"Kenapa bisa begini?" suara beratnya terdengar rendah namun tajam, aku yakin terselip kemarahan disana. Mataku yang sebelumnya terpejam perlahan terbuka, Revan masih menelanjangiku dengan tatapan tajamnya.
"Perempuan ini, tiba-tiba saja muncul dan menyerang tante Farah. Dia tidak tahu aja Van? kalau tante Farah bukan orang yang akan diam saja diperlakukan seperti itu," ucap Carisa dibenarkan oleh tante Farah yang menatapku sinis penuh kebencian.
Revan menghela napas pelan,"Lukanya harus segera diobati."
"Orang bar-bar kayak dia tidak perlu dikasiani Van,"
Aku menahan untuk tidak mengumpat, apa yang kulakukan hanya bentuk perlawananku dari masa lalu. Aku sudah muak berada ditempat ini, seolah semua tatapan sinis menghakimiku. Aku berharap kedua satpam itu segera menyuruhku pulang.
"Eh mbak, dari tadi nyerocos mulu memojokkan teman saya, jangan dikira kita takut ya? silakan mbak, laporkan ke polisi, teman saya bukan preman, saya yakin dia melakukan sesuatu karena ada alasannya," tegas Luna dengan sikap percaya diri, masih saja membelaku.
Revan melangkah mendekati dua satpam yang duduk tidak jauh dari tempat Carisa. Memang Setelah mengintrogasi kami tadi, kedua satpam itu mempersilakan kami untuk duduk saling berjauhan, mungkin agar kami tidak kembali menciptakan keributan.
Revan berbicara serius pada kedua satpam itu, aku yakin lelaki itu pasti ingin mengabulkan permintaan kekasihnya. Aku tidak peduli, dan juga tidak akan menyangkal untuk membenarkan diriku karena memang kenyataannya akulah yang memulai.
"Untuk sementara kalian boleh pulang, luka mbak harus cepat diobati," ucap satpam paruh baya itu, diakhir kalimat ia menatapku prihatin, aku tidak terlalu peduli dengan luka di wajahku, karena lebih menyakitkan luka di hatiku.
Luna menanggapinya dengan sumringah, tentu karena ini sudah malam, tentu tubuhnya sudah lelah, seharusnya dia membiarkanku disini sendiri.Tapi Luna gadis keras kepala, dia tetap bersikeras menemaniku disini sampai selesai. Dengan langkah lebarnya, Luna mengajakku keluar, sebelumnya Carisa sempat mencekalku.
"Lo, jangan kabur. Aku tetap akan membawa kasus ini ke jalur hukum."
"Tenang aja deh mbak, kita tidak akan kabur, kita bukan penjahat mbak, tenang aja," ucap Luna santai, yang sudah mulai malas menanggapi Carisa.
"Kerumah sakit ya? Luka lo lumayan itu, nanti kalau dibiarin, takutnya malah parah. Ingat Fay, lo jomblo kalau wajah lo rusak, makin runyam," ucap Luna ketika kami berjalan menuju ke parkiran.
Luna dan mulutnya, mirip sekali dengan Andin, itulah sebabnya kita berteman.Aku bergidik gemas dengan persamaan mereka, mulut ceplas-ceplos namun sangat peduli dengan teman.
"Boleh saya pinjam temannya, saya akan mengantar Fayni pulang?" Sebuah suara mengintrupsi kami, aku tidak mengerti, ada apa dengan lelaki ini? Apa dia ingin meluapkan amarahnya karena aku sudah mencelakai keluarga tunangannya.
"Ya ampun mas, nggak sabaran banget sih, lihat dong muka teman saya? biarkan kami berobat dulu, tenang aja kami tidak akan kabur."
"Saya akan mengobati temanmu."
Aku berdecak sinis, untuk saat ini aku benar-benar sudah muak dengannya. Dia orang yang berdiri di pihak Farah, dan siapapun yang memihak Farah adalah musuh. Memang rasanya sangat menyakitkan, cinta yang dalam harus ku ubah menjadi kebencian.
"Hah... tidak perlu mas, disini kita lawan mas. Bisa-bisa wajah teman saya malah rusak, kalau bucin sama pacarnya boleh mas, tapi jangan segitunya mas. Mas punya rencana jahat? Pasti pacarnya ya? yang nyuruh mas. Serem amat sih orang jaman sekarang!" cerocos Luna dengan segala pemikirannya, yang membuatku sedikit bergedik geli.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bring My Heart (TAMAT)
Romance( CERITA LENGKAP) SEGERA BACA SEBELUM DIHAPUS. JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA GUYS, AND FOLLOW AKUN PENULIS. Jangan lupa follow Ig Penulis @Titin Yunilestari "Aku tidak tahu seperti apa bentuk pertemuanku dengannya Setelah hubungan kita berakhir...