C7. Rayuan Ares

2 1 0
                                    

SELESAI urusan dari ruangan dokter ahli saraf, Fitri segara bertugas kembali menjalani profesinya sebagai dokter gigi dan kini.. seorang diri ia berjalan gontai melintasi lorong rumah sakit yang sepi dengan keadaan kacau, bukan penampilannya tapi pikirannya.

Cedera yang dialami Amel akibat kecelakaan tujuh tahun lalu ternyata masih meninggalkan efek yang buruk, dan selama ini mereka mengabaikan kondisi Amel yang sering merasa pusing bahkan terkadang mimisan saat terlalu banyak berpikir, tak jarang juga wanita itu terlihat seperti orang yang depresi, namun bertahun-tahun hal itu telah terjadi dan Amel tidak terlalu peduli dengan kondisinya sendiri, hingga orang-orang disekitarnya pun tidak memperhatikan gejala-gejala itu.

“Fitri..” Farel tiba-tiba muncul dari arah yang tidak tertabrak, seketika Fitri ingin sekali membenturkan wajah lelaki itu kedinding hingga tidak mampu lagi muncul dihadapannya dengan tampak baik-baik saja. “ Apa kata dokter? Amel bisa sembuhkan?”

“Kenapa lo masih disini?” ketus Fitri.

Farel menghela nafas. “Gue udah keliling cari lo, waktu di poli saraf lo juga nggak ada.. ja-”

“Kenapa lo masih disini?!” tanya Fitri lagi yang kini lebih tegas dari sebelumnya.

Farel terdiam sesaat sebelum kembali sadar dengan pemikiran wanita ini. “Gue cuma mau tahu kondisi Amel..”

“Buat apa?” kerutan di dahi Fitri semakin terlihat.

“Gue akan tanggung jawab..”

Fitri menggeleng. “Nggak perlu, lo udah telat tujuh tahun..”

“Ayolah.. jangan mulai. Gue datang kesini bukan buat ungkit-ungkit masa lalu, gue cuma mau mastiin Amel baik-baik saja.. anggap ini penebusan gue..” ujar Farel santai.

Fitri mengerang mendengar perkataan Farel. “Penebusan? Penebusan apa? Apa yang mau lo tebus? Biaya pengobatan atau hanya pelampiasan rasa bersalah lo? Mana yang mau lu tebus?” Fitri berkata dengan marah. “Lo udah telat Farel, satu tahun Amel tidur nggak bangun-bangun, dua tahun dia lumpuh dan hidup tanpa bisa lihat apa-apa..” ucapan Fitri berhenti, sialnya ia malah kembali teringat dengan masa-masa itu, dimana Amel benar-benar frustasi dan berdoa agar hidupnya cepat berakhir.

“Dia selalu nyebut nama lo Farel..” lanjut Fitri, suaranya sudah serak tapi belum puas mengungkapkan segala kesalnya terhadap mantan kekasih sepupunya ini. “Tapi tiap hari dia cuma mau mati, dia depresi berat.. nggak cuma fisiknya yang sakit, jiwanya mungkin lebih hancur.. dan lo nggak pernah tahu itu, karena lo memang nggak peduli.. dan sekarang lo baru datang— seolah-olah tujuh tahun kemarin Amel tuh cuma patah tulang. Farel..”

Fitri menarik nafas menahan geramnya. “Penebusan lo nggak akan ada artinya. Sia-sia..” Farel seperti kehilangan pijakan. Setelah mengatakan itu, Fitri beranjak pergi, tapi langkahnya terhenti saat pria tidak tahu diri itu membuka suara.

“Bukannya kalian juga dapat kompensasi?”

Di lorong rumah sakit yang sepi, tubuh Fitri seketika memutar menghadap Farel dan terdengar suara tamparan cukup keras mendarat di satu sisi pipi Farel yang mulai ditumbuhi rambut-rambut halus.

“Listen! Cedera Amel bisa buat lo kembali bermasalah sama hukum, dan gue yakin kalo orang tuanya sampai tahu cedera Amel tambah parah.. lo nggak akan bisa bebas dengan muda kaya dulu lagi.” Fitri mengepal kedua tangannya. “Mau sekaya apapun orang tua lo.. gak akan mudah buat bebasin lo dari jeratan hukum. Inget Farel! Amel gak selamanya jadi orang suci, dia gak punya kesabaran yang banyak buat ngadepin kenyataan.”

Farel menatap Fitri seolah wanita itu berubah menjadi makhluk yang paling aneh. Matanya tak berkedip. Begitupula Fitri menatap Farel seolah pria itu benalu yang benar-benar harus disingkirkan.

Tipuan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang