.
.Sara memandang bingung murid-murid yang saat ini terlihat mengerumuni mading sekolah. Gadis itu baru saja keluar dari kelas sudah menyaksikan pemandangan menyesakkan itu. Kalau saja dirinya yang ada di tengah-tengah kerumunan tersebut mungkin Sara sudah jadi gepeng.
"Liatin apaan Sar?" Nanda yang baru saja keluar dari kelas langsung menanyainya.
"Noh, tumben pagi-pagi gini tuh mading udah di kerumuni gitu."
Nanda ikut menatap ke arah rombongan siswa-siswi tersebut. Syia dan Disa tidak ada, kedua gadis itu sudah ikut pertemuan eskul pagi-pagi sekali. Entahlah, ketua eskul mereka benar-benar rajin mengadakan pertemuan.
"Gila! Ada berita baru kah?" Nanda melirik Sara.
Sara tampak berpikir, yah dia memang seorang stalker tapi kenapa untuk berita terbaru yang Nanda maksud tidak ia ketahui yah?
"Entahlah, gue juga belum cari tau sih."
"Ck, stalker abal-abal."
"Kampret! Gue udah bisa di sebut pro stalker yah, semua gue tau kali."
Nanda hanya mencibir, temannya yang satu ini emang sok sih.
"Kalau diam di sini doang mah kita kagak bakal tau anjir di sana lagi ada apaan."
Sara sontak meliriknya "Benar juga kata lo ngab!"
Sara lantas melangkah lebih dulu meninggalkan Nanda yang berdecak melihatnya. Saat sudah sampai di belakang kerumunan itu Sara hanya bisa berjinjit karena tinggi badannya yang hanya 150 cm saja. Ya, di antara teman-temannya yang lain memang hanya dirinya yang pendek.
"Gak usah lo cari tau deh Sar, niat pengen liat mading aja lo kagak nyampe."
Sara mendelik "Itu karena gue pendek kambing makanya gue gak bisa liat lagian lo yang tinggi juga kagak bisa liat kan?"
"Dih siapa bilang, gue bisa liat kali."
"Yaudah lo coba liat tapi jangan maju ke depan, dari sini aja." Kata Sara.
Nanda sedikit tidak yakin sih, tapi ia tetap mengangguk karena gengsinya yang begitu tinggi. Gadis itu dengan tampang percaya dirinya mulai fokus menatap mading di depannya.
"Pengunguman..." gadis itu mulai membaca apa yang tertera di mading tersebut "Untuk pelaksanaan porseni yang akan men-da-tang kami nyatakan di percepat, alasan selanjutnya akan kami sampaikan lewat perkumpulan siswa-siswi besok pagi di aula SMA galaksi bangsa, terima kasih."
Sara yang mendengarnya mengumpat sementara Nanda tampak berdecak sial. Bisa-bisanya kegiatan porseni itu di percepat. Bukankah dengan begitu secepatnya juga mereka harus berlatih untuk mengikuti kegiatan tersebut?
"Sial emang, mana gue belum latihan akustik lagi." Decak Sara dan Nanda yang mendengarnya malah memukul lengannya.
"Lo bagus udah ada pilihan ikut lomba apa, lah gue? Kagak tau mau masuk yang mana."
Sara menyengir sembari merangkul gadis itu meski agak sulit sih karena tubuh Nanda yang lebih tinggi darinya "Gimana kalau lo ikut lomba balap karung aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope Not Reality
Teen FictionMungkin kisah ini akan terdengar klasik bagi kalian. Siswa-siswi SMA yang berusaha mengejar mimpi dan kisah cintanya. Mempertahankan senyuman orang lain meski diri sendiri sudah lebih dulu terluka. Berjalan di atas duri-duri dan rela menampung banya...