Usai sarapan, Natasya siap berangkat ke kampus. Gadis itu memasang sepatunya seraya bersenandung ria.
Meskipun pikirannya masih digeluti tentang dosen gila, tapi dia tetap bersikap ceria di depan Mama dan papanya.Suara klakson mobil terdengar di depan rumah. Natasya membuka pintu dan tersenyum saat sahabatnya Novia telah menjemputnya untuk berangkat bersama. Ah, salahnya juga tak bisa menyetir.
"Nov---" Belum selesai Natasya berkata, senyum manisnya hilang begitu saja saat mengetahui orang yang menjemput bukanlah Novia melainkan aku.
"Nat, udah siap?" tanyaku tersenyum. Aku berjalan mendekat dengan tangan yang tersembunyi di saku celanaku.
"Bapak ngapain, sih jemput saya?" Natasya balik bertanya dengan ekspresi yang tak enak dilihat.
"Loh? Kamu lupa, ya? Kalau kita udah jadian kemarin? Jadi, setiap kamu pergi atau pulang dari kampus, kamu harus sama saya." Aku sedikit menundukkan kepala pada Natasya.
"Ih, Bapak, kok ngeselin banget, sih?" Natasya menatap tajam. Namun, tatapan itu malah mengundang tawaan lucuku.
"Sudahlah, Nat. Jangan membuatku makin tergila-gila karena sikap manjamu itu," ujarku sedikit menggoda.
"Siapa yang manja! Amit-amit manja sama Bapak!" Natasya bergedik geli sambil mengangkat bahunya.
"Jangan banyak protes, ayo berangkat!"
"Saya bisa jalan sendiri, Pak!" Natasya mencoba melepaskan genggamanku. Tentu saja tak berhasil.
"Pasang sabuk pengaman!" titahku saat mereka sudah berada di dalam mobil. Lalu melajukan mobilnya menuju kampus.
Sesampainya di sana, Natasya cepat-cepat turun dari mobil, tapi pintu mobil itu telah dikunci sang pemiliknya.
"Pak, bukain!" Natasya menoleh padaku yang menatapnya.
"Kamu belum memberikan saya jatah hari ini, Natasya," ucapku mengalir. Namun, mataku tak lepas dari bibir Natasya.
"Bapak, apa-apaan, sih? Cepat buka pintunya, Pak!" Natasya mulai menjauhkan diri dari seranganku. Tatapanku memang seperti ingin menerkam.
"Kamu yang mencium saya? Atau saya yang mencium kamu?" Aku menaik turunkan alisnya sembari tersenyum genit.
"Bapak jangan gila, Pak! Ini kampus!" tegas Natasya garang.
"Owh, jadi kalau bukan kampus, kamu mau?" tanya ku dengan nada menggoda.
"Nggak! Cepat buka pintunya, Pak." Wajah Natasya terlihat memohon padaku. Jujur, dia sudah tidak nyaman saat ini.
"Saya tidak akan membukanya kalau kamu belum memenuhi apa yang saya minta!"
"Pak, Aku mohon." Natasya menyatukan kedua tangannya di depan dada. Mungkin dengan sikap yang lembut hati aku akan luluh.
"Apa susahnya, sih, Nat? Hanya ciu*an, tidak lebih," kataku datar. Natadya terdiam dan menghembuskan nafas perlahan. Dalam hati dia sangat kesal dengan makhluk di sampingnya ini.
"Kalau kamu tidak mau, biar saya yang melakukannya!"
"Eh, eh! I--iya-iya." Natasya menahan tubuhku dengan kedua tangannya.
"Lakukan sekarang!" Aku mendekatkan wajahnya. Sesaat kemudian, bibir Natasya berhasil menyentuh pipi kiriku.
"Bukan pipi, aku minta bibir!" Aku tersenyum jahil.
"Bapak ini kenapa, sih? Gila banget?!"
"Atau kamu akan tetap di sini!" Dengan terpaksa Natasya langsung mengecup bibirku.
"Apa itu yang namanya ciu*an?"
"Bapak jangan banyak permintaan, Pak! Ini udah siang!"
"Itu cuma menyentuh, Nat. Ciu*an itu begini."
Aku langsung memegang tengkuk Natasya dan menyapu habis bibir gadis itu cukup lama, meskipun Natasya sudah memberontak dan memukulku, tapi aku tetap melancarkan aksiku.
"B--berhenti, Pak." Akina mendorong dadaku agar melepaskannya.
"Itu yang namanya ciu*an, Nat. Kamu ngerti, 'kan?" tanyaku tersenyum menang.
"Bapak benar-benar gila! Buka pintunya!" Natasya mengelap kasar bibirnya.
"Terima kasih, Sayang," ucapku tersenyum puas, lalu menyuruh Natasya turun.
Natasya segera berlari dengan perasaan yang begitu marah. Harus dengan cara apa dia menghadapi dosen satu itu? Menyebalkan!
"Kamu benar-benar membuatku mabuk kepayang, Nat. Aku pastikan, kamu akan menjadi milikku!" Aku bergumam, tersenyum miring menatap punggung Natasya yang perlahan menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lecture Of Love
Historia CortaPerkenalkan namaku Budi, seorang dosen muda yang mengajar di sebuah institusi pendidikan ternama di sebuah kota nan indah berjuluk 'Paris Van Java'. Rutinitas harianku adalah pergi pagi mengajar mata kuliah ekonomi dan statistik hingga sore mulai h...