Sudah 2 tahun yang lalu kita berpisah. Mulai dari hari itu juga kita sudah lost kontak. Jujur aku sangat merindukanmu Asa, sudah beberapa kali aku berusaha untuk mencari kabar tentangmu. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke Bandung. Tetapi saat tiba di Bandung, mereka bilang kamu pindah ke Jakarta.
Jujur rasanya seperti mimpi ketika bertemu denganmu dipinggir jalan seperti ini. Tanpa ada rencana atau apa pun. Ternyata memang benar adanya. Ketika kita mencintai seseorang biarkan dia pergi, jika dia kembali berarti dia milikmu jika tidak berarti dia takkan pernah menjadi milikmu.
"Asa...," panggilnya lirih.
"Lo apa kabar? Lama kita gak ketemu?" tanyanya yang membuat Asa terdiam kaku.
"Kenapa diam Asa? Lo gak apa-apa, kan?" Terlihat raut wajah Titan yang cemas, karena melihat Asanya terdiam kaku seperti itu. "Apa lo sakit?" tanyanya lagi.
Asa terkejut, tangannya langsung dada-dada sebagai simbol ketidaksetujuannya dengan apa yang dikatakan Titan. "Gue baik-baik aja, kok. Senang bisa bertemu dengan lo... "
Kedua sudut bibir Titan terangkat, terulas sebuah senyuman yang sangat Asa rindukan.
"Lo sekarang sekolah di mana? Dan kapan lo kembali dari Semarang? Gimana kabar tante Zia? Gue dengar tante Zia sakit jantung." Titan diserbu dengan beberapa pertanyaan dari Asa.
Ia hanya tersenyum melihat tingkah Asa, ternyata Asanya tidak berubah. Ia masih sama seperti Asa yang dulu, selalu banyak tanya. "Alhamdulillah baik Asa, mama selalu nanyain lo."
"Beneran? Gue ingin ketemu sama mama lo, tapi... Untuk saat ini belum bisa. Gue harus selalu menjaga Asna."
"Asna? Emangnya dia kenapa? " tanya Titan penasaran.
"Gue juga gak tau, kayaknya sih baik-baik aja. Mungkin memang mama yang terlalu sayang sama Asna," jelas Asa sedih. Titan sudah mengetahui semua sikap kedua orang tua Asa terhadapnya.
"Lo yang sabar aja, gue yakin... Suatu saat mereka pasti bakal sayang juga sama Asa," kata Titan berusaha menghibur Asa.Drettt!! Drettt!! Drett!!
Ponsel Asa bergetar, ia pun langsung melihatnya. Tertera nama Asna yang terpampang di layar ponselnya.
"Halo Asna, ini gue bentar lagi sampai di sekolah. Lo tunggu gue di sana ya!"
"Asa ini gue Nera, lo harus cepat ke sini. Asna... Sa. Asna pingsan!" Suara dari seberang sana.
"Apa! Pingsan? O-oke gue bakal ke sana. Tolong jaga Asna ya!"
"Oke... Jangan lama-lama! Gue khawatir banget sama dia."
Panggilan pun terputus.
"Titan... Gue pergi dulu ya, nanti kalau ada waktu gue bakal main ke rumah."
"Iya, hati-hati Sa, nanti gue DM lo."
Setelah berpamitan dengan Titan, Asa langsung segera menyalakan mesin mobilnya dan bergegas pergi untuk menemui Asna.
***
Kini Asa telah sampai di SMA Bima Sakti. Terlihat sudah sangat sepi, sehingga membuat Asa bingung untuk bertanya kepada siapa, dan entah kearah mana ia harus pergi.
"Siang, Non. Maaf Non cari siapa ya?" tanya pak satpam yang berjaga di sana.
"Maaf Pak, saya mau tanya. Di mana ya ruang UKS? Soalnya saudara saya katanya pingsan."
"Ohh... Cari Non Asna ya?"
"Iya, Pak."
"Non masuk aja ke lorong itu, lalu belok kanan dan setelah itu belok kiri. Di situlah tempatnya."
"Makasih ya, Pak. Ya udah saya ke sana dulu," Kata Asa langsung berlari menuju tempat yang sudah diarahkan.
Suara pintu UKS yang terbuka membuat Nera menoleh ke arah sumber suara. "Akhirnya lo datang juga Sa, gue khawatir banget sama keadaan Asna. Tadi waktu gue sama Asna mau keluar kelas, tiba-tiba dia mimisan dan pingsan," jelas Nera kepada Asa.
