Masih ada sebaris tulisan di secarik kertas yang ditinggalkan Nino.
Sorry, celana lo gue pejuin.
Hah? Gue bingung, pejuin itu apaan? Gue gak ngerti dan gak pernah dengar kata itu sebelumnya. Mungkin itu adalah bahasa Makassar yang kemudian dengan polosnya, gue nanya ke teman gue yang orang Makassar.
Andi, pejuin artinya apa kalo di Makassar?
Gue chat Andi, salah satu teman gue yang orang Makassar.
Hah?
Lo gak salah nanya?
Balas Andi.
Gue :
Enggak. Emang artinya apa? Jorok yah.Andi :
seharusnya sih.
Itu bukan bahasa Makassar btw.
Masa lo gak tau peju sih?Gue :
peju? Apaan?Andi :
Peju nying. Air mani.Seketika gue paham, gue tertawa terbahak-bahak atas kebodohan gue. Sedari tadi gue bacanya Peju, huruf e nya gue baca e untuk empat. Anjinglah.
Mana celana gue?
Celana gue bekas Nino tergeletak di samping temoat tidur, gue segera mengambilnya. Masih basah oleh bekas pejunya dia. Udah gak putih sih, tapi seharusnya masih ada sisanya yang tertinggal.
And you wanna know what i do? Gue jilatin sisa pejunya itu. Anjeng banget kan, menjijikkan banget gak sih. But, gue gak merasa gue menjijikkan, bahkan gue masih mencium sisa selangkangan Nino yang masih berbekas di celana itu.
"Gue akan cari lo sampai gue dapatin lo!"
Gue tersenyum lebar, Tekat gue telah bulat untuk mencari Nino dan menagih janji yang ia tulis di kertas tadi. Akan ke mana lo perginya, masa se Jakarta aja, gue gak bisa dapetin lo.
Di sore harinya, gue kembali ke GBK, berharap Nino datang lagi sore itu. But, seperti yang dia bilang, lo jangan jadi orang bodoh, nyari gue di tempat yang sama.
Dia gak ada, bahkan ketika gue berkali-kali datang ke GBK, siang dan sore harinya, gue tetap gak nemuin dia. Gue telah menjadi orang bodoh seperti yang ia tulis di secarik kertas itu, bahkan lebih bodoh lagi, gue keliling Palmerah, berharap bisa ketemu dengan Nino. Tapi gue gak bisa nemuin dia di sepanjang jalan gue mencarinya. Dia menghilang bak ditelan bumi. Atau mungkin bumi juga gak ngerestuin gue ketemu dengan dia lagi, That means, gue dan Nino gak direstuin untuk pacaran.
"Mana sih lo No?" Gue mengeluh dibawah teriknya mentari siang itu. Demi memudahkan pencarian gue, gue cuman motoran doang keliling Palmerah, dari sekedar sekitaran jalan Palmerah hingga se-kecamatan Palmerah. Nihil, gue masih gak ketemu dia.
Mungkinkah gue harus menyerah, udah hampir sebulan gue cari, tapi Nino gak ketemu juga. Gue udah cari di semua sosial media yang hanya bermodalkan sepenggal namanya doang 'Nino'. Ada banyak Nino yang muncul tapi semuanya bukan dia.
Bas, nyerah Bas. Dia bukan jodoh lo!
Gue menyerah, mungkin Tuhan akan mempertemukan kami dengan cara yang tak disangka-sangka atau mungkin juga ini adalah cara Tuhan menegur gue.
Bastian, jangan jadi gay Bas.
Mungkin kata Tuhan seperti itu. But, Tuhan seharusnya sudah tahu juga bahwa gue udah gay dari lama.
Apa sih pikiran gue?
Gue kembali ke kehidupan normal gue tanpa obsesi untuk menemukan seorang lelaki yang pernah gue tiduri bernama Nino. Gue kembali menyapa fans-fans bocil gue di youtube dan tiktok, juga kembali nyari-nyari jejaka-jejaka open BO di twitter, but, i dont know, Nino telah beracuni otak gue, sehingga gue gak bisa lagi berpaling ke orang lain. Eventhough itu cuman sebatas having sex doang.