Part 28 (Republish)

193 32 0
                                    

Happy reading

*
*
*

Dalam kekhawatiran nan rasa sedih yang mendalam, pada sebuah kamar di mana Fey awalnya dibawa, terlihat sebuah portal besar yang tiba-tiba muncul membuat atensi sepenuhnya mengarah ke portal tersebut.

"Kalian di sini?" Fey menatap penuh kebingungan pada seisi ruangan itu. Apalagi saat Chelsa dan Felicia memeluknya dengan erat.

"Fey, kau hidup! Kau hidup kembali!" Chelsa tersenyum diiringi tangisan bahagia di wajahnya.

"Tuhan memberkatimu, Fey." Felicia pun kembali terisak.

Mereka ini, apa yang mereka maksudkan? Fey melerai pelukannya. "Apa maksud kalian? Aku memang masih hidup."

Chelsa dan Felicia bungkam. Bagaimana cara memberitahukan Fey tentang dia yang bangkit dari kematian? Takutnya kondisi wanita itu akan tidak stabil saat mengetahuinya.

Fey kembali menatap sekeliling. Kamar yang dipenuhi dengan bau yang cukup menyengat. Ia memang bukan ahli, tapi dari penciumannya itu menyimpulkan kamar tersebut adalah kamar khusus pengobatan. Mereka tidak hanya berempat dalam ruangan itu. Raja Astor, Ratu Stella, Maha Agung, ketiga teman prianya. Dan pandangan apa itu? Sedih? Bahagia?

Fey juga menyadari tentang bajunya yang sudah mengering dalam waktu singkat. Apalagi saat melewati portal tanpa merasakan pusing ataupun badannya yang lemas. Entah itu karena Mavi atau Diego.

"Fey."

Fey terlonjak atas panggilan lembut Ratu Stella. Lantas mengambil tindakan hormat. "Maafkan kecerobohanku, Yang Mulia."

Ratu Stella mendekati Fey yang terlihat masih menunduk. Chelsa dan Felicia pun memberi ruang untuknya. Ratu Stella memeluk wanita di depannya yang membuat Fey terkejut.

"Ratu?"

"Aku sangat mencemaskan dirimu." Sang ratu melerai pelukannya. Menatap lembut dengan mengelus wajah Fey sesaat.

Evan dan Arden datang menepuk bahunya, dan Maha Agung tersenyum kepadanya. Sementara Rion? Pria itu terlihat emosional. Ia hanya berdiri menatap Fey yang terlihat kebingungan.

Fey membalas tatapan itu. "Rion, ada apa?"

"Aku akan menjalaninya sekarang. Mohon maaf, Yang Mulia sekalian."

"Tunggu!" Fey menahan Rion. "Aku mengingatnya. Di hutan itu, aku ... apa aku mati? Kau menemukanku?"

Rion terdiam.

"Kau menemukanku, Rion. Kau menemukanku yang sudah tidak bernyawa."

Rion sebenarnya sangat ingin memeluk wanita itu. Mengatakan betapa khawatirnya dirinya saat menanti. Namun, di sisi lain Rion merasa dirinya juga bersalah atas keadaan Fey.

"Fey, aku ... aku harus pergi."

Yang lainnya hanya memandangi kepergian Rion. Mereka mengerti dengan perasaan pria itu. Fey tidak lagi menahannya. Wanita itu terdiam dalam kesedihan juga kebingungan.

"Fey." Chelsa mengelus pundak wanita itu.

Felicia tersenyum. "Rion hanya perlu waktu, Fey. Kau mengerti,'kan?"

Fey mengangguk. Ia kemudian melirik Diego yang ternyata sudah meliriknya lebih awal. Tatapan itu, Diego mengerti maksudnya. Wanita di sampingnya pasti memiliki segudang pertanyaan yang bersarang di otaknya.

"Jangan tanyakan kepadaku."

---

Bukan pada singgasananya, melainkan ruangan temaram dengan banyaknya lukisan berukuran besar mengisi setiap dinding ruangan tersebut.

DESTINY OF THREE GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang