Bab 62 [Penguji Kestiaan]

204 48 0
                                    

*untuk para pembaca setiaku ❤

~~

Happy Reading

~~

Fiona muncul dari balik bahu Fian demi menatap langsung wanita yang ada di hadapan mereka. Kening Fiona mengernyit, "Apa Anda bisa jelaskan sekali lagi? Siapa yang bunuh diri?"

"Anakku. Perempuan yang dikhianati oleh Fian. Perempuan yang selalu mencintai Fian dengan tulus selama lebih dari sepuluh tahun lamanya. Intan."

Dunia Fiona seperti bergetar, gelombang dahsyat itu berhasil membuat tubuh kokohnya limbung, lantas terduduk di atas lantai yang begitu dingin. Kenapa gelap sekali? Fiona menatap bingung sekitarnya. Ia hanya bisa melihat tubuhnya menjauh, menjauh, dan menjauh. Semakin kecil. Tidak bisa menjangkau apapun lagi selain ruang kosong yang memenjarakannya.

Fiona sedikit mual. Seluruh makanan yang baru saja ia makan dengan lahap rasanya ingin keluar. Semuanya terasa tidak nyata dan terlalu memuakkan jika harus menjadi nyata. Tapi, sebuah sentuhan memaksa Fiona harus kembali. Dunia gelapnya runtuh, menjadi kenyataan yang sangat berwarna, namun pahitnya tak terbendung.

"Ini salah paham, Fiona. Ini hanya salah paham. Percaya padaku, oke?" Fian meraup tubuh itu agar tetap berdiri tegak, kembali menyembunyikannya ke balik bahu kekar yang sama bingungnya.

"Kamu tidak mau mengakui kesalahanmu, Fian?" tanya wanita paruh baya itu. Fian sontak menggeleng, tetap teguh pada pendiriannya. Wanita di hadapan Fian mengangguk samar sembari terkekeh. Ia meraih selempar kertas dari dalam tasnya, "Lantas kenapa Intan meninggalkan sebuah surat buatmu? Coretan terakhir Intan sebelum dia bunuh diri."

Fian menggeleng, enggan melihat tulisan itu. Rasa penasaran malah melingkupi Fiona. Perempuan itu sontak menjulurkan tangan dan meraih selembar kertas itu dan hendak membacanya.

"Jangan dibaca, Fiona!" Fian merebut paksa kertas itu dan melemparnya sembarang ke lantai, "Ini fitnah. Mereka bisa saja memalsukan tulisan Intan untuk menjebak aku."

"Lancang sekali kamu, Fian!" sentak wanita paruh baya itu, meraih kembali surat terakhir yang ditulis oleh anaknya, "Anakku sekarang kritis di rumah sakit. Dia berusaha gantung diri dan minum racun!"

"Mungkin Intan melakukan itu karena muak dengan keluarganya. Intan selalu cerita tentang keluarganya yang tidak pernah memperlakukan dia dengan baik. Kalau memang kalian memperlakukan Intan dengan baik, dia tidak mungkin pergi ke Singapura!"

Tidak terima dengan pernyataan itu, ibu kandung Intan merangsek maju, meremas kerah baju Fian dan berteriak di depan wajahnya, "Intan melakukan itu karena kamu mengkhianatinya!" Perempuan itu belum puas, ia berusaha merauh tubuh Fiona. Meski Fian berusaha untuk menghalangi, tapi Fiona masih bisa merasakan embusan kemarahan menerpa wajahnya, "Ini juga karena kamu. Perempuan perusak. Perebut. Apa kamu tidak sadar kalau kamu ini parasit?"

Fian mendorong tubuh gempal itu sampai ke ambang pintu, lantas memasang badan untuk menghalangi Fiona, "Urusan Tante itu cuma sama saya. Jangan pernah berani sentuh Fiona!" tegasnya.

"Oh," wanita itu mengangguk, mengangkat dagunya, "Iya. Kamu memang punya banyak sekali urusan dengan saya, Fian. Termasuk tentang utang-utangmu. Kamu masih tidak mau bertanggung jawab atas Intan?"

Fian mengangguk, "Karena saya memang gak salah."

"Kalau begitu bayar semua utangmu secara tunai. Karena bank manapun tidak bisa langsung mencairkan uang yang banyak, aku akan beri kamu waktu tiga hari."

"Utang itu gak ada sangkut pautnya dengan ini, Tante. Lagipula saya sudah janji akan membayar semuanya secara berkala. Kita juga sudah membuat kesepakatan, tertulis hitam di atas putih."

HIPOTESA RASA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang