KEDIAMAN JINNY
Aku seperti sudah kalah, tidak ada yang bisa kuperjuangkan lagi. Dita memilih untuk melupakanku. Salahku juga, kenapa mengiyakan maunya. Aku terlalu emosi.
Sudah dua hari Jinny mengurung diri di kamar sampai Nyonya dan Tuan Park kebingungan, ada apa dengan anak gadisnya ? Mereka paling tidak bisa melihat Jinny berdiam diri, mengingat anak gadisnya sangatlah aktif, pasti ada sesuatu fikir mereka. Apa lagi naluri seorang ibu membuat Nyonya Park gelisah, seperti merasakan apa yang sedang dialami anaknya.
Tok tok tok
Nyonya Park mengetuk pintu kamar Jinny untuk kesekian kalinya, karena tidak ada jawaban dari Jinny.
"Jinny tolong buka pintunya, Eomma ingin bicara" Lantang Nyonya Park dari balik pintu berharap Jinny mendengarnya.
Hampir menyerah karena tidak ada tanda-tanda Jinny akan membuka pintu, Nyonya Park baru saja membalik badannya, tiba-tiba suara pintu dibuka.
Jinny mematung di mulut pintu, matanya terlihat sembab. Nyonya Park tidak ingin kehilangan kesempatan, dia bringsek masuk dengan menyambar tangan Jinny untuk dirangkulnya.
Jinny menangis di dekapan sang ibu. Sementara Nyonya Park mencoba menenangkannya dengan mengelus-elus rambut panjang Jinny.
"Kau ada masalah dengan Dita ?" Tanya Nyonya Park seperti membaca isi hati sang anak.
Jinny tidak menjawab, dia semakin menenggelamkan wajahnya pada pelukan Nyonya Park. Air matanya membasahi cardigan panjang yang dekanakan sang ibu.
"Eomma" Ucap Jinny pendek tapi menyiratkan segala keluhnya.
Nyonya Park pun seketika faham hubungan anaknya dengan sang kekasih sedang tidak baik-baik saja.
"Kau bisa menceritakannya pelan-pelan, Eomma akan mendengar semuanya" Nyonya Park meregangkan pelukkannya, membimbing Jinny untuk duduk di pinggiran ranjang.
"Jika belum siap, it's oke, lain kali juga bisa, Eomma selalu di sini" Sambung Nyonya Park menatap Jinny dengan penuh kasih.
Jinny mengeratkan genggamannya pada tangan sang ibu, seperti bersiap untuk membeberkan semua masalahnya.
"Aku putus dari Dita" Bibir Jinny bergetar ketika mengucapkannya, sebelum kemudian dilanjutkannya semua yang terjadi. Kepala tertunduk tak bisa ditopangnya dengan kuat ketika menatap sang ibu. Bulir-bulir bening mengalir terbata, hampir habis karena Jinny menangis sepanjang hari.
Jinny tidak bisa lagi menanggung semuanya sendiri, dia kehabisan akal untuk bertahan, keputusannya disesalinya. Inginnya melupakan Dita perlahan, tapi di sisi lain dia tidak terima jika Denise dekat dengan Dita dan mungkin saja mendapatkan hati Dita. Jinny sangat bingung dengan perasaannya.
"Entah kenapa hatiku sakit ketika mendengar Denise mengatakannya, padahal sebelumnya aku sangat yakin bisa melupakan Dita"
"Apa hanya itu alasan Dita ingin putus ?" Tanya Nyonya Park dengan hati-hati.
Jinny menatap Nyonya Park, dia mengangguk lemah mengiyakan pertanyaan ibunya.
"Eomma juga seorang ibu, mendengar alasan Mamanya Dita, sepertinya itu bukan satu-satunya alasan. Apa anak gadis eomma melakukan kesalahan ?" Tanya Nyonya Park mengelus pipi tirus Jinny dengan lembut.
"Bagaimana aku bisa melakukan kesalahan saat berbaring di rumah sakit ? Aku jutru bertanya-tanya, apa terjadi sesuatu selama aku di rawat ?" Alis Jinny mengkerut meminta jawaban dari ingatannya.
"Dita menyembunyikan sesuatu, aku rasa" Sambung Jinny kemudian menatap ibunya yang terlihat serius mendengarnya.
"Lalu kenapa kamu memilih untuk melupakannya ? Sedang kamu tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Mine #2 Cinta dan Harapan
FanfictionHallo Readers, ini Season #2 dari fanfiction She is Mine yang bertajuk Cinta dan Harapan, akan banyak drama yang menguras emosi di season ini. Happy reading.... _________________________________________________ Cinta itu buta ? No, cinta itu realita...