Happy Reading
*
*
*Ringisan pelan terdengar. Felicia menatap sekeliling, gelap dan lembab. Matanya dengan liar mencari keberadaan kedua temannya, namun Felicia tidak menemukan keberadaan mereka.
"Kuharap kalian berdua baik-baik saja." Felicia menunduk. "Apa-apaan ini? Kenapa badanku diikat seperti ini?"
Felicia mencoba lepas dari ikatan yang melilit dirinya. Bukannya menjadi longgar, ikatan itu malah semakin erat melilit tubuhnya.
"Percuma saja, ikatan itu tidak akan bisa lepas."
Suara tanpa wujud itu membuat Felicia mendongak dengan rasa terkejutnya. "Siapa di sana?"
"kau sungguh ingin tahu?"
Ia hanya diam tidak menjawab. Di satu sisi Felicia memang ingin tahu siapa itu, tapi di sisi lain dia juga ketakutan.
"Diam berarti iya. Kalau begitu ini aku. Lihatlah, di sini, aku di sini." Suara itu berpindah-pindah. Kadang seperti dekat, kadang juga terdengar jauh.
Tempat itu hanya memiliki pencahayaan yang minim, sehingga menyulitkan Felicia untuk melihat apa pun. Suara yang awalnya terdengar halus, lama-kelamaan menjadi keras nan menyeramkam.
"Di sini! Lihatlah! Aku di sini!"
Felicia melihat sekeliling, tapi tidak menemukan apa-apa. Hanya suara yang menakutkan yang bisa dirinya dengar. Baiklah, Felicia sangat ketakutan sekarang.
"Kenapa kau takut seperti itu? Aku ada di sini. Apa kau tidak melihatku?"
Sesosok wanita tiba-tiba muncul di depan Felicia dengan senyum menyeringai yang terpatri di wajahnya yang menyeramkan. Felicia tidak bisa untuk tidak terkejut sekaligus ketakutan melihatnya.
Dirinya menggeleng ketakutan di saat tangan wanita itu meraba-raba wajahnya. Ia sangat ketakutan hingga tanpa sadar air mata sudah mengelir. Air mata Felicia semakin mengalir deras di saat tangan dengan kuku tajam itu mencengkeram pipinya dengan kuat, sehingga menghasilkan bekas luka di sana.
Wanita malang itu hanya bisa memohon karena dengan keadaan dirinya yang terikat, tidak memungkinkan Felicia untuk melawan atau pun memberontak.
"Lepaskan? Hmm ... karena aku baik, maka akan kulepaskan." Wanita itu melepaskan cengkeramannya dengan kasar membuat wajah Felicia terdorong ke samping.
Felicia meringis merasakan perih pada wajahnya. Dia ingin berhenti untuk menangis agar air matanya tidak mengenai luka di pipinya sehingga menjadi semakin perih. Tapi, apa daya, semakin wanita itu mencoba, maka semakin air matanya tak henti mengalir.
"BERHENTI MENANGIS!"
Felicia terkejut mendengar bentakan keras yang tiba-tiba itu. Bukannya berhenti, air matanya malah semakin mengalir deras.
"Apa kau tuli, hah? aku bilang berhenti menangis, Sialan!" Wanita itu mengangkat tangannya, bersiap untuk melayangkan sebuah tamparan untuk Felicia yang hanya menunduk ketakutan.
Tapi, kegiatannya terhenti disaat terdengar suaranya teriakan kesakitan lainnya. Ia langsung menurunkan tangannya.
"Ah, bukankah suara itu terdengar indah?" ucapanya dengan kembali menyeringai.
Sedangkan Felicia yang awalnya menunduk kini mengangkat kepalanya. Suara itu terdengar tidak asing baginya. Ia sangat mengenali suara itu.
Fey! Chelsa! "Di--di mana mereka? Apa yang terjadi?" Felicia berkata dengan air matanya yang kembali mengalir. Entah bagaimana nasib kedua temannya itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/312517164-288-k713391.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY OF THREE GIRLS
FantasyTAHAP REVISI Fey, Chelsa, Felicia, ketiganya hanya akan mencoba sebuah mitos yang beredar tentang gerhana. Hanya akan, mereka tidak jadi melakukannya. Namun, anehnya tanpa melakukan apa pun, gerbang itu terbuka. Seolah ... menanti mereka. ...