Bab 4 Dia yang berinisial Y

51 13 2
                                    

Malam ini, Papa, Mama, dan Asna akan kembali dari Bandung. Asa berniat untuk menyambut mereka bertiga dengan menyediakan beberapa menu masakan yang sengaja ia masak sendiri.

Asa bukan hanya pintar di bidang akademi saja, tetapi Asa juga pandai dalam hal masak-memasak. Tangan-tangan Asa tampak sangat lihai menghiasi makanan itu hingga membuatnya terlihat sangat cantik. Siapa pun yang melihatnya, tak akan tega untuk memakannya.

Terdengar suara klakson mobil, Asa pun bergegas membukakan pintu rumah untuk menyapa mereka. Namun, apa yang terjadi tak sesuai dengan apa yang ia harapkan. 

"Mama apa kabar?"

"Papa gimana perjalanannya tadi, lancar?"

"Asna bagaiamana acaranya seru gak?"

"Oh ya, Asa udah masakin makanan buat kalian. Semoga suka ya."

"Udah deh Asa, kami semua itu capek! Kamu malah banyak tanya! Kami sudah makan tadi di restauran," bentak Nindy membuat Asa tersentak.

Herdi--- Papanya Asa. Ia menghampiri anaknya lalu berkata, "Gimana sekolah barunya? Sekolah itu jauh lebih baik bukan daripada sekolah lamamu? Papa harap kamu bisa belajar dengan baik di sekolah itu, tanpa berdekatan dengan Asna."

"Asa suka kok, Pa sekolah di sana. Sangat menyenangkan. Tapi, Pa. Kenapa sih Asa harus di pisah sama Asna? Padahal, kita kan gak satu kelas," Asa menundukkan kepalanya takut Herdi akan marah padanya.

"Gak usah banyak tanya! Cukup turuti apa kata saya selaku orang tua kamu! Paham?" Herdi menatap tajam Asa. "Dan satu hal lagi. Jangan pernah bikin ulah yang akan membuat keluarga kita malu!" setelah mengatakan itu, Herdi langsung pergi meninggalkan Asa di ruang tamu.

Asa hanya bisa diam dan menatap punggung Herdi yang perlahan menjauh dari pandangannya. Ia juga sangat sedih, karena tak ada satu pun dari mereka yang bersedia memakan masakannya.

                                    ***

Semua anggota keluarga telah beristirahat di dalam kamarnya masing-masing. Sedangkan Asa masih sangat gelisah dengan surat yang ia terima tadi siang.

"Kira-kira siapa sih yang ngirim surat itu? Dia sudah suka sama gue di saat gue udah dimiliki sama laki-laki lain? Itu artinya pas masih SMP dong." Asa masih mengingat-ingat masa-masa ia masih di SMP.

Tiba-tiba ia teringat akan seseorang. Ya, dia Lara---sahabat terbaik Asa waktu di SMP yang kini sekolah di Bandung. Asa mencoba mencari no hp sahabat itu, untuk menanyakan tentang seorang laki-laki yang pernah memberinya coklat di hari valentine. Mungkin saja mereka adalah orang yang sama.

Dengan sangat lincah, jari-jemari Asa men-secroll layar ponselnya itu. Dan kini akhirnya ia bisa menemukan kontak Lara.

Asa

Assalamu'alaikum Lara, lo apa kabar?


Lara
Wa'alaikumsalam, alhamdulillah kabar
gue baik. Ada apa nih?

Asa

Ra, lo inget gak tentang cowok yang

Pernah ngasih gue coklat?

Lara
Hmmm... Gue inget sih. Tapi dia...

Asa

Tapi apa Ra, please! Gue butuh banget.


Lara
Dia udah meninggal 1 tahun yang lalu, karena sakit jantung.

Degg

Pikiran Asa semakin kacau ketika mengetahui kabar itu. Ia sama sekali tak pernah mendengar lagi kabar-kabar dari teman masa SMP nya. Termasuk kabar kematian laki-laki itu. Jika laki-laki itu sudah tiada, lalu siapa yang mengirim surat itu. Gak mungkin kan arwahnya.
Asa menoleh ke kanan dan kirinya. Ia mencari selembar kertas yang tadi siang baru dibacanya. Tetapi, ia tak bisa menemukannya.

"Ck! Di mana sih, suratnya. Padahal tadi siang baru gue baca, masa udah hilang gitu aja."

Asa terus berusaha mencari di sekitar kamarnya. Di kolong kasur, di nakas, bahkan di sela-sela kamar sekali pun ia tetap mengeceknya.

Asa sudah sangat lelah, kini Asa sangat pasrah karena sudah kehilangan surat itu. Akhirnya ia memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Tiba-tiba saja ia teringat. Bukankah tadi siang ia meremas surat itu, lalu melemparnya keluar jendela. Bergegas ia pun langsung berlari keluar rumah untuk mengambil surat itu. Berharap surat itu belum hilang.

Di saat Asa menuju pintu utama. Tak sengaja Asa melihat pintu kamar Asna terbuka. Ia sangat penasaran dan melangkahkan kakinya menuju kamar itu.

Hatinya sangat teriris melihat kedekatan Nindy dan Asna. Terlihat jelas di mata Asa, kalau Nindy memang lebih menyayangi Asna dibandingkan dirinya. Nindy membelai rambut Asna dengan punuh kasih sayang yang bahkan Asa belum pernah merasakan hal itu.

Perlahan butiran bening keluar dari mata indahnya. Buru-buru Asa menyeka kasar air mata itu dari pipinya.
"Enggak, Asa gak boleh sedih. Asa harus kuat," ucapnya dan langsung meninggalkan kamar itu.

                                   ***

Malam punya bintang yang berjajar untuk menemani malamnya. Sedangkan aku hanya punya satu kenangan tentangmu yang dapat menemani hari-hariku.

Laki-laki itu mengambil sebuah album lusuh yang penuh dengan debu. Dibukanya secara perlahan dan ia menatap lekat foto-foto Asa yang sudah lama ia simpan selama bertahun-tahun.

Dia juga mengambil sebuah kotak biru di atas nakas. Lalu ia mengambil sepasang kalung yang berliontin huruf A dan Y. Huruf awalan dari namanya dan dirinya.

Laki-laki itu tersenyum menatap kedua kalung itu dan berkata, "Akan tiba saatnya, di mana kamu akan menjadi milikku Asa. Akan kubuat kamu menjadi perempuan yang paling bahagia untuk selamanya."

*
*
*
*
*

KIRA-KIRA SIAPA SIH LAKI-LAKI YANG BERINISIAL Y?

KALIAN PENASARAN GAK?

JANGAN LUPA BERI VOTE DAN KOMENTAR YA!

Selustrum (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang