Bencana atau terencana?
_______________
"Minggir!" Usir Raka kemudian. Cowok itu membawa tubuh Bu Nana dibantu dengan tenaga sukarela yang lain untuk di letakkan ya di bagian sisi podium.
Selepas dari kepergian beberapa lelaki itu, Liana— perempuan itu maju, setengah berlari ke arah kerumunan teman lainnya yang sedang menyuduti Rinjani dan juga Gea.
Delisa yang pertama kali mengawali, dirinya mengerutkan keningnya heran, tangan kanannya memegang lengan Rinjani dengan seksama, "maksud mimpi lo, tuh apa, Rin?" Tanyanya.
Mendengar itu tak alih membuat Wanda yang tengah menenangkan Gea tepat di samping keduanya pun jadi ikutan menoleh dan menatap Rinjani kini sedemikian rupa.
"Mimpi apa?" Bingungnya.
Rinjani menoleh, dirinya menatap Wanda dan juga Delisa dengan pandangan yang semakin buram—tertutupi oleh genangan air mata di pelupuknya, mungkin jika dirinya mengedipkan mata, air mata itu akan luruh di kemudiannya.
"Gue nyesel, Del." Akhirnya, dirinya bisa kembali bersuara, namun kini dari awalan pembahasan itu benar-benar mampu memikat sebagian daya tarik orang-orang yang ada disana untuk ikut bergabung.
"Please, biarin Rinjani tenang dulu. Kita jangan bikin dia tambah takut," usul Adipati. Cowok itu memang sedari tadi sudah berada di kerumunan. Walaupun memang sama penasarannya dengan sebagian temannya yang lain, namun dirinya tidak setega itu untuk mendesak seseorang yang baru saja menjemput kepanikannya.
Wanda mengangguk setuju, "udah ya, kita semua tenang! gue yakin ga ada apa-apa kok setelah ini." Tambahnya.
"JANGAN!" antara Delisa, Wanda, dan sebagian dari kerumunan itu menengok saat seseorang baru saja sampai dan ikut bergabung di sela dirinya menghela nafas.
Liana mendongak disertai gelengan keras, "ini bukan hal sepele. Percaya sama gue!" Tolaknya mentah-mentah.
Joy maju, dirinya menarik lengan Liana dan menatap gadis itu dengan serius, "maksud lo apa, Na?" Tanyanya.
"Disana!" Liana menunjuk ke arah pintu keluar Balariung, dan setelahnya pandangannya jatuh ke arah kerumunan temannya, "gue liat jasad pak Ijat didepan."
Raka yang baru saja sampai dan mendudukkan dirinya sedikit jauh dari kerumunan itu berdiri, berjalan dengan cepat ke arah Liana yang masih tergopoh dengan suara nafas yang sedikit tercekat.
Joy tertawa lugas, "apa sih, Na, lo daritadi kan sama gue terus." Bantahnya. Menatap Liana yang kini menggeleng keras dan menunjuk ke arah pintu sekali lagi.
"Nggak! Please percaya sama gue. Gue beneran liat pak Ijat di depan. Dia—dia," perkataannya semakin tak terkendali, nada dan intonasi suaranya pun semakin terlihat gemetar dan sedikit demi sedikit semakin memelan.
"Na!" Sentak Raka, dirinya menarik lengan Liana kencang sebelum mendekatkan tubuhnya bersejajar dengan gadis itu, "keadaan sekarang udah kacau, jangan lo bikin tambah kacau sama omongan ngawur lo!" Desisnya tajam.
Tes! Guliran air mata itu keluar dari pelupuk mata Liana, dirinya memandang Raka dengan siratan kecewa sebelum kembali menggeleng pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DANGER - A New Game : Can You See?
УжасыKisah ini berawal, dari tradisi rutin XI-3 yang selalu membawa satu permainan tradisional untuk menemani dikala aktivitas belajar mengajar mereka disekolah. Permainan kali ini sederhana, namun, mana tau akan menjadi bencana, 'kan? Dan, tibalah, dima...