~~
Happy Reading
~~
Ingatan itu mengajak aku bernostalgia pada satu masa ketika aku lebih sering menatapnya daripada menatap Fian. Cinta pertamaku sesungguuhnya sebenarnya Zindra, dan mungkin akan selalu dia. Seberapa banyak pun aku mengatakan kalau aku sangat mencintai Fian, aku tak bisa bohong kalau aku juga pernah melabuhkan rasa yang sama besarnya pada Zindra.
Matanya yang teduh membuat aku gugup.
Ingatan itu juga kini membawa aku ke sebuah rumah mewah, tepatnya di rumah Fian yang megah belasan tahun lalu. Aku mencurahkan segala perasaanku tentang Zindra pada Fian di sana. Masa di mana Fian kerap kali mentertawakan aku karena menyukai pacar orang.
Tapi, aku tetap keras kepala sekali. Tidak berkaca kalau aku hanya gadis miskin yang kumal.
Zindra tak pernah memandangku rendah. Ia membantu aku bangkit dari keterpurukan meskipun ia memang tidak pernah mau kalah dalam belajar. Ia lebih banyak diam, namun diamnya menciptakan banyak kenangan yang terus menyeret aku menyusurinya sekali lagi.
Bergerak ke masa yang lebih maju, ingatan itu terhenti pada perubahan drastis pada diri Zindra yang mulai suka menggodaku, mengajak aku bertunangan, dan selalu memastikan aku tetap baik-baik saja. Perlakuannya memang hanya untuk menutupi kebusukannya, tapi aku hanya menganggap bahwa itu adalah bentuk balas budi karena aku ikut andil dalam membahagiakan Intan, dengan mencoba merelakan Fian.
Tapi seberapa kalipun aku menyusuri kembali masa lalu, aku masih tak sampai pada alasan Zindra melakukan itu. Mengapa ia melakukan itu? Aku juga sama seperti Fian, tak sampai hati menyebut Zindra sebagai seorang pembunuh. Kuncinya hanya ada pada Intan.
Batu Intan, haruskah aku relakan Fian agar kamu bisa menjelaskan kepadaku? Tapi, aku takut kebedaraanmu justru akan benar-benar merenggut Fian.
Apakah aku pergi saja dari Fian dan kembali mencintai Zindra seperti dulu? Ah, jika begitu, bukahkan Zindra juga harus hidup? Sementara ia juga ada di ambang kematian sepertimu ...
Fiona terlonjak. Ia mengerjap-ngejap. Matanya menatap bayangan langit-langit rumah sakit. Putih bersih. Kenangan masa lalunya sontak tersapu oleh realita. Fiona menurunkan pandangannya dan menatap selang infus mengaliri tubuhnya dengan cairan bening. Matanya beralih menatap Adrian yang samar-samar terlihat antusias mendapati adiknya sudah siuman.
Berapa hari aku tidak sadarkan diri? Aku sangat haus ...
Fiona menelan ludah. Mulutnya terasa sangat kering. Ia melihat dokter dan perawat mulai berdatangan, memeriksa kondisinya dan melepaskan alat bantu pernapasan. Fiona mulai bisa membuka mulutnya yang kering, minta diambilkan segelas air lantas meneguk kesegaran itu sampai kerongkongannya lega.
"Fian ..." kata selanjutnya yang Fiona ingat adalah Fian. Terakhir kali ia melihat Fian berderai air mata, menangisi sahabatnya, "Zindra ..." lantas Fiona mengingat Zindra. Laki-laki itu, apakah baik-baik saja?
Adrian menggenggam tangan Fiona, "Zindra kritis dan Fian ditahan polisi."
Informasi itu tidak menyenangkan. Fiona segera menyingkap selimutnya dan hendak turun dari ranjang, "Aku harus melihat mereka."
Adrian kembali membaringkan Fiona, "Tunggu sampai dokter memperbolehkan kamu pulang."
"Berapa lama aku di sini?"
"Tiga hari."
"Tiga hari?" Fiona membelalak. Ia mulai cemas, "Fian sudah tiga hari ditahan?!"
"Fian menjadi tersangka. Keluarga Intan yang melaporkannya. Maksudku, keluarga Zindra."
KAMU SEDANG MEMBACA
HIPOTESA RASA [SELESAI]
Romance"Cerita Melodrama khusus remaja-dewasa 16+" Update setiap hari senin dan kamis jam 20.00 SINOPSIS : Fiona adalah seorang gadis miskin yang cerdas, tidak ada yang tidak mencintai sosok bermata peri itu, termasuk Fian. Laki-laki dengan sejuta pesona...