Aku Menikahi Putra Mahkota Yang Terbuang [NOVEL]

Chapter 11

“Ini surat dari Pangeran George, kan? kamu ingin menunjukkannya kepada Nyonya?”

Saat aku tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap surat itu, Sabrina mengalihkan targetnya dengan menunjukkan surat itu kepada Rona.

"Uh huh. Sepertinya dia ingin mengambilku sebagai istrinya.”

"Dasar perempuan jalang gila!"

Seringai muncul ketika aku mendengar suara Rona dari sudut kereta.

George ingin menjadi seorang kaisar, dan istri resmi seorang kaisar adalah seorang permaisuri.

'George tidak akan pernah memberikan kursi permaisuri kepada orang biasa.'

Dia menganggap asal ibunya yang rendah sebagai satu-satunya kelemahannya.

Kenyataannya, George tidak pernah memberi Sabrina posisi resmi sampai dia naik takhta.

Dia menikahkannya dengan Marquis Letty dan kemudian membawanya sebagai gundik Kaisar.

Sama seperti dia telah menikahkanku dengan Joseph.

Memikirkan masa depan Sabrina membuatku mengerutkan kening, dan Sabrina, yang berada tepat di depanku, mencibir.

"Sejak Nyonya menikah dengan Yang Mulia, Nyonya tidak lagi menjalin hubungan dengan Pangeran George, kan?"

Betapa tak tahu malu.

Kamu menangis, mengklaim bahwa George memaksamu, dan memohon pengampunan. Apa kamu sudah melupakannya?

Ini adalah masyarakat di mana status seseorang berubah tergantung pada siapa mereka menikah.

Oleh karena itu, aku bisa mengerti mengapa seorang pelayan biasa seperti Sabrina bertingkah seolah dia berada di atasku. Karena dia percaya bahwa dia telah memenangkan hati George.

Bahkan, ada juga wanita bangsawan yang memaksa pelayan cantik mereka untuk debut di masyarakat, dan memperkuat pengaruh mereka sendiri dengan mengatur pernikahan pelayannya dengan tokoh-tokoh kuat.

'Siapa yang benar-benar berdiri di atas? Itu masalah lain untuk dipikirkan.'

Jadi aku mengangguk karena aku terlalu malas untuk berdebat mengenai 'mengetahui tempat seseorang' dengan Sabrina yang arogan.

"Benar sekali."

"Jika Pangeran George menjadi Kaisar ... apakah itu berarti aku akan menjadi permaisuri?"

"Mungkin."

Setelah menanggapi pertanyaan Sabrina dengan acuh tak acuh, aku berdiri ketika kusir mengumumkan bahwa kami telah tiba di Dataran Kensteen.