"Asa... Ayo kita pulang. Gue mau ketemu mama," rengek Asna. Asa pun langsung mengiyakan permintaan Asna.
"Nera, lo bisa bantu gue buat papah Asna sampai ke mobil?"
Nera mengangguk cepat, "tentu... Ayo kita bawa Asna sekarang."
Mereka berdua pun langsung membawa Asna masuk ke dalam mobil. Jujur melihat kondisi Asna, jantung Asa berdetak tak karuan. Ada rasa khawatir terhadap kondisi saudaranya dan juga rasa takut kepada Nindy. Asa sudah yakin 100 % pulang ini pasti ia akan dimarahi oleh Nindy, ditambah lagi dengan kondisi Asna saat ini.
***
Di rumah terlihat Nindy yang mondar-mandir merasa cemas dengan kedua anaknya, karena tidak seperti biasanya Asa dan Asna pulang telat seperti ini. Kini jam dinding telah menunjukkan pukul 14.15 WIB.
"Ada apa, Ma?" tanya Herdi kepada sang istri.
"Anakku belum pulang, Mama sangat cemas dengan Asna. Akhir-akhir ini Mama selalu melihat Asna seperti kelelahan. Mama takut terjadi sesuatu pada anakku."
"Mama jangan berpikir yang aneh-aneh. Asa pasti akan menjaga Asna, lagipula Mama sendiri, kan yang meminta Papa untuk memindahkan Asa di sekolah yang berbeda dengan Asna, " Kata Herdi sembari berjalan menuju ruang tamu.
Nindy berdecak kesal, ia menggerutui kebodohannya sendiri karena telah menjauhkan Asna dari Asa. "Semoga semuanya baik-baik saja."Tin! Tin!
Suara klakson mobil, Nindy yang mendengar suara itu langsung bergegas keluar. Hatinya seperti dihantam beberapa hujamman ketika melihat Asna dipapah oleh Asa.
"Apa yang terjadi pada Asna, Asa?" tanya Nindy dengan tatapan penuh selidik.
"Asna tadi... Tadi... Pingsan Ma," jelas Asa pelan. Ia sudah menduganya pasti Nindy akan memarahinya.
"Apa! Pingsan?" Nindy berteriak tepat di depan wajah Asa.
Plaaakkkkk!!!
Sebuah tamparan mendarat di wajah mungilnya, Asa langsung mengelus wajahnya yang kini terasa sangat panas.
"Ini semua pasti gara-gara kamu! Pasti kamu terlambat, kan menjemput Asna?"
"Maaf, Ma. Asa tadi cuma telat 10 menit aja kok Ma. Gak lama...." Kata Asa mencoba menjelaskan apa yang terjadi. "Lagipula Asna pingsan ketika dia baru mau keluar kelas, Ma. Bukan karena terlalu lama menunggu Asa." Asa mencoba untuk membela dirinya.
"Alasan kamu! Itu tetap saja, Asna harus menunggu kamu yang datang terlambat untuk segera membawanya pulang!" Kali ini Nindy benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya.
Nindy mempapah Asna untuk masuk ke dalam kamarnya. Setelah itu, ia menarik kasar Asa ke dalam kamar mandi.
"Ma... Lepas, Ma... Sakit!" Asa tidak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar.
Nindy dengan teganya menyiram tubuh Asa dengan air, hingga membuat tubuhnya basah kuyup. Bukan hanya itu, Nindy juga mengunci Asa di dalam kamar mandi.
"Mama tolong... Jangan kayak gini sama Asa, Ma. Ma... Tolong buka pintunya. Jangan kurung Asa di sini." Tangis Asa benar-benar pecah. Ia terus terisak dalam tangisnya.
Asa duduk di sudut kamar mandi sembari merengkuh kedua kakinya. "Titan...." Panggilnya lirih. "Tolongin gue... Gue takut...."
GIMANA UNTUK PART INI, KALIAN SUKA GAK?
TOLONG BERI KRITIK DAN SARANNYA YA!!
JANGAN LUPA BERI VOTE SERTA KOMENTAR NYA!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Selustrum (On Going)
Teen FictionSEBELUM BACA, DIHARAPKAN UNTUK FOLLOW TERLEBIH DAHULU. JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN KOMENTAR. Kita adalah sepasang luka yang mengharapkan sebuah kebahagiaan, di atas luka yang takkan pernah tersembuhkan. Bagaimana perasaan kalian jika selalu dibeda...