Tertangkap

14.3K 321 1
                                    

Aku benar-benar gugup menghadapi sosok papa yang tinggi menjulang dengan otot lengannya yang tampak semakin kekar saja.

"Selama ini kamu dapat uang darimana..?"

Tanyanya sambil mengambil sebotol anggur simpanannya yang entah sejak kapan sudah berada di lemari yang terletak di ruang tengah itu.

"A..aku..."

Ucapku terbata-bata.
Bagaimana ini?
Kalau aku mengatakan yang sesungguhnya...
Apakah papa akan marah?

"Jangan-jangan kamu jual diri buat makan ya?"
Papa terkekeh menghinaku.

Aku benar-benar tak tahu harus menjawab apa, jadi kuputuskan untuk diam.
"Kok diam saja?" Ucapan papa membuyarkan lamunanku.

"Ah...Emm...A..Aku pakai uang..."

Aku benar-benar mengutuki nasibku yang begitu sial hari ini.
Apakah jawabanku untuk jujur kali ini adalah benar?

"A..aku pakai uang ATM papa.."

Suaraku kembali bergetar.
Suasana hening seketika.
Papa terdiam dan aura pembunuh itu terasa semakin lekat melingkupi seluruh tubuhku.

"APA KAMU BILANG?"

Teriakan papa terdengar sangat murka.

Astaga..!

Bagaimana ini?
Papa terlihat sangat murka.

"Ah..a..aku..."

aku kehabisan kata-kata.
Aku tahu papa akan segera menghabisiku.
Aku pun segera berlari menaiki anak tangga dengan panik yang amat sangat, karena papa segera mengejarku tepat dibelakangku.
Segera kumasuki kamar mandi,  dan kukunci pintu yang cukup kokoh itu tanpa berpikir lagi.

"BUKA PINTUNYA BRENGSEK!!"

Papa berteriak dengan suaranya yang terdengar murka sekali.

Tidak!

Papa tidak pernah semarah ini padaku. Apa yang akan terjadi padaku selanjutnya?
Apakah papa akan membunuhku?

Hening sejenak.

Suara pintu yang berdebam seakan meremas jantungku.
Papa mencoba mendobrak pintu kokoh itu.

BRAAKKK!!!!

Pintu itu terbuka lebar didepanku, menampilkan tubuh kekar yang sudah siap menghabisiku.
Papa segera berlari menerjangku dan menarikku keluar dari kamar mandi.

"Ampuun paa.!!" Aku menjerit ketakutan melihatnya yang segera menarik kerah kemejaku.
Sebuah hantaman keras membentur pipi kiriku.
Pandanganku pun mulai kabur.

Author POV

Adi menyeret tubuh fin yang lemas tak berdaya ke sebuah kamar mandi yang terletak di sebelah kolam renang.
Dilepaskannya kemeja penutup tubuh Fin dengan kasar.
Adi tidak mau peduli lagi dengan masa lalunya bersama anak kesayangannya itu.
Dilepaskannya juga celana jeans Fin yang panjang itu dengan tergesa-gesa, karena Adi tidak mau berlama-lama dengan anak yang sudah menjebloskannya ke penjara itu.

Diambilnya shower yang tergantung di dinding kamar mandi itu dan ditariknya tuas untuk mengalirkan air.
Segera disiramnya tubuh anak satu-satunya itu dengan air dingin tanpa belas kasih.
Fin tampak menggeliat kedinginan menerima siraman air shower itu.
Adi tersenyum melihat Fin yang tampak tersiksa.
Ia pun segera melepaskan dasi yang sedang dikenakannya. Dipakainya dasi itu untuk mengikat tangan Fin kebelakang tubuhnya.
Adi tak peduli lagi walaupun Fin merintih saat ikatan dasi itu mengikat tangannya hingga tak bisa bergerak sama sekali.
Bahkan mungkin aliran nadinya pun terhenti karena kuatnya ikatan itu.

"Kamu nggak akan bisa kabur lagi Fin...tidak hari ini, dan tidak juga untuk besok.."

Setelah puas, Adi mematikan shower itu dan meninggalkan Fin yang tergeletak tak berdaya di dalam kamar mandi yang gelap itu.
Fin terisak merasakan sakit yang berdenyut di pipinya.
Tubuhnya pun menggigil kedinginan tanpa bisa ia tahan.
Tanktop dan celana pendeknya pun tak bisa memberikan kehangatan ataupun melindunginya dari angin yang masuk melalui celah pintu.
Perlahan kesadarannya semakin pudar.
Fin pun sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi.

My Lovely DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang