STUDIO
Lima gadis anggota Secret Number, Lea, Dita, Jinny, Soodam dan Denise baru saja ke luar dari ruang audio. Jadwal take vocal hari ini sepertinya agak berat, terlihat dari raut wajah kelimanya yang nampak tidak ada kegembiraan, sendu dan kesal.
Soodam yang duduk dekat Lea hanya bisa saling pandang, di sebelahnya lagi ada Dita dan Jinny dengan ekspresi murung, sedang Denise duduk sedikit jauh dari keempatnya.
Sepi tercipta di ruangan itu. Situasi yang biasa terjadi ketika mereka menghadapi masalah. Mulut akan terkunci sejenak sampai ada yang berani bersuara. Lea adalah anggota yang paling bisa diandalkan pada saat seperti ini. Tapi kali ini sepertinya dia tidak ingin berbicara banyak.
Soodam tipe yang hanya berbicara ketika diminta berbicara, tidak heran jika dia hanya menunggu diberi kesempatan berbicara. Sementara Dita dan Jinny menyuguhkan ekspresi yang sama sedari ke luar dari ruang audio.
Denise bangkit dari duduknya, bergeser lebih dekat dengan keempat member lainnya. Matanya menyapa dengan tatapan ke masing-masing member. Denise memejamkan matanya sebentar, kemudian kembali menatap keempat kawannya. Denise menarik sebuah kursi sebagai tempat duduk, kursi itu diletakkannya tepat di depan Dita dan Jinny.
"Kami butuh penjelasan kalian unnie, bukan hanya permintaan maaf. Kalian fikir dengan minta maaf semuanya akan selesai begitu saja ? Tidak. Kami butuh penjelasan" Mata Denise begitu tajam menatap Dita dan Jinny.
"Aku dan Jinny minta maaf, sungguh..."
"Unnie ! Aku sudah katakan, kami bosan mendengar kata maaf, yang kami inginkan hanya PENJELASAN !" Denise memotong kalimat Dita dengan nada yang keras membuat yang kain terkejut, terlebih Dita.
"Yyyaa !! Berani sekali kamu membentaknya !" Jinny beradu mata dengan Denise.
"Aku hanya meminta penjelasan !" Denise semakin meninggikan suaranya.
"Tapi tidak dengan membentak. Kalau kau ingin membentaknya, bentak saja aku !" Jinny tidak mau kalah, suaranya menggelegar di seisi ruangan.
"CUKUP !" Lea bangkit dari duduknya, matanya yang melotot mengarah ke Jinny dan Denise. Jika Lea sudah begitu, tidak ada yang berani menyelanya. "Ini bukan Jinny atau pun Denise yang kukenal. Kita sudah biasa berdebat, tapi tidak begini, saling adu rahang"
"Mari berbicara baik-baik, Jinny, Denise dinginkan kepala kalian, biarkan Dita yang berbicara" Lea tidak ingin masalah menjadi rumit.
"Tidak ada yang boleh memotong kalimat Dita, faham ? Dita, kami akan mendengar penjelasan darimu" Lea memberi kode kepada Dita untuk mulai berbicara.
Dita diam, dia melihat ke arah kawan-kawannya, sepertinya dia butuh keyakinan untuk memulainya.
"Aku tidak akan bosan meminta maaf kepada kalian karena kejadian hari ini. Aku dan Jinny banyak melakukan kesalahan ketika take vocal, karena...semalam aku dan Jinny melalui malam yang cukup berat" Dita menghentikan kalimatnya, dia mengambil jeda sejenak untuk mendapatkan kontrol diri. "Kami sudah melakukan pengakuan kepada orang tua Jinny bahwa kami menjalin hubungan. Pasti kalian akan bertanya, bagaimana selanjutnya. Orang tua Jinny tidak marah, tidak juga senang, tapi lebih ke pasrah. Aku dan Jinny bersyukur atas itu, setidaknya mereka merestui kami, tapi..." Dita kembali terdiam.
"Tidak dengan Anne, kakakku" Sambut Jinny merasa harus angkat bicara. Dia tidak ingin hanya Dita yang memikul beban penjelasan.
"Aku berdebat dengan kakakku. Tidak ada yang menang dalam perdebatan, tapi Anne tetaplah Anne, dia belum bisa menerima hubungan kami" Jinny tertunduk lemah mengingat peristiwa semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Mine #2 Cinta dan Harapan
FanfikceHallo Readers, ini Season #2 dari fanfiction She is Mine yang bertajuk Cinta dan Harapan, akan banyak drama yang menguras emosi di season ini. Happy reading.... _________________________________________________ Cinta itu buta ? No, cinta itu realita...