dokter..” Amel menarik ujung sneli putih bersih itu dan menegakkan badannya, menghilangkan sedikit jarak diantara mereka, sampai bagian wajah dokter yang tertutupi masker putih hampir menempel pada pangkal hidungnya.

Sang dokter terkesiap, lalu dibuat terdiam untuk waktu yang lama saat kalimat Amel bersama hembusan nafasnya seakan merayap ke dalam pori-pori telinganya.

“ Jangan kasih tahu yang lain kalau saya udah sadar ya.. please.. bilang saja saya masih pingsan atau belum boleh dijenguk karena sekarat, pokoknya .. gitu deh.. ” Si tukang tipu itu bingung sendiri menyusun dramanya, bahkan tidak menyadari betapa lancangnya dia, sampai membuat sang dokter gugup, lebih lagi ketika kedua mata satu sama lain bertemu.

Beberapa menit sebelumnya. Tidak ada satu orangpun yang merasa tenang saat orang-orang terdekat mereka mengalami insiden kecelakaan. Risau, khawatir dan merasa bersalah, delapan puluh persen selalu dirasakan oleh para orang-orang terdekat dari korban, tak memungkiri hal itu pun terjadi dengan Julia.

Entah sudah berapa babak Julia menangis, Nick yang berada didekatnya hanya memilih diam karena tidak tahu harus bagaimana menenangkan gadis itu, yang notabene adalah ponakannya sendiri.

“Mau nangis sampai kapan? Dia gak akan mati secepet itu Jul.”

Bukannya meredam, mendengar kata mati dari kalimat sindiran itu semakin membuat gemuruh pilu di di dada Julia membesar, seolah nyawanya pun akan ikut melayang jika hal buruk terjadi kepada sang korban. Sungguh teman sejati.

“Om tu gak tahu seberapa khawatirnya aku.. andai itu mama, pasti om juga sedih. Amel itu orangnya baik banget, gak pernah marah, lemah lembut, trus nggak pernah dendam sama orang lain, dia itu udah kaya Mama kedua buat aku..” Diselingi sesegukan, Julia masih memaksa untuk melanjutkan keluh kesahnya. “Dia selalu ngertiin aku, gak kaya Mama ngomel mulu.. kadang mama tu orangnya pemaksa banget, kalo debat gak pernah mau kalah, pokoknya gak bisa ngertiin aku kaya Amel. Padahal sikap aku selalu nyebelin ke Amel, tapi .. tapi Amel selalu sabar banget.. aku sayang dia. Hu Huu..”

Tipuan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang