C8. Aku tidak pernah meminta.

1 1 0
                                    

SUARA berdebam pintu mobil terdengar saat Nick memasuki Ferrari hitamnya. Ponsel di saku celana kiri terasa bergetar, dengan cepat Nick meraih benda itu, tapi yang ia dapat malah membuatnya semakin jengkel.

Ares mengirim pesan. ‘Pikirin lagi tawaran gue.’

Nick sudah kesal dengan pertemuannya dengan Mr Heng yang sulit untuk diajak bicara malah tambah dibuat kesal membaca pesan Ares. Ia melempar benda itu ke kursi penumpang disampingnya, tapi saat baru akan memposisikan diri untuk melajukan kuda besinya, tiba-tiba terdengar suara getaran dan lagu asing di dalam mobilnya.

Nick menoleh kebelakang, mendapati beberapa beda dan ponsel dengan layar menyala-nyala tergelak dibangku belakang kemudi. Sedikit mencondongkan tubuh ke arah belakang, Nick meraih benda itu. Mungkin ini milik Julia, tapi mengingat gadis itu baru saja mengirim pesan padanya untuk menginap di rumah sakit, Nick pun menduga jika ponsel itu milik Amel, kawan Julia tadi.

Drttt..

Dering ponsel pun masih terdengar. Nick melihat tulisan ‘Ibu’ disana. Ragu untuk mengangkatnya Nick malah membiarkan panggilan itu sampai berhenti dengan sendirinya, saat mode panggilan menghilang, foto Amel dengan seekor ayam pun terpampang dengan elegan di layar.

Nick tanpa sengaja tergelak kecil. Kenapa harus ayam? Tapi melihat senyum lebar yang memamerkan gigi rapinya membuat Nick kembali teringat dengan senyum yang sama, yang ia dapat tadi siang dalam obrolan singkat mereka di mobil tanpa bertatap muka.

Tanpa sadar tiba-tiba foto Amel dan seekor ayam itu menghilang berganti mode panggilan dan masih menampakkan nama 'ibu' disana. Nick terkejut, seketika mematikan ponsel begitu saja, ikut melempar benda itu ke sisi kursi sebelahnya.

Redup cahaya di kamar Opname yang Amel tempati, tidak mendukung sang empu untuk tertidur lebih nyaman. Bahkan orang yang sekedar menemaninya tadi sudah tertidur tepat di sampingnya, memeluk tubuh mungil dari samping, persis seperti anak kecil yang bermanja pada mamanya.

Tapi Amel membiarkan hal itu terjadi.

Pintu kamar pun terbuka. Fitri muncul tanpa snelli putih yang sedari tadi melekat di tubuhnya. Ia berjalan mendekati ranjang pasien yang ditempati Amel dan .. Julia?

Dahi Fitri mengerut melihat pemandangan ini. Matanya beralih pada Amel yang juga memejamkan mata, tapi kelopak yang dipenuhi bulu mata hitam lebat itu terlihat berkedut, Fitri pun langsung menyadari siasat konyol Amel.

Mengambil jarum pentul di atas kerudungnya, ia membuka sedikit selimut kaki Amel, dan menusuk-nusuk kan ke kulit telapak kaki wanita itu sampai Amel terkejut dan meringis karena ujung jarum yang terasa menyengat kulit kakinya.

“Ih kak Amel..” gerutu Amel agak pelan, tidak mau membangunkan makhluk disampingnya.

Fitri berdecak, dan berjalan mengambil tempat untuk duduk di samping ujung ranjang Amel. “Ibumu sore tadi telpon, nanyain kamu..” kedua tangannya terlipat di dada, memandangi langit dari balik kaca yang belum ditutupi tirai.

Amel diam.

“Katanya ada temannya yang mau kenalan sama kamu.. tapi kamu malah nggak bisa dihubungi dari tadi. Jadi kira-kira aku harus jawab apa ya?”

Amel ikut memandang keluar dari jendela. Helaan nafasnya terdengar. “Mama tuh masih aja nggak pernah bosen ngelakuin hal yang sia-sia kaya gitu. Padahal aku udah terang-terangan nggak mau.”

Fitri menoleh. “Dia cuma mau yang terbaik buat anaknya..”

“Dari enam cowok yang terbaik, nggak ada satupun tuh yang bertahan.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tipuan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang