Prolog

247 23 40
                                    

Hidup telah lama berada di titik terendah. Menggoreskan luka yang kini telah menjadi bekas dendam. Senyum masih ada, tetapi tawa telah hilang. Senyum masih terlihat, tetapi senang telah terhenti. Luapan amarah telah meredam, tetapi ingatan akan terus terkenang.

Ia berdiri di balik jendela kamarnya yang kecil. Mengintip luar rumah yang telah basah kuyup akibat hujan lebat. Pikiran kembali tak tenang, angan-angan yang selalu ia tepis pun tak bisa menghilang. Tetes demi tetes air mata terjatuh membasahi pipinya. Malam yang selalu ia lewati dengan overthinking. Senyap dengan bantuan suasana dingin menembus ke tulang-tulang kembali mengingatkan pada sebuah peristiwa yang tak layak untuk diulang.

Perlahan ia beralih menatap gambar diri bersama seseorang yang pernah ada di sisinya. Senyum sekilas cukup terlihat indah dan tulus. Namun, hatinya yang lembut tak dapat berbohong. Ia masih rapuh, ia masih tak percaya tentang cerita yang mereka jalani selama ini.

Langkah kakinya maju mendekati buku diary yang merupakan kado ulang tahun dari sahabatnya. Lalu membuka halaman pertama untuk mengambil sepucuk surat yang telah ia baca beberapa kali. Tak ada rasa bosan baginya, walau harus ia baca ribuan kalipun mungkin akan tetap suka. Ada satu pesan terakhir yang membuatnya selalu menangis. Pesan yang menurutnya sangat menyentuh hatinya.

'Maaf karena aku tak bisa melindungimu sampai akhir. Aku harap kau akan selalu bahagia bersama kenangan kita berdua. Baik-baiklah dalam hidup dan jangan pernah merasa terpuruk. Karena aku akan selalu merasa sakit bila kau kembali pada hidupmu yang dulu. Cantikku tidak boleh bersedih. Cantikku harus kuat untuk selalu mengejar cita-citamu. Semangat! Doa dan cintaku akan selalu bersamamu.'

Yah ... itulah pesan yang selalu ia ingat. Bagi gadis tersebut, penyemangatnya tak akan ke mana-mana. Walau raganya tak dapat ia peluk, tetapi hatinya utuh berada dalam dekapannya. Bersama surat itu, ia berjanji akan tetap kuat melawan semua rintangannya dan dengan adanya surat itu, ia akan selalu membawa cinta di setiap langkah kakinya. Ia pun kembali menangis memeluk surat kesayangannya.

"Pada akhirnya aku kembali seperti dulu, merasakan sedih karena kembali kesepian. Hah ... tapi untuk kali ini, aku jauh lebih baik. Sungguh! Setidaknya aku mampu menjadi kuat dengan ingatan bersamamu. Suratmu adalah temanku sekarang. Aku berjanji tidak akan menjadi wanita terpuruk seperti dulu. Aku akan selalu menjadi wanita kuat seperti yang kau inginkan. Terima kasih atas kasih sayangmu. Kau adalah sahabat terbaikku."

Gadis itupun kembali menatap dengan lekat kertas berukuran A5 tersebut. Ia cium sekilas dan meletakkannya kembali pada halaman pertama buku diarynya. Ia mulai kembali untuk membalik lembaran selanjutnya. Mencoba membaca semua kiasan dan syair yang sahabatnya buat. Dia memang cukup handal dalam hal menulis. Adakalanya gadis itu tersenyum ketika namanya selalu muncul di setiap kertas tersebut. Ia merasa bangga karena mendapatkan sahabat yang begitu mencintai dirinya.

Diam & Air Mata Gehna [Novelet]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang