Chapter 9

29 15 24
                                    

.
.

"Anjir!"

Vernon terkekeh pelan "Cewek yang Revil suka ternyata toxic juga yah...." gumam Vernon dan Nanda yang tidak begitu mendengarnya mengernyitkan dahi.

"Lo bilang apa tadi?"

Vernon menggeleng.

Nanda yang melihat gelengannya mengangguk-angguk. Mengingat sesuatu, ia sontak mundur selangkah.

"Lo........ bukannya asisten pribadinya Revil yah?"

Vernon mengangguk "Hm, betul sekali."

Nanda refleks membungkam mulutnya sendiri menggunakan telapak tangannya. Mimpi apa dia semalam? Kemarin di samperin idola, sekarang ngobrol bareng asisten pribadi idolanya. Bukankah ia sudah menjadi gadis beruntung sekarang?

"Lo keknya kaget banget yah."

Nanda mengangguk cepat "Wajar lah! Lo berdua biasa gue liat di tv sama di hp doang."

Vernon kembali terkekeh "ya juga."

"Oh iya, Revil masih di kelas MIPA 1?" Tanya Nanda dan Vernon terlihat mengangguk sebagai jawabannya.

"Lo mau samperin dia? Samperin aja."

Nanda menggeleng "Teman kelas lo galak-galak."

"Kok lo tau?"

"Ya kan karena gue udah lama sekolah di sini. Gue tau itu juga karena emang faktanya kayak gitu, makanya banyak murid dari kelas lain malas ladenin anak MIPA 1 tapi karena Revil udah nempatin tuh kelas, gue yakin tiap hari kelas lo bakal rame." Ucap Nanda membuat Vernon mendengus geli.

"Emang udah rame tadi."

Nanda mengangguk "Ya juga sih. Oh iya, lo mau kemana? Kenapa Revil nggak ikut keluar?"

"Gue mau ke toilet, btw pertanyaan lo nyangkut si Revil mulu, keknya lo fans beratnya Revil juga deh..."

"Emang bener!"

"Pas!"

"Hah?"

Vernon tersenyum "Bukan apa-apa. Gue duluan." Setelahnya, Vernon melangkah pergi meninggalkan Nanda yang terlihat bingung di tempatnya.

※※※※※※

Disa baru saja selesai latihan karate. Dengan menggunakan seragam khusus eskul tersebut, ia mulai berjalan menuju ruang ganti untuk mengganti bajunya ke seragam sekolah. Di saat yang bersamaan, Vernon yang tengah bingung mencari toilet tampak mendengus.

"Kenapa gue nggak nanya ke ceweknya Revil yah tadi." Gumam pemuda itu merutuki dirinya sendiri.

"Ruang ganti." Melihat pintu bertuliskan ruang ganti pakaian tersebut membuat Vernon melangkah mendekati pintu itu.

"Mungkin aja di sana ada toilet." Alasan kenapa Vernon ingin ke toilet adalah, karena ia ingin menata rambutnya yang di rasanya berantakan. Berlebihan memang, tapi itu lah salah satu sifat Vernon, meskipun ia tidak suka dengan gadis-gadis apalagi gadis yang berisik, ia tetap mempertahankan penampilan kerennya. Bukan untuk pamer, tapi hanya untuk membanggakan diri sendiri.

Tangannya mulai memutar kenop pintu itu, dan saat pintu tersebut terbuka, refleks Vernon membulatkan matanya.

"AAAAAAA..!!!!"

"PENGINTIP!"

"Weh, nggak lo sal—"

Bugh!

Vernon bergegas menutup pintu ruang ganti itu kembali. Pemuda tersebut berdecak kesal saat merasa cairan kental keluar dari hidungnya.

Hope Not RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang