"Gimana Zora, kamu setuju kalo Ibu daftarkan di sekolah pilihan Ibu?" Tanya Ibu Zora.
"Iya Bu, Zora setuju-setuju aja kok." Sahut Zora, dengan senyuman tipis.
Mengingat nilai Zora yang cukup bagus, hal seperti pendaftaran sekolah bukanlah hal yang sulit lagi bagi Zora. Yang Zora harapkan hanyalah, jauh dari teman-temannya semasa SMP.
Udara sejuk di malam hari, dihabiskan oleh Zora hanya dengan berbaring di kamarnya sembari menatap layar handphone yang ia miliki. Hari-harinya berjalan selayaknya orang pengangguran yang bingung akan hidup kedepannya.
Pendafatarn sekolah bisa diselesaikan dengan mudah bagi Zora. Mengganti semua peralatan sekolah juga sudah menjadi ciri khas bagi Zora disetiap kenaikan kelas. Tas, sepatu, buku, baju, bahkan alat sekolah seperti penghapus pun, ia ganti dengan yang baru.
"Zora, ayo nak kita sarapan." Ajak Ibu Zora.
"Oke, Bu." Sahut Zora dengan lantang dari kamarnya.
Sarapan berdua sudahlah hal biasa bagi Zora. Terduduk di depan meja bundar yang sangat besar, membuat Zora yang ceria itu menjadi murung. Ayahnya yang sulit untuk memiliki kesempatan pulang ke rumah adalah kesedihan utama bagi Zora.
"Zora, Ibu ada kejutan. Ayah bakalan pulang minggu depan." Ucap Ibu Zora.
"Hah? Ibu yang bener aja? Ini serius Bu? Yeayyy." Senyuman ceria dari Zora terpancar cerah pada pagi itu.
Biasanya saat siang hari, Zora duduk santai di teras rumahnya dan mendengarkan musik sembari menikmati secangkir es teh yang dapat mengurangi rasa dahaga.
"Hai Jora." Sapa Vicero.
Tiba-tiba terdengar suara Vicero yang samar-samar. Belum saja Zora membalas sapaannya, Vicero langsung berlari kecil mengarah Zora dan duduk di samping Zora.
"Eh, Vicero, ngapain di sini?" Zora terkejut.
"Emangnya ga boleh duduk di sini?" Tanya Vicero sembari membenahi posisi duduknya.
"Ya boleh-boleh aja. Masalahnya, pantatmu itu besar! Jadi sempit bangkunya." Ledek Zora sambil tertawa.
"Makasih atas pujiannya." Sahut Vicero dengan ekspresi cemberut.
Mengobrol berdua di teras rumah yang sejuk itu, membuat hubungan mereka berdua semakin akrab. Siang adalah salah satu kondisi cuaca yang paling tidak disukai Zora, karena kondisi mataharinya yang terlalu terik. Tetapi entah mengapa, di siang itu, cuaca di sekitar sangatlah sejuk.
Topik demi topik telah dibahas sehingga mereka lupa akan waktu yang terus berjalan.
"Zora, aku pulang duluan ya." Pamit Vicero.
"Iya, jangan balik ke sini lagi ya." Senyum Zora dengan nada meledek.
Dengan ekspresi kesalnya, Vicero berjalan pulang dengan sandal yang berbeda. Kaki kanan menggunakan sandal berwarna biru miliknya sendiri, dan di kaki kiri menggunakan sandal berwarna merah milik Ibu Zora. Karena merasa hal itu sangat lucu, Zora tidak kepikiran untuk menegur dan mengambil sandal milik Ibu nya yang digunakan oleh Vicero.
Menunggu Ibu pulang sembari menikmati cemilan di depan layar televisi, adalah kebiasaan Zora di setiap malam.
"Assalamu'alaikum Zora sayang." Meletakkan tas dan beberapa paperbag di pinggir sofa.
"Wa'alaikumsalam Ibu." Berdiri dan memeluk Ibu nya.
"Ibu mau tanya, sandal merah punya Ibu kamu ke manain?" Tanya Ibu Zora sambil melirik ke setiap sudut ruangan.
"Ga tau Bu, kayaknya di bawa ayam tetangga." Sahut Zora dengan sedikit gagap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renggang
Roman pour AdolescentsPersahabatan seorang dua remaja yang sangat bertolak belakang dalam segi kepribadian dan keahlian. Perbedaan tersebut berpengaruh besar dalam hubungan persahabatan mereka. Hingga pada akhirnya, penyesalan lah yang menjadi hasil dari segala hasil. Ta...