XXXIV. Merangkul

59 36 248
                                    


Suara motor datang dan terdengar dari teras Milan, Milan yang sedang menyapu segera keluar rumah memastikan siapa yang datang.

"Kaivan," sebut Milan kaget.

"Kai, ada urusan apa ya?" tanya Milan sudah menghampiri Kaivan.

"Gue, mau bantuin lo."

"Bantuin apa?"

"Apa aja."

Milan tersenyum remeh. "Enggak usah, gue mau ke kedai." Milan berbalik hendak mengambil helm yang di ruang tamu.

"Gue temenin."

"Enggak usah. Buang-buang waktu belajar lo."

"Mil kok lo gitu?"

"Pulang aja ya Kai, ada yang lebih perlu lo perhatiin selain gue sekarang."

Milan mulai menyalakan motornya. "Gue pergi dulu Kai," pamit Milan dengan senyuman.

Kaivan melebarkan mata, memastikan apa yang terjadi sekarang. Entah kenapa sikap Milan berubah sekarang. Mungkin saja karena masalah-masalah yang ia hadapi jadi Milan ingin sendiri.

Kaivan pun sudah tak ambil pusing lagi. Sempat tersenyum tipis, lalu melaju pergi meninggalkan kediaman Milan. Sesuai perintah Milan, ia langsung pulang.

🍗🍗🍗

Keesokan hari.

"Milan!" panggil Yasa sudah menyamai langkah Milan.

Yasa sengaja tidak memanggil Milan saat ia berusaha mengejar tadi, karena Yasa takut jika mengetahui keberadaannya Milan berubah lagi jadi menjauhinya. Padahal baru saja kemarin Milan tak mengusirnya saat membantu ayahnya pulang dari rumah sakit.

"Apa?" sengak Milan.

"Eh tumben kita bareng gini ya Mil?"

"Gue kesiangan. Harusnya lebih pagi biar enggak ketemu lo." Milan memutar bola malas.

"Gitu amat Mil. Semester satu mau berakhir masih aja jutek sama gue."

"Enggak tau, bawaan emosi kalau liat muka kamu. Selalu flashback kejadian."

"Akan banyak kemungkinan jika kamu mempercayaiku lebih baik lagi Mil." Yasa mengatakannya dengan pandangan lurus ke depan.

"Ya udah. Kalau sakit itu masih menggumpal, kayaknya bener deh gue emang harus jauhin lo," sambung Yasa yang meninggalkan senyuman dan bayangan.

Milan seketika tertegun dengan pernyataan Yasa. Anak rambut di pipinya ia selipkan di kupingnya. Pandangannya terfokus pada punggung mantannya yang kian menjauh.

"Kenapa gue jadi merasa bersalah," gumam Milan.

🍗🍗🍗

"Oh, si Nuna itu pembantu lo ya? Makanya lo enggak mau deket-deket dia atau bareng kalo berangkat, soalnya lo pasti minder." celetuk Widi.

Widi yang selama ini diam ketika di rendahkan Yashna, inilah saatnya untuk menjatuhkan Yashna balik dari sikap sombongnya.

"Apa lo bilang? Maksud lo apa gue dateng, terus ngomong gitu? Nantang gue?" emosi Yashna.

Widi berseringai lalu mengabaikan Yashna. Meladeninya lagi hanya buang waktu bagi Widi. Setidaknya apa yang dilakukan cukup untuk menggertak Yashna. Karena jika makin panjang ia juga takut banyak mengambil resiko mengenai pekerjaan papanya yang bekerja sama dengan papa Yashna.

Yashna hampir saja mendekat dan ingin melayangkan tangannya ke pipi Widi, tapi dengan cepat Kaivan menarik Yashna ke bangkunya.

"Udah. Jangan bikin masalah!" peringat Kaivan.

SAY! (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang